Mohon tunggu...
fahmi karim
fahmi karim Mohon Tunggu... Teknisi - Suka jalan-jalan

Another world is possible

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film "Roma", Antara Kerja dan Perempuan

15 Juni 2020   23:01 Diperbarui: 8 Maret 2021   09:32 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kerja Cleo disebut "kerja domestik", atau istilahnya juga sering dipertukarkan dengan kerja reproduktif. Kerja reproduktif dipisahkan dari kerja produktif.

Kerja produktif identik dengan kerja yang dilakukan langsung untuk mengubah sesuatu menjadi komoditas, atau langsung menghasilkan ekonomi.

Kerja reproduktif adalah kerja merawat kelangsungan hidup tenaga kerja: menyiapkan makanan, dst. Ini distingsi yang telah dibuat di era modern, bukan tanpa sebab.

Karena jadinya bias, dan kerja domestik tidak diupah (unpaid labour), ada yang mempertanyakan kerja domsetik yang dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga; jika berangkat dari definisi kerja, apakah juga adalah kerja produktif? Dan harus diupah? 

Jangan lupa, dalam era ini, manusia juga adalah komoditas. Yang menjadi komoditas dari manusia adalah tenaga kerjanya. Namun pertanyaannya? Apakah seorang manusia sudah dengan sendirinya adalah calon pekerja yang siap bekerja sejak dalam kandungan? Siap pakai di perusahan? 

Dari kecil dia harus dirawat, diberikan makanan yang bergizi, diajari etika, dan seterusnya. Proses ini bagi beberapa kaum feminis merupakan suatu kerja produktif; merawat seseorang hingga dia siap bekerja. Jika demikian, maka kerja domestik yang dilakukan oleh ibu rumah tangga juga harus diupah. Ini yang diperjuangkan tahun 1970an, Wages for Houswork.

Tapi, apa iya?

Saya akan coba mengikuti argumennya. Pertama, pekerjaan yang dilakukan oleh seorang pekerja rumah tangga adalah merawat kelangsungan hidup seseorang (menyediakan makan, mencuci baju, dst.), maka setiap proses perawatan kelangsungan hidup seseorang oleh siapapun harus diupah. (Atau), kedua, kerja yang diupah oleh seseorang kepada pekerja adalah karena tenaga kerjanya dicurahkan, maka setiap tenaga kerja yang dicurahkan untuk mengubah sesuatu menjadi lebih bernilai harus diupah, termasuk kerja yang selama ini kita lakukan.

Saya hanya ingin menarik jauh konsekuensi argumen (reductio ad absurdum) dari kaum feminis ini. Anda bisa baca argumen feminis ini di sini.

Saya tambahkan lagi, jika setiap kerja harus dibayar, dan kerja itu adalah keharusan bagi setiap orang, maka, mestinya juga setiap orang yang tidak bekerja harus dikenakan denda. Ini lebih ribet lagi.

Sejak dari zaman dulu, manusia telah mengubah banyak benda-benda alam. Pengubahan itu adalah bentuk kerja. Namun apakah selama itu sampai munculnya era modern, selama itu pula manusia telah dieksploitasi kerjanya, dan telah tertindas karena tidak diupah? Padahal, kerja yang menghisap, setidaknya dalam pandangan "Kiri", adalah kerja dalam relasi upah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun