Mohon tunggu...
Nadya Wulanda
Nadya Wulanda Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Kalah-Menang Itu (Tidak) Biasa

3 April 2019   15:34 Diperbarui: 3 April 2019   15:50 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada akhirnya, setelah mengikuti rangkaian proses pemilihan yang cukup panjang, kita hanya akan mendapatkan satu pemenang. Dari dua calon kandidat, hanya ada satu pasangan yang unggul dan akan menjadi presiden-wakil presiden selanjutnya. Kemenangan ini tentunya dapat dijelaskan melalui banyak hal, tapi dalam tulisan ini saya akan menaruh fokus pada stakeholder  yang tentunya menjadi subjek penentu hasil pemilihan ini, yakni para pemilih. Apa yang akan terjadi kepada para pemilih pada saat mereka mengetahui bahwa pasangan yang mereka pilih merupakan presiden dan wakil presiden selanjutnya? Dan apa yang terjadi apabila berlaku sebaliknya? Hal yang akan terjadi tentunya lebih kompleks daripada sekedar berpesta pora karena menang atau mematikan TV lalu mendumel karena kalah. Dalam tulisan ini juga akan menggambarkan gap antara pihak yang menang dan kalah dalam hal kepuasan berdemokrasi.

Pada saat hasil pemilihan keluar, kita akan menemukan orang (atau bahkan kita sendiri?) yang menganggap pemilihan presiden dan wakil presiden telah mengalami kecurangan. Tentunya hal tersebut memiliki kemungkinan besar untuk terjadi pada pemilih yang memilih kandidat akan tetapi tidak unggul dalam pemilihan. Kita juga akan bertemu dengan orang (atau lagi-lagi kita sendiri) yang menganggap bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden berjalan secara adil tanpa indikasi kecurangan karena pemilih cenderung merasa bahwa kandidatnya yang akan memenangkan pemilihan. Kedua belah kubu berlomba-lomba mencari bukti yang akan memperkuat posisi mereka dan menekan bukti yang menentang pendirian mereka. Bukan fakta yang baru, karena hal ini sering berulang setiap pemilihan umum.

Eskpektasi terhadap preferensi yang kuat membuat para pemilih cenderung merasa bahwa kandidat yang mereka pilih akan memenangkan pemilihan. Apabila diminta untuk memprediksi siapa yang akan menang, pendukung A merasa bahwa A akan menang dan pendukung B merasa bahwa B akan menang. Tentu tidak semua pemilih yakin bahwa kandidatnya akan menang, beberapa pemilih pun juga memprediksi bahwa kandidatnya akan kalah. Adanya prediksi bahwa kandidat yang didukung akan kalah  ditentukan oleh peran media. Semakin besar peran media dalam menampilkan hasil polling dan hal-hal terkait dengan prediksi hasil pemilihan, maka semakin sedikit kemungkinan bagi seseorang untuk yakin bahwa kandidat mereka menang (bagi pemilih dengan kandidat yang kalah) (Hollander, 2014)

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dapat kita lihat bahwa pandangan pemilih terhadap proses pemilihan ditentukan oleh menang atau tidaknya kandidat atau partai yang mereka dukung. Terlepas dari benar-benar terjadinya kecurangan atau tidak, pemilih kandidat yang berhasil unggul memiliki persepsi bahwa pemilihan berlangsung secara adil dan puas akan proses demokrasi yang dilalui, akan tetapi pemilih dengan kandidat yang tidak unggul cenderung tidak merasa demikian  (Sances & Stewart, 2015). 

Hal ini dapat dijelaskan melalui theory of motivated reasoning, dimana tujuan seseorang akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Dalam kasus ini, pemilih akan merasionalisasi kekalahan kandidatnya sebagai suatu bentuk kecurangan pada system, sedangkan pemilih dengan kandidat yang menang merasa tidak ada kecurangan dalam proses pemilihan ini (Kernell & Mullinix, 2018). Kesimpulan ini dicapai setelah proses pengumpulan bukti yang tentunya hanya akan memperkuat posisi mereka. Pihak dengan kandidat yang kalah akan membaca artikel yang menyatakan bahwa terdapat permainan dalam penghitungan suara, manipulasi, dan isu lainnya. Pihak dengan kandidat yang menang hanya akan membaca artikel mengenai bersihnya penyelenggaraan pemilu dan menghindari artikel yang memberitakan mengenai indikasi kecurangan.  

Preferensi program kebijakan merupakan alasan mengapa sebagian besar pemilih memilih kandidat yang mereka dukung saat ini. Apabila kandidat menawarkan solusi A untuk masalah B dan kandidat lawan menawarkan solusi C untuk masalah B, maka sebagian besar pemilih akan memilih berdasarkan pendapat subjektif ataupun objektif mengenai solusi apa yang menguntungkan baginya. Maka dari itu, tugas utama dari partai pemenang setelah terpilih adalah memenuhi janji yang telah dibuat pada masa kampanye dengan cara mengubah program yang telah disampaikan menjadi suatu kebijakan (Thomson et al, 2017). Akan tetapi, setelah partai pemenang menduduki kursi pemerintahan, apakah janji kandidat yang telah dibuat pada saat kampanye penting bagi pemilih?

Werner (2019), terdapat tiga faktor yang akan mendukung atau melawan berdirinya suatu kebijakan: 1) janji partai pemenang untuk melakukan/tidak melakukan implemetasi kebijakan tertentu, 2) dukungan public terhadap suatu kebijakan, 3) pandangan ahli mengenai ada /tidaknya manfaat dari suatu kebijakan. Penelitian di Australia menunjukkan bahwa pemilih akan menilai dengan baik suatu kebijakan apabila ia sejalan dengan janji pemerintah, opini publik, dan pendapat pakar yang menyatakan bahwa suatu kebijakan bermanfaat atau bersifat menguntungkan. 

Akan tetapi, bagi pemilih sendiri, janji yang telah dibuat selama masa kampanye oleh partai pemenang tidak sama pentingnya dengan pendapat dari public dan para ahli. Pemilih tidak akan mendukung kebijakan yang ditentang oleh public dan ahli meskipun kebijakan tersebut telah dijanjikan dalam program kampanye. Hal ini dikarenakan, pemilih memberi persepsi lebih baik mengenai suatu kebijakan apabila kebijakan tersebut mendapat banyak dukungan, dalam hal ini public dan ahli. Maka, apabila kandidat presiden dan wakil presiden yang terpilih nantinya telah menjanjikan suatu program, akan tetapi ketika mereka terpilih program tersebut tidak dilaksanakan karena ditentang oleh publik dan ahli, maka para pemilih pendukung partai pemenang cenderung tidak keberatan dengan keputusan tersebut.

Pihak yang menang harus berusaha dengan keras dalam mendapatkan kepercayaan semua pihak, terutama para pemilih yang tidak memilihnya pada saat pemilihan karena kepercayaan dan dukungan yang diberikan pada partai pemenang cenderung rendah (Werner, 2019). Tidak hanya kepercayaan dan dukungan, evaluasi yang diberikan pada pemerintah juga cenderung negatif. Bahkan, bagi pemilih yang selalu memilih kandidat yang gagal dalam menunjukkan rasa tidak puas yang signifikan pada demokrasi dibandingkan dengan pemilih yang setidaknya pernah menang sekali. Di Sweden, kekecewaan pemilih terhadap kekalahannya bukan merupakan kekecewaan yang bersifat sementara, efek ini jauh terasa lebih lama. Bahkan, masih terasa setelah partai pemenang duduk di kursi pemerintahan (Dahlberg & Linde, 2017)

Bukan berarti semua pemilih dengan kandidat yang kalah akan merasa tidak puas pada demokrasi, tidak memberikan dukungan, merasa tidak puas dan tidak percaya pada pemerintah. Seseorang bisa merasa puas meskipun pilihannya dalam pemilihan tidak unggul. Tapi tentu saja ada yang mempengaruhi hal ini. Kualitas yang demokrasi dan pemerintahan yang baik akan mengarahkan individu untuk tetap memberikan dukungan dan evaluasi yang positif pada pemerintah, meskipun pada saat pemilihan mereka tidak berada di pihak yang sama (Dahlberg & Linde, 2016). Kualitas pemerintah yang dimaksud ditandai dengan adanya administrasi publik yang tidak memihak (netral), tidak korup, tidak diskriminatif, dan kompeten (Rothstein & Teorell, 2012). Dengan gambaran seperti ini, tentu akan susah bagi kita untuk menemukan pemilih dengan kandidat yang tidak unggul akan tetapi puas dengan jalannya proses pemilihan di negri ini mengingat tingkat korupsi dan diskriminasi yang cukup tinggi.

Terlepas adanya kecurangan atau tidak dalam suatu pemilihan, tulisan ini berusaha menggambarkan apa yang terjadi kepada para pemilih dan bukan pada orang yang memutuskan untuk tidak menjadi pemilih. Pemenang akan merasa puas dengan proses pemilihan karena yakin bahwa kegiatan ini telah dilaksanakan secara adil, akan tetapi hal ini tidak dirasakan oleh pihak yang kalah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun