Bayangin begini: kamu adalah anak muda yang baru lulus kuliah, penuh semangat, otakmu penuh ide, dan dunia rasanya siap untuk ditaklukkan. Tapi ketika kamu masuk ke ruang interview kerja ruang yang seharusnya menjadi pintu menuju karier impian justru rasanya asing, membingungkan, bahkan. melelahkan. Apakah ini cuma kamu? Nggak juga. Faktanya, banyak Gen Z mengalami hal yang sama.
Bukan karena mereka manja, bukan juga karena mereka nggak siap kerja. Tapi memang ada ketidakcocokan mendasar antara cara generasi ini berpikir dan cara dunia kerja khususnya proses wawancara masih dijalankan. Ini bukan sekadar tentang gugup atau tidaknya menghadapi pewawancara. Ini soal sistem yang terasa ketinggalan zaman, dan ekspektasi yang nggak lagi sejalan.
Tulisan ini akan mengajak kamu menyelami lebih dalam: kenapa sih Gen Z cenderung tidak suka interview kerja? Apa yang sebenarnya mereka cari? Dan, lebih penting lagi, apa yang bisa diubah agar proses rekrutmen terasa lebih manusiawi dan relevan?
Interview Kerja Proses yang Terlalu Kuno untuk Generasi Digital
Generasi Z lahir dan besar dalam dunia yang serba cepat, transparan, dan penuh kebebasan berekspresi. Mereka terbiasa mendapatkan informasi hanya dalam hitungan detik. Mereka juga terbiasa menyampaikan opini lewat platform seperti TikTok, Twitter, atau Instagram, di mana kejujuran dan keaslian justru lebih dihargai ketimbang kepatuhan terhadap formalitas.
Lalu mereka masuk ke ruang interview kerja yang penuh tekanan, dituntut menjawab pertanyaan "klasik" seperti "Ceritakan tentang diri kamu", "Kenapa kami harus merekrut kamu?", atau "Apa kelebihan dan kekurangan kamu?". Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin terdengar biasa saja bagi generasi sebelumnya, tapi bagi Gen Z, ini terasa seperti ujian yang tidak mencerminkan siapa mereka sebenarnya.
Mereka merasa tidak bisa jadi diri sendiri dalam ruang itu. Bahkan banyak yang mengaku lebih jujur dan terbuka di video-video konten pribadi mereka, ketimbang saat duduk di depan pewawancara.
Menurut laporan dari Deloitte pada 2023, Gen Z menempatkan "authenticity" sebagai salah satu nilai utama dalam hidup mereka. Artinya, mereka lebih memilih menjadi diri sendiri ketimbang menyesuaikan diri demi terlihat "cocok" dengan suatu budaya perusahaan.
Ketika interview kerja tidak memberi ruang untuk itu, maka bukan cuma minat mereka yang turun kepercayaan mereka terhadap proses rekrutmen pun ikut luntur.
Budaya 'Pura-Pura Serius' dalam Dunia Kerja yang Sudah Nggak Relevan