Indonesia memegang stir presidensi G20 di 2022. Salah satu proyek inti yang hendak diperbaiki oleh Indonesia adalah memberikan dukungan penuh pada investasi hijau yang berkelanjutan. Berhasilnya niat mulia ini ditentukan oleh kinerja dari pelbagai pihak, termasuk peran serta Bank Indonesia.
Dalam satu tulisan opini, saya menuangkanperhatian, pengamatan, dan harapan pada Indonesia bagaimana negara ini dapat berpartisipasi aktif dalam merestorasi lingkungan hidup yang kian tercemari dan rusak ("G20 dan Restorasi Ekologis" dalam Kompas.id pada 4 Mei 2022 pukul 11:00 WIB).
Salah satu efek yang saya amati dari pencemaran lingkungan hidup adalah naiknya suhu di muka bumi dan berlaku secara global (global climate change). Saat ini, dikatakan suhu di muka bumi naik hingga 1,5 derajat Celcius.Â
Kenaikan suhu tersebut terasa hingga ke tempat-tempat di dataran tinggi dengan suhu yang cukup dingin. Sungguh terasa bahwa, rata-rata suhu di dataran tinggi sudah mulai panas.
Saya sungguh menaruh perhatian atas krisis global ini yang tentunya akan memberikan dampak pada pelbagai sistem kehidupan manusia dan keseimbangan ekosistem. Satu harapan sekaligus proyek saya adalah mendukung serta mendorong berkembangnya restorasi ekologi.
Transisi hijau
Salah satu tindakan yang perlu dilakukan sebagai wujud nyata dari restorasi ekologis adalah melangkah menuju transisi hijau. Hal seperti ini juga ditekankan oleh Prof Dr Emil Salim - ekonom senior dan tokoh lingkungan hidup - yang saya tangkap saat mengikuti Kompas Talks bersama Greenpeace Indonesia pada 2 Maret 2022 yang lalu dengan tajuk "Pentingnya Transisi Hijau untuk Mengatasi Krisis Iklim".
Perhatian tersebut juga menjadi fokus dalam tiga isu prioritas presidensi G20 Indonesia dengan tajuk transisi energi berkelanjutan dan anak dari agenda G20 dalam arus isu Sherpa track.
Transisi hijau dan transisi energi berkelanjutan, pada dasarnya, dimaksudkan untuk menggiring masyarakat Indonesia untuk sampai pada kesadaran, motivasi, dan dukungan pada pengoptimalan hidup yang hijau. Artinya, masyarakat perlahan-lahan meninggalkan kebiasaan hedonis dan konsumeris yang menghasilkan polusi berbahaya ke alam serta mengeksploitasi alam secara rakus.
Tentunya, apa yang dicita-citakan di atas akan bersinggungan dengan pembaruan sistem ekonomi dan investasi. Kedua hal tersebut harus diberikan perhatian khusus mengingat tingkat ekonomi dan investasi saat ini sudah kurang memperhatikan kaidah ekologis.