Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inveriew Kerja Indonesia Kadang Tidak Profesional, Kita Perlu Bicara Jujur!

8 April 2025   08:09 Diperbarui: 7 April 2025   20:31 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Interview.(FREEPIK/IJEAB)

Pernah nggak sih, kamu merasa lebih stres saat menunggu hasil interview kerja daripada waktu ngerjain tugas akhir atau skripsi? Padahal, dari awal kamu udah datang tepat waktu, pakai baju rapi, udah riset tentang perusahaan, dan menyiapkan jawaban matang-matang. Tapi begitu masuk ruang interview, yang kamu temui malah pewawancara yang nggak antusias, baca CV kamu sambil lalu, dan bahkan kadang nanya hal-hal yang nggak nyambung sama pekerjaan. Ini bukan cerita satu-dua orang aja banyak pencari kerja di Indonesia yang mengalami hal serupa. Dan, ya, inilah kenyataan pahitnya interview kerja di Indonesia kadang memang tidak profesional.

Isu ini bukan cuma tentang kenyamanan pencari kerja. Lebih jauh lagi, ini soal kualitas rekrutmen, kredibilitas perusahaan, dan bagaimana profesionalisme kerja dibangun sejak awal. Tulisan ini mengajak kamu untuk menengok lebih dalam persoalan ini bukan untuk menyalahkan, tapi untuk membuka ruang diskusi, memahami akar masalahnya, dan mencari jalan keluarnya.

Profesionalisme yang Masih Dipahami Secara Sepihak

Banyak perusahaan di Indonesia yang menjunjung tinggi kata "profesional," tapi sayangnya sering kali itu hanya berlaku sepihak. Kandidat dituntut untuk tampil maksimal: harus datang tepat waktu, berpakaian sopan, menjawab pertanyaan dengan tenang, dan punya etika komunikasi yang baik. Tapi bagaimana dengan pewawancara?

Tidak jarang, pewawancara datang terlambat, tidak membaca CV sebelumnya, dan bahkan memulai interview dengan ekspresi bosan atau defensif. Hal-hal seperti ini mungkin terlihat sepele, tapi bagi seorang kandidat, itu bisa sangat memengaruhi mental dan rasa percaya diri. Proses interview adalah ruang dua arah bukan ruang interogasi satu pihak. Jika hanya kandidat yang diwajibkan "profesional," maka ini bukan proses rekrutmen yang adil, tapi sebuah panggung sandiwara dengan peran timpang.

Masalah lainnya adalah kurangnya standar yang jelas dalam proses rekrutmen. Banyak perusahaan yang tidak memiliki SOP rekrutmen yang baku, sehingga pewawancara bertindak berdasarkan kebiasaan pribadi, bukan pedoman profesional. Di sinilah pentingnya peran HR yang bukan hanya sebagai administrasi SDM, tetapi juga sebagai penentu budaya kerja yang sehat.

Kurangnya Etika dan Empati dalam Proses Interview

Etika dalam interview kerja bukan hanya tentang berbicara sopan atau menyapa dengan ramah. Lebih dari itu, etika menyangkut bagaimana perusahaan menghargai waktu, tenaga, dan harapan para kandidat. Namun, banyak kandidat yang merasa diperlakukan seperti "produk uji coba." Diundang interview tanpa informasi jelas, disuruh menunggu berjam-jam tanpa kejelasan, lalu dipulangkan tanpa ucapan terima kasih.

Belum lagi soal komunikasi pasca-interview. Tidak sedikit perusahaan yang abai memberikan kabar, bahkan hanya sekadar ucapan "terima kasih sudah mengikuti proses rekrutmen kami." Diam seribu bahasa seolah menjadi cara instan untuk menghindari tanggung jawab komunikasi. Padahal, bagi kandidat, kepastian (meski berupa penolakan) lebih baik daripada ketidakjelasan.

Empati juga sering kali hilang dari proses interview. Beberapa pewawancara bahkan melempar pertanyaan-pertanyaan yang tidak etis seperti, "Kamu yakin nggak mau nikah dalam waktu dekat?" atau "Kamu nggak keberatan kerja sampai malam terus kan? Soalnya di sini kita sering lembur." Pertanyaan seperti ini tidak hanya tidak relevan, tapi juga mencerminkan kurangnya sensitivitas terhadap hak-hak pribadi kandidat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun