Mohon tunggu...
Frankincense
Frankincense Mohon Tunggu... Administrasi - flame of intuition

bukan pujangga yang pandai merangkai kata, hanya ingin menumpahkan inspirasi dengan literasi menguntai pena. Kata dapat memburu-buru kita untuk menyampaikan perasaan dan sensasi yang sebenarnya belum kita rasakan. Tetapi, kata juga bisa menggerakkan kita. Terkadang, kita tidak mengakui kebenaran sebelum mengucapkannya keras-keras. Salam hangat Kompasianers... Blog: franshare.blogspot.com Web: frame.simplesite.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Again | Atlantis Genesis at Indonesian

2 Februari 2018   05:39 Diperbarui: 2 Februari 2018   05:43 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
frame.simplesite.com

"Aku saja yang cerita, Aku bagian dari penyatuan mereka....hehehe..Aku sering memergoki mereka pernah berdua-duaan saat pergi ke sungai dekat kandang di goa belakang itu."

Salido memandang nakal Inan dan Minang sambil nyengir kuda. Minang pun berusaha menjawil Salido untuk mencubitnya. Anak-anak Inan dan Minang pun saling bersorak riang melihat pergulatan Salido menghindari serangan Minang.

"Aku pun mencoba selalu mengajak pergi Inan ke belakang saat Minang sedang di sana sendirian, dan kemudian meninggalkan mereka berdua...hihihi."

Minang pun semakin geregetan ingin memukuli Salido sambil tangannya mencoba menggapai tempat Salido duduk, Salido pun beranjak mengelak.

"Hahaha...sudah...sudah... janganlah kalian bertengkar di depan Nak Cloth."

Ibu Minang berusaha melerai mereka dibantu Inan yang menenangkan Minang.

"Salido ini memang nakal, aku pun sering dibisiki olehnya untuk menyatakan pendapat cocok tidaknya jika Inan dan Minang bersatu. Dan memang karena Salido sering menggoda mereka inilah, adik-adik Minang pun setuju untuk mendukung Salido. Dan rombongan Inan lainnya pun juga berujar, alangkah baiknya jika salah satu dari mereka ada yang mengikat tali persaudaraan sebagai suatu keluarga baru karena kami telah menyelamatkan mereka."

Ibu Minang pun sedikit terbatuk-terbatuk, karena sebenarnya ia pun ingin tertawa lepas mengingat kenangan itu. Namun ia pun hanya tersenyum sumringah agar Minang tidak  terlalu tersipu. Minang pun segera menyuguhkan susu Kabau pada Ibunya untuk mengurangi batuknya.

"Hahaha... hebat benar kamu Salido..."

Tawa Cloth pun lepas sambil  tangannya menepuk-nepuk  bahu Salido dengan gemas. Salido tersenyum bangga melihat suasana malam ini menjadi begitu ceria untuk kedatangan Cloth. Malam semakin larut dan mereka pun segera membereskan makan malam mereka untuk kemudian beristirahat. Mereka tidur berderet di sepanjang ujung ruang gua di ceruk yang cukup lebar di kanan-kirinya, terpisah dari ruang mereka makan dan memasak. Esoknya, Cloth lebih banyak lagi berkenalan dengan seluruh penghuni gua yang belum ia temui di malam itu. Ternyata mereka belum begitu mengenal cara bercocok tanam, sehingga Cloth mengenalkan mereka seperti Ayahnya mengajarinya. Kelak Cloth akan menjadi "Bapa Para Petani", sedangkan adiknya sudah lebih dulu mendapat julukan "Bapa Para Gembala". Hablur pun mengajari para penghuni gua Minang ini beternak walau tidak secara langsung, dan Inan sebagai perantara mendapati wejangannya. Hingga semuanya mahir, suara Hablur pun hilang. Keturunan Minang pun nantinya akan terus berkembang dan membudaya di situ.

Setelah beberapa lama tinggal bersama para penghuni gua Minang dan mengajari mereka bercocok tanam, Cloth pun pamit melanjutkan perjalanan. Ia mendapati kembali titah Sang Pencipta untuk mendapati burung Garuda yang akan muncul di Kuok. Cloth pun tiba di desa Kuok dengan perasaan tercekam, bau anyir darah begitu segar menusuk indera penciumannya. Cloth pun menjadi terjaga dari sesuatu yang tidak diinginkan, karena ia mulai mendengar keributan. Pohon-pohon di sekitarnya berderak-derak kencang untuk kemudian melesak burung-burung Kuok yang berbulu hitam mengkilap dengan paruh tajam berhamburan. Cloth pun bersiaga dengan tongkatnya untuk menghalau mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun