Bayangkan sebuah kota yang bersih, nyaris tanpa sampah berserakan, dengan masyarakat yang terbiasa memilah dan membuang sampah sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Di pagi hari, warga dengan disiplin menaruh kantong-kantong sampah yang sudah dipilah rapi berdasarkan jenisnya. Tidak ada tumpukan plastik menggunung di pinggir jalan, tidak ada bau menyengat yang menusuk hidung, dan tidak ada sungai yang tersumbat oleh limbah rumah tangga. Kota-kota di Jepang telah membuktikan bahwa kebersihan dan pengelolaan sampah yang efektif bukan sekadar impian, melainkan hasil dari sistem yang matang, regulasi ketat, dan budaya disiplin yang telah tertanam dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, di Indonesia, permasalahan sampah masih menjadi isu yang kompleks dan sering kali tidak tertangani dengan baik. Sampah plastik mendominasi sungai-sungai di perkotaan, TPA (Tempat Pembuangan Akhir) semakin kewalahan dengan volume sampah yang terus bertambah, dan minimnya kesadaran masyarakat memperburuk situasi. Tak jarang, sampah yang seharusnya bisa didaur ulang justru berakhir di tempat pembuangan tanpa proses pemilahan, menciptakan beban lingkungan yang semakin besar.
Melihat perbedaan ini, pertanyaannya adalah: apa yang bisa dipelajari dari Jepang dalam hal pengelolaan sampah, dan bagaimana sistem tersebut dapat diadaptasi di Indonesia?
Paradoks Sampah di Indonesia
Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang luar biasa, tetapi ironisnya, juga termasuk dalam daftar negara dengan produksi sampah plastik terbesar di dunia. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada tahun 2021, Indonesia menghasilkan sekitar 68 juta ton sampah setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 18 persen adalah sampah plastik, dan hanya sebagian kecil yang berhasil didaur ulang. Sisanya berakhir di TPA, sungai, laut, atau dibakar secara ilegal, yang justru menambah masalah polusi udara.
Bandingkan dengan Jepang, yang meskipun memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan terbatasnya sumber daya alam, mampu mengelola sampah dengan cara yang jauh lebih sistematis. Negara ini tidak hanya memiliki regulasi ketat dalam pengelolaan sampah, tetapi juga menanamkan budaya disiplin kepada masyarakat sejak dini. Sistem yang mereka terapkan bukanlah sesuatu yang terjadi secara instan, melainkan hasil dari kebijakan berkelanjutan yang diterapkan selama beberapa dekade.
Disiplin dalam Pemilahan Sampah
Salah satu faktor utama yang membuat Jepang berhasil dalam mengelola sampah adalah sistem pemilahannya yang ketat. Tidak seperti di Indonesia, di mana sebagian besar sampah rumah tangga masih bercampur dalam satu kantong, masyarakat Jepang diwajibkan memilah sampah mereka berdasarkan kategori tertentu sebelum membuangnya.
Setiap kota di Jepang memiliki peraturan sendiri dalam hal pemilahan sampah, tetapi umumnya sampah diklasifikasikan menjadi beberapa jenis seperti sampah yang dapat dibakar, tidak dapat dibakar, sampah daur ulang (kertas, plastik, botol kaca, dan kaleng), serta sampah besar yang membutuhkan penanganan khusus.
Selain pemilahan yang ketat, ada juga jadwal pembuangan sampah yang telah ditentukan. Misalnya, pada hari Senin dan Kamis hanya sampah organik yang boleh dibuang, sementara plastik dan kertas harus dibuang di hari tertentu. Warga yang tidak mematuhi aturan ini akan mendapatkan teguran, bahkan dalam beberapa kasus, sampah mereka bisa dikembalikan ke rumah.