Bayangkan ini: malam sudah larut, tubuh terasa lelah, tapi mata tetap terpaku pada layar ponsel. Jari-jarimu terus menggulir layar, berpindah dari satu unggahan ke unggahan lainnya. Sesekali kamu tertawa melihat video lucu, lalu tiba-tiba muncul berita buruk yang membuat pikiranmu resah. Tanpa sadar, waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Saat akhirnya mencoba tidur, pikiran masih dipenuhi dengan apa yang baru saja kamu lihat, membuatmu gelisah dan sulit terlelap. Esoknya, tubuh terasa berat, mata sayu, dan konsentrasi menurun drastis.
Fenomena ini bukan hanya terjadi padamu, tetapi juga pada jutaan orang di seluruh dunia. Media sosial telah mengubah cara kita menjalani hari, termasuk bagaimana dan kapan kita tidur. Dulu, tidur adalah bagian alami dari kehidupan yang tak banyak dipertanyakan. Namun, dengan hadirnya ponsel pintar dan media sosial, pola tidur manusia mulai bergeser secara drastis, tanpa kita benar-benar menyadarinya.
Lantas, bagaimana sebenarnya media sosial memengaruhi tidur kita? Apakah perubahan ini sekadar kebiasaan baru yang bisa dengan mudah diperbaiki, atau ada dampak jangka panjang yang lebih serius?
Ketika Tidur Tak Lagi Jadi Prioritas
Dalam satu dekade terakhir, media sosial telah berkembang menjadi ruang virtual yang hampir tak terbatas. Platform seperti Instagram, TikTok, Twitter, dan Facebook menghadirkan aliran konten yang tiada habisnya, membuat pengguna sulit melepaskan diri. Algoritma media sosial dirancang untuk mempertahankan perhatian kita selama mungkin, dengan konten yang disesuaikan dengan preferensi dan kebiasaan konsumsi kita.
Sebagai akibatnya, banyak orang mulai mengorbankan waktu tidur demi tetap terhubung dengan dunia digital. Sebuah studi yang dilakukan oleh National Sleep Foundation menemukan bahwa lebih dari 75% orang tidur dengan ponsel mereka di dekat tempat tidur, dan sekitar 40% di antaranya secara aktif memeriksa media sosial beberapa menit sebelum tidur. Data ini menunjukkan betapa dalamnya media sosial telah meresap ke dalam rutinitas malam kita.
Kondisi ini semakin diperparah dengan fenomena revenge bedtime procrastination, yaitu kebiasaan menunda tidur sebagai bentuk "balas dendam" karena merasa tidak memiliki cukup waktu untuk bersantai sepanjang hari. Banyak orang merasa bahwa menggulir media sosial sebelum tidur adalah satu-satunya waktu untuk diri sendiri setelah menjalani hari yang sibuk. Namun, tanpa disadari, kebiasaan ini justru mencuri waktu tidur yang sangat dibutuhkan tubuh untuk beristirahat dan memulihkan energi.
Bagaimana Media Sosial Merusak Siklus Tidur?
Secara biologis, tubuh manusia memiliki ritme sirkadian, yaitu siklus alami yang mengatur waktu tidur dan bangun. Ritme ini sangat dipengaruhi oleh paparan cahaya, terutama cahaya biru yang dipancarkan oleh layar ponsel dan perangkat digital lainnya.
Cahaya biru memiliki panjang gelombang tertentu yang dapat menghambat produksi melatonin, hormon yang berperan dalam mengatur rasa kantuk. Normalnya, saat malam tiba, tubuh secara alami meningkatkan produksi melatonin untuk memberi sinyal bahwa sudah waktunya tidur. Namun, ketika mata terus-menerus terpapar cahaya biru dari layar ponsel, produksi melatonin terhambat, membuat kita tetap terjaga lebih lama.