Dalam sistem demokrasi, organisasi kemasyarakatan (ormas) memiliki peran penting sebagai wadah partisipasi publik dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan budaya. Keberadaan ormas diharapkan dapat membantu menciptakan keseimbangan antara masyarakat dan pemerintah, memperjuangkan hak-hak rakyat, serta berkontribusi terhadap kesejahteraan bersama. Namun, dalam praktiknya, tidak sedikit ormas yang justru menjadi beban bagi masyarakat dan negara.
Ormas-ormas ini beroperasi layaknya benalu tumbuhan parasit yang menyerap nutrisi dari inangnya tanpa memberikan manfaat. Dengan memanfaatkan status legalitasnya, mereka mengandalkan dana dari pemerintah, melakukan berbagai tindakan intimidatif, dan bahkan menjadi alat politik bagi kepentingan segelintir elite.
Ironisnya, meskipun keberadaannya sering kali merugikan, ormas-ormas ini tetap dipelihara oleh pemerintah. Alih-alih ditertibkan, mereka justru mendapat berbagai kemudahan, mulai dari bantuan dana hingga perlindungan hukum yang lemah terhadap tindakan melanggar yang mereka lakukan.
Lalu, mengapa pemerintah seolah menutup mata terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh ormas semacam ini? Apa yang membuat mereka tetap bertahan meskipun telah menimbulkan keresahan di masyarakat?
Ormas Sebagai Entitas yang Semakin Tidak Terkontrol
Pada dasarnya, ormas didirikan dengan tujuan mulia. Beberapa di antaranya aktif dalam kegiatan sosial, pendidikan, hingga advokasi hak asasi manusia. Namun, banyak ormas yang justru menyimpang dari tujuan awalnya dan berubah menjadi kelompok yang hanya mencari keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Banyak ormas yang lebih banyak bergantung pada anggaran negara ketimbang mandiri dalam menjalankan programnya. Dana hibah dan anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah sering kali disalahgunakan, tidak jarang hanya mengalir ke kantong elite organisasi tanpa memberikan dampak positif bagi masyarakat luas.
Selain itu, ada pula ormas yang menjadikan status legalitasnya sebagai tameng untuk melakukan aksi-aksi intimidatif. Mereka bertindak layaknya aparat negara, menekan kelompok lain, melakukan sweeping, bahkan terlibat dalam aksi kekerasan dan pungli dengan dalih keamanan dan kepentingan tertentu. Padahal, hukum di negara ini tidak memberikan wewenang kepada ormas untuk bertindak seperti itu.
Lebih parahnya lagi, ormas-ormas ini sering kali memiliki hubungan erat dengan aktor-aktor politik. Mereka dijadikan alat untuk menggalang dukungan, mengintimidasi lawan politik, atau sekadar menjaga kepentingan kelompok tertentu. Situasi ini semakin memperumit posisi pemerintah, yang akhirnya memilih untuk berkompromi daripada menindak tegas.
Mengapa Pemerintah Tetap Memelihara Ormas yang Merugikan?