Mohon tunggu...
Florensius Marsudi
Florensius Marsudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Penyuka humaniora - perenda kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dan Belajar

29 September 2017   08:46 Diperbarui: 29 September 2017   09:02 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudah sekian lama saya menjadi tenaga pendidik. Sekian lama pula berhadapan dengan seribu satu macam manusia muda (anak sekolah, mahasiswa kuliah) yang berasal dari berbagai suku, agama dan ras. Kadang ... menghadapi mereka, saya malah bisa tertawa. Rasa jenuh karena ritmenya dari itu ke itu. Tingkah polah mereka juga hampir sama: mbolosan, tak kerjakan tugas, berkelahi...dan nilai (pengetahuan, ketrampilan dan sikap, plus relasi sosial) mereka buruk, adalah tantangan tersendiri agar saya sanggup: minimal tersenyum, maksimal tertawa.

Selalu mau belajar

Mau belajar. Satu kata tersebut yang menjadi kunci, mengapa saya mau menjadi tenaga pendidik. Menghadapi anak - anak/orang-orang muda memang mengasyikan. Asyik karena mereka itu unik. Karena keunikan mereka itu pulalah saya belajar. Belajar cara mereka bersosialisasi dengan sesama pelajar, dengan rekan pendidik dan seterusnya. Kemauan belajar yang saya miliki tersebut juga karena mereka itu (orang-orang muda) dipercayakan kepada lembaga kami. Kami memegang kepercayaan tersebut.

Kebahagiaan mereka, kebanggaan kami

Saya sangat bersyukur sekaligus bangga bila melihat anak-anak muda yang dipercayakan pada lembaga pendidikan kami merasa bahagia. Bahagia belajar bersama kami, bahagia kami mampu mendampingi mereka, hingga mereka dapat berkembang secara maksimal. Bangga kalau mereka mengerti dan memahami bahwa pendidikan adalah proses dari hidup untuk menjadi manusia yang lebih baik (Driyarkara, 1980).  Masalahnya menjadi lain ketika mereka sekolah - kuliah hanya sekedar formalitas belaka, tanpa mengerti apa maksud mereka sekolah.

Tanggung jawab bersama

Kadang saya merasa geli sendiri ketika ada orang tua murid yang datang ke sekolah lalu "mencak-mencak", komplain ini - ini kepada sekolah, kampus. Seolah kalau anak sudah diserahkan ke lembaga pendidikan, maka semuanya menjadi beres. Seolah lembaga pendidikan itu semacam "pabrik" yang mengolah bahan mentah, lalu diolah dan jadi, siap pasarkan. Kami sebagai tenaga pendidik juga memiliki kelemahan, makanya kami harus belajar. Belajar untuk berproses bersama, termasuk bersama orang tua dan para pengambil keputusan.

Nah, bagaimana proses pembelajaran tersebut, setiap orang memiliki cara. Tetapi cara tersebut pastilah akan selalu mengarah kepada tujuan yang baik demi kemajuan dunia pendidikan itu sendiri.

Semoga begitu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun