Mohon tunggu...
Fradj Ledjab
Fradj Ledjab Mohon Tunggu... Guru - Peziarah

Coretan Dinding Sang Peziarah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mereka Itu Sahabat Kaisar

13 Juni 2021   12:32 Diperbarui: 13 Juni 2021   12:41 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fradj Ledjab (dokpri)

Suatu waktu saya mendapat undangan untuk sebuah acara. Sebagai tamu undangan, saya diterima dan dihantar pramu tamu untuk menempati kursi-kursi yang telah disiapkan untuk para undangan. Entah kebetulan atau tidak, saya duduk di antara dua teman yang kami sudah saling kenal. Kami mengikuti acara itu dengan khikmad, sesekali berbisik dalam nada guyonan. 

Teman di sebelah kanan saya memang terkenal kritis bahkan sampai ikat rambut perempuan pun ia kritisi. Yang sebelah kiri orangnya lebih santai, lucu dan suka ceplas ceplos. 

Dalam guyonan itu tiba-tiba teman di sebelah kanan mengeluarkan semacam sebuah statement yang tujuannya ke saya. Dia bilang, "teman, sebenarnya yang paling layak untuk berdiri di depan sana bersama yang lain itu kamu". Lalu sontak saja teman di sebelah kiri berseloroh, " mereka semua yang di depan itu Sahabat Kaisar ". Cukup begitu dulu ceritanya karena setelah itu acara makan-makan, foto-foto, dan pulang. 

Kalimat Sahabat Kaisar ini mengingatkan saya pada sebuah adegan penyaliban Yesus di mana rakyat berteriak dan menuntut Pontius Pilatus untuk memenangkan tujuan dan kepentingan mereka. 

 "Jikalau engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Setiap orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar"(Yoh 19:12). Sedikit mengingatkan hubungan Pilatus dan Kaisar waktu itu. Pilatus adalah Wali Negeri (Perwakilan Romawi) di Yudea pada saat Kekaisaran Romawi Kuno diperintah oleh Kaisar Tiberius (14-37 M) ketika Mesias (Yesus) aktif melayani (Luk 3:1). 

Sebagai Perwakilan Romawi, Pilatus harus tunduk dan taat pada Kaisar. Kedudukannya tidak cukup kuat untuk melawan apalagi membantah kaisar. 

Adegan Pilatus cuci tangan dalam drama penyaliban Yesus menjadi contoh bagaimana kedudukan dan posisi yang lebih rendah tidak cukup kuat untuk melawan 'komandan'. 

Dalam konteks ini Pilatus yang cuci tangan tidak saja sebagai bentuk lempar tanggung jawab namun sebagai simbolisasi ketidakberdayaan dalam pengambilan keputusan secara otonom. Kita tidak menafikan itikad baik Pilatus untuk membebaskan Yesus (bdk Yoh 19:12) apalagi Yesus tidak terbukti secara hukum melakukan tindakan kesalahan atau kejahatan. 

"Lihatlah, aku membawa Dia ke luar kepada kamu, supaya kamu tahu, bahwa aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya" (Yoh 19:4). Namun kebenaran tidak cukup kuat menghadapi tekanan yang ditunggangi kepentingan apalagi menyangkut kepentingan kelompok. Hukum kebenaran umum menjadi melempem disaat kedudukan, jabatan, posisi, dirasa mulai terancam. Orang akhirnya menerapkan hukum mereka sendiri, "Kata Pilatus kepada mereka: Ambillah dia dan hakimilah dia menurut hukum Tauratmu" (Yoh 19:31).

Semua kita tahu bahwa Nepotisme kekuasaan dan politik sudah ada sejak 2000an tahun lalu bahkan lebih lama dari itu. Hubungan darah, kekerabatan, keluarga, kesamaan haluan politik, sahabat politik, bisa menjadi pilihan utama sebagai 'juru' bisik dan mata-mata serta orang kepercayaan untuk bisa menjaga dan melindungi dinasti kekuasaan. 'Engkau bukan lagi sahabat kaisar jika engkau bebaskan Dia' (bdk Yoh 19:12) menjelaskan hal mana Pontius Pilatus adalah sahabat Kaisar Tiberius yang sekaligus big bosnya. Bisa jadi karena sahabat maka Tiberius mengangkat Pilatus sebagai perwakilannya di Yudea. 

Yesus yang adalah Raja (baca: kebenaran) dianggap sebagai ancaman terhadap eksistensi nepotisme kekuasaan dan primordialisme politik waktu itu. Bahkan Hukum Taurat yang dibuat Musa karena kebebalan dan keras tengkuk umat Israel waktu itu dengan tujuan mengembalikan mereka ke jalan kebenaran malah ditafsirkan sesuai dengan kepentingan bahkan bisa dibelokkan demi mencapai tujuan mereka. Kebenaran bukan lagi manjadi hakiki namun kepentinganlah yang utama dan hakiki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun