Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya Berandau dan Politik

21 Juli 2020   19:53 Diperbarui: 21 Juli 2020   19:47 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: holamigo.id

Politik. Politik dan politik. Tiada hari tanpa politik. Menjelang pilkada ruang publik seakan selalu penuh sesak dengan politik. Berita tentang majunya putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon Wali Kota Solo merupakan salah satu contoh di mana politik seakan memenuhi ruang keseharian hidup kita.

Penulis bukan orang yang anti politik. Memandang bahwa politik itu kotor (biarpun kadang  nampak dengan jelas kotor dan bobroknya). Politik itu pada hakikatnya baik adanya karena tujuannya mendatangkan kesejahteraan bagi khalayak ramai (bonum commune).

Biarpun demikian, politik tidak harus berada di atas segala. Seolah menjadi ratu atau raja bagi kehidupan kita. Ada banyak segi lain dalam kehidupan bersama yang lebih berharga yang tidak cukup hanya dilihat dari sudut politik.

Kita sering mendengar orang mengatakan kalau tidak ada yang abadi dalam politik. Kawan bisa berubah menjadi lawan. Begitu juga sebaliknya. Antarsaudara bisa saling bermusuhan karena berbeda pilihan dan dukungan. Sungguh menyedihkan.

Untungnya, dalam kehidupan bersama ada sebuah budaya yang menjadikan kawan tetap sebagai kawan. Sauadara akan selalu menjadi saudara. Keluarga selamanya akan tetap menjadi keluarga. Budaya itu ialah berandau.

Sebelum berbicara lebih lanjut soal berandau, saya ingin terlebih dahulu ingin mengucapkan terima kasih kepada Mas Kris Banarto atas puisi "Daun Sirih"-nya. Berkat puisinyalah saya mendapat inspirasi menuliskan artikel ini. Sebab, daun sirih dan berandau mempunyai jalinan yang sangat erat.

Anda tahu apa itu berandau? Berandau merupakan bahasa Dayak, tepatnya suku Dayak Desa, yang artinya bertamu atau bertandang. Ya, berandau merupakan budaya bertamu yang sampai hari ini masih terjaga di setiap subsuku Dayak yang hidup di bumi Borneo. Hanya saja mereka menyebutnya seturut bahasa masing-masing.

Saat berandau selalu menjadi saat yang indah, menyejukkan, menyenangkan, membahagiakan, dan seterusnya. Kadang sampai lupa waktu saking asyiknya bercengkerama dengan kerabat dan sanak keluarga.

Mengapa orang berandau tentu saja didorong oleh beragam alasan. Namun, seringkali juga orang bertandang tanpa perlu ada alasan, sebab mereka yakin kehadiran mereka akan diterima dengan baik dan ramah. Bahkan saat kita sedang berjalan pun, kadang tuan rumah memaksa supaya kita singgah barang sejenak. Begitulah indahnya hidup dalam kasih dan persaudaraan.

Lalu, apa kaitannya daun sirih dan berandau? Sangat erat. Karena, hanya datang untuk nyirih menjadi alasan lain mengapa warga berandau. Bisa jadi sirih atau pinang di rumahnya sudah habis. Atau bisa juga ingin mereasakan pinang tetangganya, sebab ada beberapa jenis pinang yang katanya enak untuk nyirih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun