Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jalan Desa Sebagai Nadi Bagi Petani

22 Februari 2025   09:45 Diperbarui: 22 Februari 2025   09:45 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Jalan Desa. pIXABAY.COM/Babel_hospitality 

Bayangkan seorang petani di sebuah desa terpencil yang harus mengangkut hasil panennya melewati jalan tanah yang becek setelah hujan semalam. Ban motor selip, gerobak nyaris terguling, dan beberapa karung hasil panen jatuh ke lumpur. Sebelum sampai ke pasar, sebagian dari hasil panennya sudah rusak. Sementara itu, di desa lain yang memiliki jalan beraspal mulus, petani dapat dengan mudah mengirimkan hasil panennya tepat waktu, menjaga kualitasnya, dan mendapatkan harga yang lebih baik.

Kondisi infrastruktur desa sering kali menjadi faktor yang menentukan kesejahteraan petani, tetapi sayangnya, masalah ini masih belum mendapatkan perhatian yang cukup. Jalan desa yang buruk bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga berdampak langsung pada produktivitas dan penghasilan petani. Ketika akses ke pasar, fasilitas pertanian, dan sarana pendukung lainnya terhambat, petani mengalami kerugian yang sering kali tidak terlihat dalam hitungan ekonomi secara makro, tetapi sangat nyata dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Jalan Desa Nadi Kehidupan Pertanian

Indonesia adalah negara agraris di mana sebagian besar penduduknya bergantung pada sektor pertanian. Namun, ironisnya, banyak desa yang menjadi pusat produksi pangan justru memiliki akses infrastruktur yang buruk. Jalan desa, yang seharusnya menjadi penghubung antara lahan pertanian dengan pusat ekonomi, sering kali dalam kondisi rusak parah, apalagi di daerah pelosok yang minim perhatian dari pemerintah.

Jalan yang rusak bukan sekadar masalah kenyamanan, tetapi juga mempengaruhi efisiensi distribusi hasil panen. Ketika akses jalan sulit dilalui, kendaraan pengangkut harus bekerja lebih keras, konsumsi bahan bakar meningkat, dan waktu tempuh menjadi lebih lama. Ini semua berujung pada meningkatnya biaya logistik yang pada akhirnya dibebankan kepada petani.

Lebih parah lagi, kondisi jalan desa yang buruk juga membuat tengkulak memiliki posisi tawar yang lebih kuat. Mereka sering kali menawarkan harga jauh di bawah standar karena tahu bahwa petani tidak punya banyak pilihan selain menjual hasil panennya di tempat, daripada harus menghadapi kesulitan membawa barang dagangannya ke pasar dengan risiko besar.

Dampak Langsung Jalan Desa terhadap Petani

Ketika berbicara tentang dampak jalan desa yang buruk, ada beberapa aspek utama yang patut disoroti. Pertama adalah efisiensi kerja petani. Seorang petani tidak hanya bekerja di sawah atau ladang, tetapi juga harus mengurus berbagai aspek distribusi dan pemasaran. Jalan yang tidak layak membuat proses ini menjadi lebih sulit dan memakan waktu lebih lama.

Kedua adalah kualitas hasil pertanian. Beberapa komoditas seperti sayur dan buah-buahan sangat bergantung pada kecepatan distribusi. Jalan yang buruk dapat menyebabkan keterlambatan pengiriman yang berakibat pada penurunan kualitas produk. Dalam beberapa kasus, petani bahkan terpaksa membuang sebagian hasil panennya karena membusuk sebelum sampai ke tangan konsumen.

Selain itu, ada pula faktor keamanan dan keselamatan. Petani yang setiap hari harus melewati jalan berlumpur atau berbatu memiliki risiko kecelakaan yang lebih tinggi. Sepeda motor yang terjatuh karena jalan licin atau truk pengangkut yang terguling bukanlah kejadian langka di banyak desa di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun