Mohon tunggu...
Frankincense
Frankincense Mohon Tunggu... Administrasi - flame of intuition

bukan pujangga yang pandai merangkai kata, hanya ingin menumpahkan inspirasi dengan literasi menguntai pena. Kata dapat memburu-buru kita untuk menyampaikan perasaan dan sensasi yang sebenarnya belum kita rasakan. Tetapi, kata juga bisa menggerakkan kita. Terkadang, kita tidak mengakui kebenaran sebelum mengucapkannya keras-keras. Salam hangat Kompasianers... Blog: franshare.blogspot.com Web: frame.simplesite.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bokor (2)

6 April 2019   17:27 Diperbarui: 6 April 2019   17:31 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BOKOR - Bounce Kite Orange

"Ben iyiyim...hey gen, ne Sen balama ile Narenciye  iekli ?  (Baik... Hai anak muda, bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Narenciye?)" tanya Kakek Kemal setelah mereka saling berjabat tangan.

"Eh, ne dede ama...?  (Eh, apa maksud kakek...?)" tanya Boma sambil  duduk bersama kakek Kemal di bawah rerimbunan pohon Maple di pinggiran kebun jeruk di pekarangan belakang rumah keluarga Narenciye. Saat itu Limonata sedang masuk ke dalam rumah untuk menyiapkan suguhan pada mereka, sementara Narenciye sedang keluar rumah. Cuaca hari itu sedang terik sekali.

"Lha...o zamana kadar Sen icin  ile kadn uralarda yatl almamak ayrlmak... belli vardr bir ey ki...ehem...ehem...?  (Lha sampai pada waktu itu kau menghabiskan cutimu untuk bercengkrama dengan dia di sini... pasti ada sesuatu yang...ehem..ehem..?)" celetuk kakek Kemal berdehem menggoda sambil menyikut lirih pinggang Boma.

"Ah...bu Dede baka bir ey aka yapmak, Ben ile Narenciye yalnzca. Ayrca, Ben de pot krma kadar sramasna kadn ve baygn boyunca gnlk ... bu yzden Ben kt duygu hzla ekmek kadn...  (Ah... kakek ini bisa saja bercandanya, saya tidak ada apa-apa kok dengan Narenciye. Lagipula, saya juga membuat kesalahan sehingga menceburkan dia dan pingsan selama tiga hari... jadi saya tidak enak langsung meninggalkannya...)" bela Boma sambil mendorong ke arah sebaliknya sikutan kakek Kemal dan berusaha bersikap pura-pura tidak tahu maksudnya.  

"Eh, gen duymak...bu Ben yallk ve bilmeyen ne zaman lm dei gelmek. yle, belki eskiden olmak... belki Ben istemek hela grmce Narenciye var hayat arkada. Grmek, imdi zellikle kadn sonra ykseltmek ergin. En nemli ey hakknda kadn sonra Ben syleme sana ve Ben mutluluklar Sen olacak elemek ile kadn... (Eh, dengar nak... aku ini sudah tua dan tidak tahu kapan ajalku datang. Maka, setidaknya sebelum terjadi... setidaknya aku ingin dapat melihat Narenciye memiliki pendamping hidup. Nah, apalagi sekarang dia sudah beranjak dewasa. Semua hal tentang dia sudah kuceritakan padamu dan aku merestuimu jika kau mau bersanding dengannya...)" Kakek Kemal berusaha mencomblangi Boma dengan bujuk-restunya.

"Ve karlalmasna Sen bilmek gen, sonra Sen geriye gitme... Ben eletirmek ile Narenciye hakknda Sen..  (Dan perlu kamu tahu nak, setelah kamu pulang... aku berdiskusi dengan Narenciye mengenaimu...)" tukas kakek Kemal lebih lanjut yang membuat darah Boma seperti tersirap naik dan membuatnya hampir terkejut setengah mati.

"Eh, Ben...?  (Eh, aku...?)" tanggap Boma terheran-heran sambil menunjuk jari tangan ke arah dadanya. Kakek Kemal mengangguk-angguk sambil tersenyum dan mulai mengutarakan diskusi itu.

Boma mulai dirasuki pikiran tidak karuan, bagaimana tidak... kata-kata Kakek Kemal barusan seperti membuatnya bagaikan tersengat listrik 10.000 volt. Apa gerangan mereka ini, maksud kedatangannya hanya ingin menengok saja seperti menjadi suatu pertambahan suprising lain terselubung menantinya. Apalagi ia baru bertemu dan bercengkrama dengan mereka beberapa waktu lalu akibat kecerobohannya. Percandaan yang sepertinya menjadi tidak sekedar bercanda saja, lebih seperti interogasi tuyul...antara ada dan tiada yang masih samar-samar chemistry-nya. Seperti mensugesti halus secara pokok yang terkesan memburu dan mendesak.

***

"Eh...?" Boma terjaga dari tidur nyenyak dan terhenyak melihat Narenciye tergolek di tempat tidur yang sama dengannya sambil salah satu lengan tergenggam olehnya dan meninggalkan bekas rona merah cap jari tangannya. Kepalanya masih terasa agak berat dan pening ditambah lagi kelopak matanya yang sayu oleh gumpalan ketep. Ia pun mengusap-usap kedua kelopak matanya dan mulai memperhatikan sekitar ruangannya berada. Pandangannya terhenti ketika bertemu keanehan daun pintu yang mulai bergerak membuka. Munculah sosok mungil wajah si Mona yang nongol sambil tersenyum yang kali ini lebih terkesan bermisteri daripada kejenakaaannya. Kemudian ia menghambur ke arah Boma yang masih di atas kasur.

"Evet oyu Abi sonra yataktan kalkmak, istemek Ben iki  getirmek...?  (Kakak sudah bangun ya, mau aku bawakan minum...?" tanya Mona dengan lugunya sambil tersenyum sumringah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun