Mohon tunggu...
fahmi karim
fahmi karim Mohon Tunggu... Teknisi - Suka jalan-jalan

Another world is possible

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Squid Game; Seni Mempermainkan Hidup

6 Oktober 2021   11:41 Diperbarui: 6 Oktober 2021   12:59 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film Squid Game disusun dari imajinasi kekerasan dengan cara memainkan hidup. Memang, hidup ini perlu diolok-olok, karena terlalu payah, namun tidak untuk melancarkan kekerasan pada tubuh hanya untuk kesenangan.

Anda senang-senang di atas penderitaan orang lain itu manusiawi? Seperti hewan saja.

Keempat, kesetaraan.

Di dalam film, meskipun kita digantung pada episode akhir, si Kakek Tua (Oh Il Nam) yang diduga sebagai dalang dari permainan mematikan ini, justru sekaligus terlibat dalam permainan, yang bisa saja dia terbunuh. Seperti dalang dan wayang yang merupakan satu kesatuan.

Dalam film, semua pemain mendapatkan hak yang sama. Tidak ada yang beda dalam hak. Saat ada yang diberikan hak istimewa, berarti ada sistem yang diretas. Dan konsekuensinya kematian. Seperti pemain dokter, si ahli bedah, dan panitia yang menyeleweng dalam film.

Namun, apakah hak yang sama itu inti dari keadilan? Adilkah ketika Kakek Tua harus bersaing, andai kata dia masuk permainan terakhir yang mengandalkan kekuatan? Apakah keadilan itu hanya sebatas pemberian hak yang sama?

Seorang filsuf Prancis kelahiran Al-Jazair, Jacques Ranciere, memulai filsafat politiknya dari kesetaraan; kesetaraan harus jadi titik berangkat bukan tujuan. Inilah jantung dari demokrasi (the political).

Pada awal film permainan sempat dihentikan karena suara terbanyak menginginkan permainan berhenti. Dan permainan pun berakhir.

Demokrasi pada intinya, dalam pandangan Ranciere, adalah gangguan pada tatanan yang ada. Semua orang dihitung dalam politik demokrasi. Orang yang tidak dianggap dalam film, yang lemah, suaranya dihitung dan didengarkan karena semua setara dalam hal pemikiran dan pengambilan keputusan.

Itu dulu pendapat saya.

Namun, dari keseluhan pendapat saya itu, tetap saja film ini tidak menarik. Maaf, yah, jangan dilebih-lebihkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun