Mohon tunggu...
Francisco Runggat
Francisco Runggat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang

Menulislah agar engkau tidak mati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Covid 19 dan Konspirasi Milyuner Dunia

10 Maret 2022   02:11 Diperbarui: 10 Maret 2022   02:12 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah 2 tahun belakangan ini Indonesia hidup dalam bayang-bayang 'kematian'. Ya, virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan pada desember 2019 ini telah merebak, menjangkiti dan menjadi pandemi di Indonesia sejak maret 2020. Pasien positif corona pertama Indonesia sendiri baru diketahui pada 2 maret 2020 namun berdasarkan keterangan dari pakar Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Indonesia yang dilansir dari detik.com virus corona telah masuk ke Indonesia sejak minggu ke-3 januari 2020. Pernyataan FKM UI ini berdasarkan pada laporan kasus orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) di salah satu daerah sejak minggu ke-3 Januari 2020. Sejak saat itu virus corona mulai merebak ke hampir seluruh pelosok negeri dan semakin hari semakin banyak orang yang terpapar atau bahkan dilaporkan meninggal karena virus ini.

Indonesia sendiri akhirnya membuat berbagai kebijakan untuk menekan laju penyebaran virus ini mulai dari kewajiban menggunakan masker di tempat-tempat umum, menjaga jarak atau yang lebih dikenal dengan istilah social distancing, rajin mencuci tangan, pembatasan-pembatasan kegiatan masyarakat seperti ditutupnya pusat-pusat keramaian hingga kebijakan pembatasan memasuki suatu daerah. Dari bulan ke bulan sejak maret 2020 kita telah merasakan berbagai startegi pemerintah, mall yang ditutup atau hanya buka setengah hari, sekolah dan kampus yang harus melaksanakan proses belajar mengajar secara daring, kantor-kantor yang harus memberlakukan work from home ataupun pembatasan jumlah karyawan yang hadir hingga yang paling sering diperpanjang hingga akhir-akhir ini adalah PPKM atau pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat.

Berbagai kebijakan itu dibuat dan diberlakukan untuk menekan penyebaran virus corona ini namun di satu sisi pemerintah sepertinya lupa untuk menguatkan imun masyarakatnya. Virus ini dikatakan mudah menyerang mereka yang memiliki imun rendah, sementara imun tubuh sendiri dapat dipengaruhi oleh pola pikir manusia itu sendiri. Bagaimana imun mau meningkat apabila pola pikir masyarakat selalu dimasuki berita-berita negatif tentang virus corona ini. Kasus positif yang meningkat setiap hari, angka kematian yang terus ditampilkan di hampir semua media setiap saat serta bagaimana masifnya virus ini menyerang Indonesia tanpa di imbangi dengan berita-berita positif yang dapat membantu masyarakat memiliki pikiran positif agar imun tetap terjaga. Pemerintah hanya terus-terusan 'menakut-nakuti' masyarakat dengan informasi-informasi tentang betapa 'mematikan'nya virus ini.

Setelah kurang lebih 2 tahun bergulat dalam keadaan seperti ini akhirnya banyak yang mempertanyakan sampai kapan kah keadaan ini akan berakhir?kapan kah kita bisa hidup normal seperti dulu lagi?. Jauh sebelum pertanyaan-pertanyaan itu muncul dan keadaan yang semakin kacau oleh karena pandemi yang tak berkesudahan ini muncul pendapat-pendapat di 'grass root' kalau pandemi ini hanyalah sebuah konspirasi. Konspirasi yang diciptakan oleh para milyuner dunia yang ingin menguasai bumi. Menyebarkan virus lalu membuat dan menggiring opini agar dunia percaya bahwa apa yang mereka beritakan itu adalah sebuah bahaya yang dapat mengancam keberlangsungan hidup manusia di bumi.

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mungkin pandemi ini dikatakan sebagai sebuah konspirasi?mari bersama-sama kita flashback sejenak,  masih ingat dokter Terawan? Seorang dokter yang juga merupakan seorang jenderal angkatan darat Indonesia yang pada 2020 pernah diberi penghargaan oleh WHO karena berhasil menangani covid 19 di Indonesia dengan angka positif yang landai. Beliau diberhentikan dari jabatan sebagai menteri kesehatan karena pernyataan-pernyataan beliau yang dianggap kontroversi tentang penggunaan masker. Ibu Siti Fadilah Supari yang juga pernah menjabat sebagai menteri kesehatan dipenjara dengan tuduhan kasus korupsi, namun adakah yang tau kalau beliau pernah menghentikan virus flu burung tanpa vaksin?atau kenalkah anda dengan salah seorang milyuner dunia, Bill gates? Yang ternyata jauh sebelum pandemi corona ini ada sudah meramalkan bahwa akan terjadi pandemi pada dunia dan ia telah memiliki vaksinnya (jauh sebelum pandemi covid 19 ada).

Dalam sebuah acara podcast bersama Deddy Corbuzier tahun lalu, Ibu Siti Fadilah Supari mengungkapkan bahwa mungkin saja pandemi adalah sebuah konspirasi. Pernyataan ini bukan tanpa alasan yang jelas, lebih lanjut beliau menjabarkan bagaimana mungkin seseorang yang bukan ahli di bidang medis, bukan dokter dan (mungkin) tidak pernah belajar ilmu kedokteran tapi bisa mengatakan bahwa dunia akan diterpa pandemi virus?bahkan telah memiliki vaksinnya. Pada zaman beliau menjabat sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia Beliau pernah 'melawan' WHO(organisasi kesehatan dunia) tentang virus flu burung yang menurut beliau virus tersebut tidak dapat menular dari manusia ke manusia sementara WHO tetap menyatakan bahwa virus itu menular. Dan ternyata apa yang Ibu Siti Fadilah katakan terbukti benar, namun Siti Fadilah hanyalah seorang manusia biasa yang tak berdaya ketika harus berhadapan dengan organisasi besar (tingkat dunia) dan negara adidaya sehingga politik lah yang membuatnya harus membuatnya mendekam di dalam penjara dengan tuduhan yang lain.

Ok, sekarang mari kita lihat realita kehidupan kita saat ini. Ketika virus corona ini muncul di Wuhan, kota tersebut langsung bak kota mati, semua media masa baik cetak, elektronik maupun digital memberitakannya. Lalu apa yang WHO lakukan? Memberitakan 'keganasan' virus ini, semua berita di framming agar masyarakat dunia merasa was-was, menjadi takut, negara-negara di dunia kemudian perlahan-lahan menerima dampaknya. Pada bulan-bulan awal 2020 banyak negara seolah berlomba menjadi nomor 1 dalam hal jumlah orang yang terpapar. Semua negara terdampak pun akhirnya harus mengambil langkah politik, mengikuti anjuran dari WHO tentang prokes meski pada saat itu WHO juga belum tau darimana awalnya virus ini.

Selanjutnya, banyak negara termasuk Indonesia harus menanggung akibat dari 'permainan' politik ini karena ekonomi menurun, banyak orang kehilangan penghasilan, kehilangan pekerjaan, bahkan sampai kehilangan anggota keluarga karena meninggal. Tata kehidupan bermasyarakat pun berubah drastis, hampir semua kegiatan dilakukan via internet, berbagai aplikasi pun muncul untuk mendukung 'aktifitas baru' ini. Anak-anak di di desa dan anak-anak kurang mampu harus 'memaksa' orangtua mereka untuk menyediakan gawai beserta kuota internet yang tentu saja tidak murah,  kalau kita mau mencoba berpikir siapa yang diuntungkan dari itu semua?kemana uang-uang yang kita gelontorkan untuk membeli gawai, membeli kuota internet mengalir? serta durasi kita mengakses internet yang bertambah?

Masih ingatkah anda ketika anda ingin berpindah dari suatu kota ke kota lain anda harus melakukan beberapa tes yang menyatakan bahwa anda tidak terpapar virus ini? Saya masih ingat betul ketika saya hendak ke Jakarta dari Probolinggo, saya harus menjalani tes dan pada saat itu tes yang dilakukan adalah pengambilan sampel darah dengan biaya yang tidak murah. Lalu kemudian mulai lah bermunculan tes-tes serupa dengan berbagai nama,  PCR, ANTIGEN, SWAB, dll dan kembali lagi tes-tes itu tidak murah. Kemanakah uang-uang itu mengalir?atau pernahkah kita berpikir darimanakah alat-alat tes itu berasal?pada siapakah pemerintah membeli alat-alat itu?

Lalu setelah dunia dibuat morat-marit dengan keadaan pandemi yang berlangsung cukup lama itu, muncul lah 'ia' yang bukan dokter, bukan pakar dibidang kedokteran menawarkan vaksin untuk mengatasi virus corona ini. Vaksin ini tentu saja tidak gratis, negara-negara yang membutuhkan harus membeli pada yang menyediakannya. Masalah tidak berhenti disitu karena ternyata satu orang tidak cukup bila hanya diberikan dosis satu kali vaksin saja tetapi harus 2x pemberian. Tapi berita-berita tentang angka penularan dan angka kematian tetap membanjiri media kita. Seolah-olah meskipun telah diberikan vaksin tapi otak kita tetap 'dipaksa' untuk tetap merasa khawatir, tetap merasa takut terhadap virus itu, tetap merasa takut untuk beraktifitas normal seperti sebelumnya. Berbagai kebijakan politik pun diambil pemerintah yaitu dengan PPKM yang berjilid-jilid, berbagai daerah diisolasi dengan label "red zone", "orange", "yellow", sampai "green zone" yang tak ubahnya malah semakin membuat masyarakat takut.

Setelah hidup dalam bayang-bayang ketakutan yang diciptakannya sendiri, kini pemerintah seakan inkonsistensi dengan kebijakan-kebijakannya terkait penanganan covid 19 ini. Dimulai dari hanya orang-orang yang negatif dari tes SWAB/ANTIGEN/PCR saja yang boleh melakukan aktifitas di tempat umum, kemudian muncullah kebijakan harus mendapat vaksin untuk bisa mengakses beberapa fasilitas umum. Ketika varian omicron muncul pemerintah mengumumkan gelombang ketiga dan menyatakan meski sudah mendapat vaksin kedua kita masih mungkin terpapar sehingga harus menerima vaksin booster. Beberapa waktu lalu sempat viral kasus-kasus seperti ini namun pernyataan kontra justru keluar dari menko kemaritiman menanggapi dengan pernyataan "kalau sudah vaksin 2x jalan-jalan saja ke mall" dan beberapa hari kemudian beliau juga mengeluarkan statement bahwa pertandingan sepakbola liga 1 Indonesia boleh dihadiri penonton dengan syarat wajib vaksin booster. Kini kembali keluar pernyataan dari pemerintah yang menyatakan bahwa penumpang pesawat udara tidak perlu lagi melakukan PCR dan semacamnya disusul dengan berita bahwa penumpang KRL  JABODETABEK kini tidak perlu lagi duduk berjarak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun