"Bapak saya, seorang buruh tani di desa, tak pernah tahu apa itu dana pensiun. Ia hanya tahu bahwa setiap pagi harus berangkat ke ladang orang. Kalau tidak bekerja, dapur tidak ngebul. Saat tua tiba, bukan istirahat yang datang, tapi penyakit dan tagihan."
Di kota-kota, topik soal dana pensiun mulai rutin dibahas dalam seminar motivasi dan konten perencanaan keuangan. Mulai dari "menabung sejak muda", "investasi untuk masa tua", hingga "kebebasan finansial di usia 50-an". Tapi di desa, obrolan tentang pensiun seperti bahan bercandaan yang getir. Bagaimana mungkin seorang buruh tani memikirkan pensiun, ketika makan hari ini saja belum tentu?
Pensiun: Kemewahan yang Tak Dikenal Buruh Tani
Sebagian orang bisa menabung untuk masa depan. Tapi sebagian lainnya masih sibuk memastikan bisa makan esok pagi. Buruh tani di desa bekerja dari subuh hingga sore dengan penghasilan yang tak pernah tetap. Upah harian mereka tergantung belas kasih pemilik lahan, hasil panen yang tak menentu, atau kadang hanya "upah sayang" yang bahkan tak cukup untuk beli beras sepekan.
Tidak ada BPJS Ketenagakerjaan. Tidak ada jaminan hari tua. Tidak ada THR, apalagi bonus. Bahkan banyak dari mereka tidak memiliki akses terhadap rekening bank, ATM, atau sistem keuangan digital.
Di tengah percakapan tentang "menyiapkan dana pensiun sejak muda", para buruh tani nyaris tidak pernah disebut. Padahal mereka adalah tulang punggung ketahanan pangan bangsa ini.
Muda Lelah Tua Tak Terancang
Anak-anak muda di desa juga menyadari kerasnya kenyataan ini. Banyak yang sejak usia belasan sudah bekerja di ladang, menggantikan orang tuanya yang tak kuat lagi mencangkul. Menabung? Berinvestasi? Ketika makan dua kali sehari saja sudah perjuangan, bagaimana mungkin merancang masa depan yang panjang?
Tak sedikit yang akhirnya memilih pergi merantau ke kota, bekerja sebagai buruh bangunan, penjaga toko, atau sopir ojek daring. Meninggalkan sawah dan ladang bukan karena mereka tak cinta tanah, tapi karena tanah tak lagi menjanjikan hidup.
Negara dan Ketimpangan
Pertanyaan besarnya adalah: siapa yang berhak untuk menikmati masa tua dengan tenang di negeri ini? Jawabannya bergantung pada struktur ekonomi yang sedang berjalan. Dalam sistem yang mengandalkan kerja upahan tanpa jaminan, mereka yang bekerja di sektor informal seperti buruh tani tidak punya tempat dalam perhitungan negara. Mereka dilupakan dalam data, apalagi dalam kebijakan.