Bayangkan sebuah desa kecil di pelosok negeri, di mana anak-anak harus berjalan berkilometer jauhnya melewati jalan berbatu dan berlumpur hanya untuk pergi ke sekolah. Seorang ibu yang sedang hamil harus menempuh perjalanan berjam-jam dengan kendaraan seadanya menuju rumah sakit terdekat, sementara para petani kesulitan membawa hasil panennya ke pasar karena tidak adanya jalan yang layak. Ini bukan sekadar gambaran dramatis dalam sebuah cerita, melainkan kenyataan yang masih dihadapi oleh banyak masyarakat desa di Indonesia.
Ketimpangan pembangunan infrastruktur antara desa dan kota telah menjadi masalah klasik yang terus berulang. Dalam berbagai kesempatan, pemerintah selalu menggaungkan program pembangunan yang inklusif, tetapi realitas di lapangan menunjukkan bahwa desa-desa masih mengalami keterbatasan akses terhadap fasilitas dasar seperti jalan, listrik, air bersih, dan internet. Padahal, tanpa infrastruktur yang memadai, upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa akan menemui jalan buntu.
Lebih dari sekadar kebutuhan dasar, pemerataan infrastruktur di pedesaan adalah kunci utama untuk membuka aksesibilitas, baik dalam hal ekonomi, pendidikan, maupun kesehatan. Infrastruktur yang baik memungkinkan desa untuk berkembang, meningkatkan daya saing, dan memberikan kesempatan bagi warganya untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Tanpa pemerataan pembangunan, desa akan terus terjebak dalam siklus ketertinggalan, sementara kota semakin maju dengan segala fasilitasnya.
Masalah Lama yang Tak Kunjung Usai
Pemerintah telah mencanangkan berbagai program untuk membangun infrastruktur di desa, mulai dari pembangunan jalan, penyediaan listrik, hingga akses internet. Namun, mengapa ketimpangan ini masih terus terjadi? Salah satu penyebab utama adalah alokasi anggaran yang tidak proporsional. Kota-kota besar selalu menjadi prioritas utama dalam pembangunan karena dianggap sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, desa sering kali hanya mendapatkan sisa anggaran yang jumlahnya jauh dari cukup untuk membangun infrastruktur yang layak.
Selain itu, kondisi geografis juga menjadi tantangan yang cukup besar. Banyak desa yang terletak di daerah terpencil, pegunungan, atau bahkan kepulauan yang sulit dijangkau. Pembangunan di daerah seperti ini membutuhkan biaya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pembangunan di wilayah perkotaan yang sudah memiliki akses jalan dan sumber daya yang lebih memadai.
Tak hanya soal dana dan lokasi, kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah juga menjadi hambatan besar. Banyak proyek infrastruktur desa yang mangkrak karena adanya ketidaksesuaian kebijakan, tumpang tindih perencanaan, atau bahkan praktik korupsi yang menghambat realisasi pembangunan. Akibatnya, program-program yang seharusnya memberikan dampak positif bagi masyarakat desa justru tidak berjalan dengan optimal.
Dampak Infrastruktur yang Tidak Merata terhadap Aksesibilitas
Dampak dari ketimpangan infrastruktur ini sangat nyata dan dirasakan oleh masyarakat desa setiap hari. Salah satu aspek yang paling terdampak adalah aksesibilitas, yang mencakup berbagai sektor kehidupan.
Transportasi dan Konektivitas