Mohon tunggu...
Maria Florida Da Silva
Maria Florida Da Silva Mohon Tunggu... Freelancer - Nosce Te Ipsum

Suka baca buku dan menulis kadang tidak suka dua-duanya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi "Futu Abas" di Suku Mohac Leohitu, Balibo Timor Leste

15 Maret 2021   16:18 Diperbarui: 16 Maret 2021   17:56 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto piecesofstring.net

Tradisi futu abas terdiri dari dua kata futu (ikat) dan abas (benang). Dua kata ini berasal dari bahasa suku Welaun Mohac Leohitu, Balibo yang berarti "ikat benang". Namun, jika diterjemahkan berdasarkan pemaknaan kata menjadi "menyatukan laki-laki, perempuan, Tuhan dan leluhur dalam bahasa welaun  "Ametis isit feto-mane, itan Maromak no bei kala". 

Tradisi futu abas itu sendiri tidak terlepas dari sejarah nenek moyang suku mohac leohitu yang pada zaman dahulu meyakini bahwa untuk menyatukan dua insan dalam membangun rumah tangga harus dengan mengikatkan benang putih pada tangan laki-laki dan perempuan.

Benang yang diikat pada tangan laki-laki dan perempuan melambangkan makna kehadiran Tuhan dan leluhur secara alami serta menghindari hambatan pada saat persalinan.

Tradisi futu abas sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan orang-orang leohitu. Benang putih yang diikat bukan sembarang benang melainkan dari kapas yang di panen pada musim kemarau, dijemur, dipisahkan dari bijinya dan diolah dengan alat tradisional menjadi benang.

Kapas, tumbuhan yang kita kenal dengan nama ilmiah "Gossypium" putih bersih, terdiri dari serat-serat halus tergabung menjadi satu gumpalan. Bagi orang-orang leohitu kapas melambangkan kebersihan, kehalusan yang sejatinya ringan, serat tipis yang digabungkan menjadi benang yang kuat untuk merangkul alam, sesama dan sang Pencipta.

Suku mohac leohitu mengibaratkan hidup manusia bagaikan kapas lemah, tak berdaya jika tanpa adanya tuntunan dari Tuhan dan leluhur. Warna putih melambangkan kebersihan, kesucian dan kepolosan dua insan yang memutuskan untuk hidup bersama.

Tradisi futu abas diadakan pada saat kandungan memasuki usia 7 bulan. Acara futu abas diwajibkan bagi perempuan suku mohac leohitu saat mengandung anak pertama agar bayi mendapatkan perlindungan dari Tuhan dan leluhur. Benang yang diikat terdiri dari 14 lilitan, 7 untuk laki-laki, 7 untuk perempuan dan 7 kelu (gelang perak) diikat pada "ai saradak" (ranting kusambi) yang sudah ditusuk dengan telinga kambing dan disematkan dengan "kakaut bau berek" (ranting dedurian).

Tua adat akan menghempaskan "ai saradak" pada laki-laki dan perempuan sebanyak 7 kali diikuti dengan menginjakkan kaki pada 3 buah logam yang sudah diletakkan di tanah lalu ditendang ke belakang yang menandakan bahwa tubuh laki-laki dan perempuan sudah dibersihkan dari segala kekuatan negatif.

Kelu (Gelang perak). Dokpri
Kelu (Gelang perak). Dokpri
Kaba merupakan acara penutup dari tradisi futu abas. "Kaba" (penerimaan berkat atau rahmat dari leluhur) dari siri pinang yang sudah ditandai dengan "fahi lan" (darah babi). Fahi lan (darah babi) sebagai simbol pembersihan diri dari segala bentuk kekuatan negatif seperti kebencian, iri hati, dendam dan dengki yang melekat pada tubuh laki-laki dan perempuan tersebut.

Siri pinang menyimbolkan relasi intim yang hakiki tak terpisahkan antara Tuhan, alam, leluhur dan manusia.  Tua adat membuat tanda salib pada dahi, dada, tangan dan kaki sebagai simbol bahwa keduanya sudah siap melangkah pada tahap kehidupan yang baru dan mempersiapkan diri dengan baik sambil menantikan kelahiran sang buah hati mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun