Mohon tunggu...
Fransiskus Nong Budi
Fransiskus Nong Budi Mohon Tunggu... Penulis - Franceisco Nonk

Fransiskus Nong Budi (FNB) berasal dari Koting, Maumere, Flores, NTT. Nong merupakan anggota Kongregasi Pasionis (CP). Menyelesaikan filsafat-teologi di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Widya Sasana Malang pada medio 2017 dan teologinya di Sekolah Tinggi Teologi (STT) Pastor Bonus Pontianak pada pertengahan 2020. Karya literasinya berjudul "ADA-ti-ADA: Sebuah Pengelanaan Fenomenologis bersama Heidegger" (Leutikaprio: Yogyakarta, 2018). Perhatiannya atas Fenomenologi membawanya pada karya Mari Menjadi Aslimu Aslama yang Wazan Fa’lan dan Wazan Fa’il: Sebuah Sapaan dalam Keseharian Kita tentang Terorisme dan Radikalisme (Ellunar, 2019). Bersama Komunitas Menulis Sahabat Bintang ia terlibat dalam penulisan Sepucuk Cerita Bantu Donggala: Kumpulan Cerpen dan Puisi (Bintang Pelangi, 2018). Bersama Komunitas Menulis Sastra Segar ia ikut ambil bagian dalam penulisan Harapan (Anlitera, 2019). Ia berkontribusi pula bagi Derit Pamit (Mandala, 2019) dan His Friends (Lingkar Pena Media, 2019). Sejumlah karya tulis telah dipublikasikan di aneka jurnal ilmiah. Karya filosofis terkininya ialah “Temporalitas dan Keseharian: Perspektif Skedios Heidegger” (Jejak Publisher, 2019). Sementara karya Metapoeitikanya terkini ialah “Kata Yang Tinggal” (Guepedia Publisher, 2019). “Setelah 75?” (Guepedia Publisher, 2019) merupakan karyanya pula. Nonk kini menggagas Metapoeitika sebagai sebuah Skedios (sketsa) dalam alam literasi Poeitika. Salah satu perwujudan Metapoetika ialah "Dimensi Karsa Kehidupan" (2021).

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Revolusi Voetbal

10 Agustus 2020   15:11 Diperbarui: 10 Agustus 2020   23:25 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penduduk Indonesia sudah akrab dengan sepak bola. Keakraban itu bukan hal yang lumrah sebab sejak berdirinya Indonesia, sepak bola sudah mulai tertanam. Olah raga sepak bola mulai dikenal oleh rakyat sejak periode imperialisme Belanda. Imperium Belanda-lah yang memperkenalkannya kepada penduduk setempat.

Istilah yang dikenal ialah Voetbal, sebuah term bahasa Belanda yang artinya sepak bola. Salah satu organisasi sepak bola yang terkenal pada waktu itu ialah Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB). Organisasi tersebut berdiri sekitar tahun 1930.

Sepak bola Indonesia ternyata berevolusi dari Voetbal. Perjalanan panjang yang ditempuhnya menghantarkan kita pada pengenalan, bahkan keakraban.

Organisai sepak bola yang sekarang dikenal sebagai PSSI merupakan wujud dari evolusi tersebut. PSSI merupakan lembaga yang usianya seangkatan dengan NIVB. Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) didirikan pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta.

Realitas sepak bola tanah air di era modern ini menampilkan wajah yang kolot. Di tengah modernitas sepak bola dunia, Indonesia justru tampil sama sekali tidak "Modern". Sepak bola Indonesia mencitrakan "Sepak Bola Pertama" (The First Football).

Sepak bola Indonesia tampil seperti permainan Episkyros di Yunani, atau seperti permainan Harpastum khas bangsa Romawi, atau seperti permainan Hurling di Celtic, dan di satu sisi seperti Tsuchu di China, yaitu suatu permainan mirip bola kaki yang dipakai sebagai latihan fisik para tentara Dinasti Han. Perbandingan ini hanyalah cara menyimak realitas sepak bola yang tampil saat ini di Indonesia.

Sepak bola Indonesia sedang dilanda problem "kuno" sepak bola. Masalah yang kurang relevan lagi dengan modernitas sepak bola dunia. Persoalan sepak bola kita kelihatan masih kuno, tetapi hanya ditutupi dengan topeng modernitas.

Para pencinta sepak bola tanah air 'frustrasi' dengan berbagai kegagalan timnas kebanggaannya. Kekecewaan itu membanjiri media sosial saat Timnas Indonesia -- tim senior dan U-19 -- gagal dalam beberapa event. Semua pihak yang terkait dengan timnas dicemooh.

Di samping itu ada juga fenomena kekerasan dalam sepak bola yang 'membunuh' manusia. Perilaku kasar antarpemain, antara pemain dan wasit, dan antarsuporter.  

Belum lagi kekacauan liga. Carut-marut jadwal dan cara pelaksanaan sepak bola yang melahirkan dualisme. Beberapa lembaga dan organisasi sepak bola berusaha mengklaim diri sebagai yang paling bagus, baik, dan legal.

Bahkan "sepak bola politik" juga terjadi di Indonesia. Di sana ada pengaturan skor, penunggakan gaji pemain dan yang paling fenomenal ialah "Sepak Bola Gajah". Semuanya ini hendak menunjukkan bahwa sepak bola Indonesia tidak berdiri di atas SISTEM. Oleh sebab itu, revolusi voetbal menjadi sangat penting di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun