Mohon tunggu...
Floury Handayani
Floury Handayani Mohon Tunggu... wirausahawan -

penjual gado-gado, pembelajar, suka membaca, sedang belajar menulis, suka masak, senang makan enak

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mau Cash atau KPR Tidak Masalah, Yang Penting Miliki Rumah Segera!

1 Oktober 2017   18:25 Diperbarui: 3 Oktober 2017   21:58 2215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dreamstime.com

Beli rumah atau apartemen, pilih cash atau kredit? Ya tunai lah..karena pasti lebih murah. Kalau ada salah satu iklan mobil yang bilang cash untung, kredit lebih untung, menurut saya patut dipertanyakan. Tapi jawaban atas pertanyaan di atas ternyata tidak semudah itu. Karena pembelian rumah melibatkan nilai uang yang besar, tidak semua orang memiliki uang banyak atau dapat mengumpulkan cash dalam waktu cepat sementara harga properti selalu naik.

dokumen pribadi: foto progress pembangunan rumah (Maret 2007)
dokumen pribadi: foto progress pembangunan rumah (Maret 2007)
Bicara soal rumah, ingatan saya terbang ke masa awal-awal menikah. Sebelum menikah, persiapan pertama adalah mencari tempat tinggal berupa kontrakan. Pemilihan lokasi di daerah Slipi, Jakarta Barat, karena aksesnya mudah bagi saya ke kantor. Sementara suami setiap hari mengendarai motor ke tempat kerjanya di Tangerang. Harga sewa rumah kecil dengan dua kamar dan bisa dibilang hanya setengah rumah (lantai bawah saja) adalah Rp 17 juta setahun. Wow..mahal banget rasanya.

Mahalnya harga kontrakan mendorong kami untuk segera punya rumah sendiri. Setiap minggu kami hunting rumah di daerah Slipi dan Kemanggisan karena kami merasa cocok dengan lingkungannya. Ternyata harganya selangit..rumah tak sampai 100m2 dan  hampir roboh saja sudah di atas Rp200 juta. Belum biaya renovasinya. Akhirnya kami mencari lokasi di daerah Tangerang. Setidaknya dekat tempat kerja salah satu dari kami. Dasar pemilihan sangat simpel, dekat dengan stasiun kereta dan jarak dari gerbang perumahan ke rumah harus walking distance. Karena saya tak bisa naik motor, tapi harus hemat biaya transport.

Setelah beberapa bulan pencarian, kami mendapatkan lokasi yang sesuai kriteria. Saat itu cluster perumahan sedang dalam proses pembangunan. Kira-kira, rumah jadi pas masa sewa rumah kami habis. Harga tipe terkecil, 96m2, Rp185 juta. Sebenarnya ingin yang tanahnya lebih luas, tipe lain atau tipe sama yang hook. Tapi apalah daya, tabungan kami baru ada Rp 100 juta. Yang penting bisa punya rumah sendiri. 

Selisih Rp85 juta, bagaimana mendapatkannya? Saya menghubungi orangtua, sementara suami menanyakan ke beberapa saudara. Mahal banget, besar banget uang segitu, begitulah komentar banyak orang. Banyak yang tak percaya. Maklum, di kampung rumahnya pada luas dan harganya masih murah. 

Cash keras jelas tak mungkin. Jadi saya coba memproyeksikan pemasukan setahun ke depan jika kami membeli dengan cara cash bertahap. Dengan menerapkan tight money policy, berapa maksimal penghasilan yang bisa kami tabung. Ternyata masih kurang Rp45 juta. Bapak saya punya deposito Rp 25 juta, sisanya Bapak mengantarkan saya meminjam ke adiknya, almarhumah bulik saya yang baik hati.

Pinjaman dari orangtua dan saudara pun baru kami ambil di akhir-akhir pelunasan bertahap, agar tak terlalu lama berhutang. Tidak sampai dua tahun kemudian, kami dapat mengembalikan pinjaman kebaikan tersebut. Bapak menyarankan kami membayar lebih ke bulik, sebagai ungkapan terima kasih. Jadi, kalau punya uang banyak atau ada soft loan dari keluarga, pilihlah tunai, baik cash keras ataupun bertahap untuk pembelian rumah atau apartemen sebagai tempat tinggal kita. Itu pilihan paling bijak meski harus hidup irit.

Namun begitu, tidak semua orang seberuntung  kami. Biasanya pasangan muda yang baru menikah memiliki tabungan terbatas. Sebagian  atau ada yang seluruh tabungan dihabiskan untuk biaya pernikahan. Pun tak ada orangtua atau saudara yang memiliki dana menganggur yang dapat dipinjam. Mengingat tempat tinggal adalah kebutuhan primer, memilikinya harus menjadi prioritas bagi setiap orang, apalagi untuk pasangan yang telah menikah. Mengapa?

Pertama, jumlah penduduk semakin bertambah sementara ukuran bumi tak bisa diperluas. Jadi ke depan, harga rumah akan lebih mahal karena persaingan untuk memilikinya semakin tinggi. Kedua, pengeluaran untuk  tempat tinggal pasti ada, mau beli atau sewa. Kecuali yang numpang di rumah orangtua atau mertua. Tapi tak mungkin selamanya numpang kan? Tentu saja, membeli lebih menguntungkan karena rumah itu nantinya jadi milik kita. Ketiga, hati lebih tentram dengan rumah sendiri, karena tidak akan ada kejutan kenaikan harga sewa rumah atau mencari hunian baru jika pemilik tak berniat lagi menyewakan.

Kalaupun harus membeli rumah melalui KPR, segera ambil KPR setelah tabungan cukup untuk membayar DP. Mumpung kebutuhan belum banyak, ketika belum punya anak atau ketika anak masih kecil. Belum ada biaya ke dokter anak maupun biaya sekolah.

Sebagai konsumen, kita harus menjadi smart consumer. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih kredit pemilikan rumah adalah:
1. Pilih bank yang memberi harga paling murah. Membandingkan harga ke beberapa bank sebelum membeli hukumnya wajib. Tidak hanya margin kuntungan atau bunga yang diambil bank, namun juga biaya lainnya seperti biaya notaris, pajak pembelian, asuransi jiwa dan asuransi rumah yang harus dibayar hingga kredit lunas, dan biaya provisi yang dikenakan bank ketika nasabah mengambil kredit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun