Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Kita Suka Berbelanja Sebelum Hari Raya?

8 Februari 2025   07:41 Diperbarui: 8 Februari 2025   07:41 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Berbelanja.Pixabay.com/gonghuimin468 

Setiap kali hari raya semakin dekat, suasana di pusat perbelanjaan maupun platform e-commerce berubah drastis. Keramaian meningkat, antrean kasir mengular, dan promo-promo besar-besaran membanjiri etalase toko serta laman digital. Dari kota besar hingga pelosok desa, masyarakat begitu antusias memburu berbagai keperluan mulai dari pakaian, makanan, hingga pernak-pernik dekorasi rumah. Seolah-olah ada dorongan yang tidak bisa ditolak, yang membuat kita selalu ingin berbelanja lebih banyak dari biasanya.

Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi hampir di seluruh dunia. Perayaan seperti Idulfitri, Natal, Imlek, Deepavali, atau bahkan Tahun Baru menjadi momen di mana tingkat konsumsi masyarakat melonjak drastis. Tetapi, apa sebenarnya yang mendorong kita untuk lebih konsumtif menjelang hari raya? Apakah ini sekadar tradisi atau ada faktor psikologis dan ekonomi yang lebih kompleks?

Psikologi di Balik Euforia Belanja Hari Raya

Jika diperhatikan lebih dalam, dorongan untuk berbelanja menjelang hari raya tidak sekadar berasal dari kebutuhan, tetapi juga dari emosi dan psikologi sosial. Para ahli perilaku konsumen menemukan bahwa perasaan bahagia dan antusias terhadap hari raya memicu keinginan untuk membeli sesuatu yang baru.

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh psikolog konsumen Kit Yarrow, dijelaskan bahwa berbelanja bukan hanya tentang mendapatkan barang, tetapi juga tentang pengalaman emosional. Proses memilih, membeli, hingga membayangkan bagaimana barang tersebut akan digunakan di hari raya memberikan kepuasan tersendiri. Inilah yang disebut sebagai shopping euphoria, di mana belanja menjadi cara untuk mengekspresikan kegembiraan.

Selain itu, ada konsep psikologis yang dikenal sebagai ritualistic shopping, yaitu kebiasaan berbelanja yang telah menjadi bagian dari ritual atau tradisi tahunan. Misalnya, dalam budaya masyarakat Indonesia, membeli baju baru untuk Lebaran bukan hanya sekadar gaya, tetapi juga bagian dari simbolisasi menyambut hari kemenangan dengan sesuatu yang bersih dan segar. Hal ini telah dilakukan sejak lama dan terus diwariskan dari generasi ke generasi.

Strategi Pemasaran yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Tidak dapat disangkal bahwa industri ritel dan e-commerce sangat memahami pola perilaku konsumtif masyarakat menjelang hari raya. Mereka dengan cermat menerapkan berbagai strategi pemasaran untuk mendorong lebih banyak transaksi, mulai dari diskon besar-besaran, bundling produk, hingga penggunaan teknik pemasaran berbasis urgensi seperti flash sale atau limited stock.

Konsep ini juga diperkuat dengan teori loss aversion, yang dikembangkan oleh Daniel Kahneman dan Amos Tversky dalam riset ekonomi perilaku mereka. Teori ini menjelaskan bahwa manusia cenderung lebih takut kehilangan sesuatu dibandingkan dengan mendapatkan sesuatu. Ketika melihat iklan bertuliskan "Diskon 70% hanya hari ini!", kita merasa seolah-olah akan kehilangan kesempatan besar jika tidak segera membeli. Inilah yang akhirnya mendorong keputusan impulsif dalam berbelanja.

Selain itu, tren belanja online juga semakin memperkuat kebiasaan konsumtif. Dengan algoritma yang menyesuaikan iklan berdasarkan preferensi pengguna, konsumen terus menerus terpapar dengan produk-produk yang menggoda, bahkan tanpa mereka sadari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun