Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Ormas Malak Uang THR ke UMKM

26 Maret 2025   08:25 Diperbarui: 26 Maret 2025   08:25 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi THR..(SHUTTERSTOCK/FR_IMAGE)

Setiap menjelang Hari Raya Idulfitri, pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) biasanya sibuk menyiapkan stok barang, menghadapi lonjakan permintaan, serta mengatur keuangan agar tetap stabil. Namun, di tengah kesibukan itu, ada satu fenomena yang kerap terjadi di berbagai daerah: munculnya oknum organisasi masyarakat (ormas) yang meminta "sumbangan" dari para pelaku usaha, khususnya terkait dengan tunjangan hari raya (THR) karyawan.

Fenomena ini bukan hal baru, tapi sayangnya, masih terus berulang dari tahun ke tahun. UMKM, yang seharusnya bisa menikmati peningkatan pendapatan menjelang lebaran, justru terbebani dengan pungutan tak resmi yang mengatasnamakan solidaritas dan keamanan. Padahal, di balik label donasi atau gotong royong, praktik ini sering kali mendekati pemerasan.

Lalu, bagaimana fenomena ini bisa terjadi? Apa dampaknya bagi UMKM dan ekonomi lokal? Dan yang lebih penting, bagaimana cara menghentikannya agar tidak menjadi kebiasaan buruk yang terus berkembang?

Dari Solidaritas ke Pemaksaan Bagaimana Modusnya?

Dalam masyarakat yang menjunjung tinggi nilai gotong royong, kegiatan sosial seperti penggalangan dana untuk santunan anak yatim atau buka puasa bersama bukanlah hal yang aneh. Namun, di tangan oknum tertentu, aksi sosial ini berubah menjadi kedok untuk menekan dan memeras pelaku usaha kecil.

Biasanya, praktik ini dilakukan dengan cara yang cukup halus tapi tetap berbau pemaksaan. Ada ormas yang datang ke toko atau warung membawa surat resmi berkop organisasi, meminta sumbangan dengan nominal yang sudah ditentukan. Ada pula yang datang secara langsung dan berbicara dengan pemilik usaha, menyampaikan permintaan dengan nada yang terdengar seperti "ajakan", tetapi dengan tekanan terselubung.

Bahkan, dalam beberapa kasus, pelaku UMKM yang menolak memberikan "sumbangan" bisa menghadapi intimidasi atau ancaman. Misalnya, jika mereka memiliki izin usaha yang masih dalam proses atau bergantung pada perlindungan dari kelompok tertentu, mereka bisa dibuat merasa tidak aman atau dipersulit dalam menjalankan usahanya.

Meskipun jumlah yang diminta bervariasi, bagi UMKM yang beroperasi dengan margin keuntungan yang tipis, pungutan semacam ini tetap menjadi beban tambahan yang tidak seharusnya ada.

Dampak Buruk bagi UMKM dan Perekonomian Lokal

Bagi banyak orang, pungutan semacam ini mungkin terdengar sepele, terutama jika jumlahnya dianggap tidak terlalu besar. Tapi, jika ditarik lebih dalam, praktik ini sebenarnya memiliki dampak yang luas dan berbahaya, baik bagi individu pelaku UMKM maupun bagi ekonomi lokal secara keseluruhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun