Mohon tunggu...
Fitri Nur Faizah
Fitri Nur Faizah Mohon Tunggu... lainnya -

ingin berusaha lebih baik lagi... dan tak lelah untuk belajar memaknai hidup. make life so simple..think simple

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Kebenaran

27 November 2012   08:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:36 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Abah, abdi nyungkeun widi bade angkat ka Bandung. Tos lami abdi teu patepang sareng Neng Cupi..sakantenan abdi bade aya priyogi sareng Neng Cupi.

“Neng Cupi teh saha Le? Calon istri Leon anu kamari tea? anu dina foto ngangge tiung beureum ati?”

“Aduh,Abah…sanes. Nu dina poto eta mah Neng Dhenok, wargina Neng Cupi. Pami Neng Cupi mah eta gening Bah, putrina Bapak Mahmud nu bareto ngajabat janten kepala desa di desa urang.”

“Oooh eta…Abah Inget ayeuna mah, pan bareto teh Leon osok ka sawah babarengan jeung Neng Cupi. Nganteuran Abah tuang. Neng Cupi ayeuna di Bandung Le? tos nikah teu acan? Naha teu nikah sareng Leon we atuh?”

“Ari Abah..Leon mah bogohna ka wargina Neng Cupi, Dhenok. Nu kamari ku abdi di tingalikeun potona ka abah. Abdi ngan hoyong nikah sareng Dhenok Bah, matakna ayeuna abdi bade nyungkeun diwidian kanggo angkat ka Bandung.”

“Eleuh..mun Leon bade ka Bandung narosan Neng Dhenok, Abah kedah ngiring atuh.”

“Eh..ehh..bah ke heula, ah Abah aduh..sanes bade narosan. Pokokna Abah mah di Garut heula weh, ke pami tos rengse sadayana, kakara abdi jeung Abah ka Bandung babarengannya? Abdi angkat ayeunanya Bah, bilih kabujeng hujan.”

“Nya sok atuh, mugi-mugi salamet dugi ka Bandung.”

“Assalamualaykum Bah.” ujar Leon sambil mengecup pungung tangan Abah.

“Wa’alaykumusalam Le, ati-ati di jalan Le. tong kekebutan, Leon teh kedah nyaah ka Abah tong nepikeun ninggalkeun Abah kawas Ambu ninggalkeun Abah, maenya Abah kedah hidup duaan sareng Popon.” butir embun menyembul di ujung mata Abah.

“Muhun, Bah…tos ah teu kedah dicarioskeun deui, pan Ambu tos di panggil Gusti Allah. Ambu tos bagja di ditu.” Leon mendekap erat tubuh Abah.

“Pon, jaga Abahnya..Kang Leon bade angkat ka Bandung heula.”

“Muhun Kang.”

Leon pun menyalakan motor, sejurus kemudian dia menghilang di antara rimbunana pohon kelapa. Sepanjang jalan Leon hanya memikirkan belahan jiwanya, Dhenok.

Nok, mana mungkin Akang berkhianat sama kamu. Bagaimana bisa Akang hidup tanpa kamu. Lamun Neng mau mendengar penjelasan akang waktu itu, sekarang kita sudah menikah Neng. Neng, Akang  nyaah, deudeuh pisan ka Neng. Ujar Leon dalam hati.

*****************************

Cupi, hanya tersenyum membaca balasan sms dari sahabat kecilnya

To: Cupi

Muhun, Abdi ka Bandung dinten ieu. Antosannya Cup. Urang sosonoan, urang kukulilingan Bandung.

“Neng…Neng..sini Neng.” Suara parau Nenek memanggil manggil cucu kesayangannya.

Dengan sigap Cupi berlari menuju kamar Nenek tercinta.

“Iya Nek, ada apa? Nenek butuh apa?”

“Bantu nenek untuk berjalan, Nenek jenuh seharian di kamar.”

“Baiklah Nek.”

Akhirnya setelah bersusah payah, Nenek pun dapat berdiri tegap dan siap untuk melangkah.

“Cupi, nenek harap kamu tetap tinggal di rumah ya? jangan pergi-pergi lagi, meskipun Ayah dan Bunda menghiraukanmu karena urusan pekerjaan. Tapi dalam hati, mereka tetap menyayangimu. Nenek kesepian disini, ga ada yang bisa menghibur nenek. Cupi jangan pergi lagi ya? temani nenek disini. Nenek Ga mau hanya ditemani Bi Marni.”

Cupi hanya membalas dengan sebuah senyuman.

Nek, andai Nenek tau..sakit yang cupi rasakan. Andai nenek tidak jatuh sakit seperti ini sampai tak bisa berjalan, aku tak sudi menginjakkan kaki di rumah ini. Hanya karenamu nek, aku pulang.

“Ayo nek, cepat bisa jalan ya?”

“Nenek, ga mau bisa jalan kalau Neng ga akan ada di rumah lagi. Nenek pengen cepet bisa jalan dan jalan-jalan lagi seperti dulu. Jalan-jalan di taman bareng kamu.”

Lagi-lagi cupi hanya tersenyum.

“Neng..sudah..sudah cukup hari ini nenek belajar jalannya. Tuntun Nenek ke kamar saja, Nenek mau beristirahat.”

“Iya,Nek…Nenek ga mau makan dulu?”

“Ga Neng, Nenek masih kenyang.”

Cupi dengan sabar menuntun Nenek menuju kamarnya, tak lama kemudian Nenek tertidur lelap dengan sebuah senyuman yang mengembang.

*****************************

Pidip pidip pidip…

Cupi segera mengambil handphone yang sejak tadi tertidur di saku celananya.

From: Dhenok

Cupiii…kamu kapan balik??? aku kesepian di Desa Rangkat…aku juga lelah ngurus kedai kamu sendirian…cepet pulang ya say..miss you.

Cupi tersenyum simpul, dan segera membalas sms dari sepupunya, Dhenok.

To: Dhenok

Iye…iye..sabar aje ya non. 2 minggu lagi aku balik. Masalah di Bandung belum kelar,Nenek juga masih belum bisa jalan. Eh, Nok kamu masih inget Leonkan? Hari ini dia ke Bandung loh…kalau dia tanya tentang kamu gimana? Aku musti jawab apa? Kasih tau jangan kalau kamu ada di Desa rangkat?

Lama tak ada balasan, mungkin Dhenok sedang sibuk mengurusi kedai. Gumam Cupi.

Jam menunjukkan pukul 13.00, awan-awan hitam menggumpal di langit yang kelam. Suasana di luar nampak sangat tidak bersahabat. Bergegas Cupi pun menutup jendela rumahnya, menyalakan lampu di ruang tengah. Setelah itu Cupi berjalan menuju kamar tidurnya, yang terletak di lantai dua, segera ia merebahkan diri di atas dipan empuk nan mewah.

Nyamannya dipan ini, tak seperti dipan di Desa rangkat, segala kenikmatan hidup dapat dengan mudah aku dapatkan disini. Tapi, bukan harta yang aku butuhkan. Gumam Cupi.

Semilir angin dari jendela kamar Cupi, mengajak Cupi untuk terbang ke alam mimpi. Namun sayang baru saja mata terpejam, pintu kamar sudah di ketuk.

“Non…non…maaf menganggu, ada tamu mencari non.”

“Iya, Bi..makasih.”

Bi Marni, seorang wanita paruh baya yang menjadi perawat Nenek. Semenjak Nenek sakit Bi Marni lah yang mengurusi semua kebutuhan nenek.

*****************************

“Assalamualaykum Cupi.”

“Wa’alaykumsalam Leon.”

“Ya Ampun, Leon kamu banyak berubah..sekarang makin cakep, beda sama waktu kecil. Waktu kecil kamu culun banget. Tunggu ya, Leon mau minum apa?”

“Heheh..kamu mah Cupi..bisa aja. Dhenok dimana Cup?” mata Leon menelusuri semua ruangan.

“Eh..sudah tunda dulu pertanyaannya, kamu duduk dulu, tarik nafas dulu ya? Kamu duduk dengan relax ok? Aku ke dapur dulu ya..”

Sesaat kemudian Cupi datang dengan dua gelas teh manis hangat.

“Silahkan diminum Le.”

“Eh..iya…nuhunya Cup.”

“Untung ya Le, kamu ga ke hujanan..Le, apa kabar Abah juga Popon, adikmu yang cerdas itu?”

“Alhamdulillah Cup, Abah baik-baik saja. Popon sekarang sudah SMP, dan memang selalu jadi juara kelas, beda dengan aku.”

“Hahahha…kamu Le, meski kamu memang sedikit lemot, tapi kamu mahir bermain drum.”

“Iya…tapikan dulu, sekarang mah abdi geus tara pegang drum lagi, geus sibuk ngurus sawah jeung perkebunan Cup.”

“Oh…ternyata Leon sudah banyak berubah ya, hebat kamu Le.”

“Heheh..tong muji terus Cup, abdi jadi isin nyalira. Engke pangambung abdi bisa-bisa hiber atuh. Cup, abdi bade ngiring netepannya wios? tadi di jalan teu kaburu shalat lohor."

“Silahkan atuh Le, masa aku ga kasih izinin kamu buat shalat. Dari sini, Kamu lurus aja terus, nah disebelah kanan ada ruangan tulisannya mushola.”

*****************************

Cupi menanti Leon di ruang tamu, memainkan handphone. Dan memutuskan untuk menghubungi Dhenok. Tapi, Dhenok tak juga menjawab pangilannya. Diletakkannya handphone tepat diatas meja.

Pidip pidip pidip

From : Dhenok

Cupi, sorry aku sibuk..tolong jangan beri tahu keberadaanku sama si Leon playboy itu!

“Cup, meni serius…sms ti saha?” suara Leon mengagetkan Cupi yang tengah asik membaca sms dari Dhenok.

“Eh..Leoon.., sudah shalatnya? Ga koq..ini biasa dari temen, temen di Desa Rangkat.”

“Cup, engke peuting urang jalan-jalan yu? Jalan-jalan ka Dago. Abdi rek nyarita sesuatu sama kamu.”

“Mmm..hayu Le, aku juga jenuh di rumah terus, aku juga udah lama ga nongkrong di Dago.”

“Siip..urang papangih di Dago Plaza jam 19.00 ok? Abdi rek ka imah Riko, mumpung di Bandung. Sakalian hayang nempo orokna.”

“Eh..Riko mana?”

“Riko manatan kamu baheula”

“ooo…”

“Abdi pamit heulanya, Assalamualaykum. Tong poho, jam 19.00 di DAPLA (Dago Plaza)”

“Siip..Wa’alaykumsalam. Hati-hati Le.”

“Ok, ga titip salam sama Riko Cup?” hardik Leon

“Hahha..dahlah sana kamu pergi.”

Leon pun berlalu dengan sepeda motornya.

Cupi membuka handphone, segera ia menuliskan sebuah bait puisi:

Dia telah berbahagia dengan yang lain

Sedang aku disini masih teringat janjinya

Luka ini entah kapan akan mengering

Patutkah aku bersedih?sedang ini adalah suratan Yang Mahaesa

Selamat atas kelahiran anakmu

*****************************

Tepat pukul 19.00 sepasang sahabat lama itu kembali bertemu di Dago Plaza, sebuah Mall tempat anak muda Bandung bercengkrama di malam minggu. Di sebuah café pinggir jalan Leon dan Cupi terlibat perbincangan yang sangat serius.

“Jadi Cup, perpisahan aku dan Dhenok itu disebabkan karena kesalahan aku. Dulu, aku sempat dekat dengan seorang mahasiswi baru, Arumi Radespitaswari namanya. Aku sebagai lelaki normal, melihat yang lebih bening, mana tahan. Perasaan aku dan Arumi di awal perkenalan sangat menggebu-gebu, aku terhipontis dengan kecantikan wajahnya. Tapi setelah Dhenok memutuskan untuk mengakhiri hubungan kita yang terjalin 5 tahun. Hubunganku dengan Arumi tidak berjalan mulus, aku menyadari bahwa Arumi tidak sebaik Dhenok,. Pergaulan Arumi  dengan kawan-kawannya membuat aku merinding Cup. Aku segera memutuskan Arumi, meski usia hubungan kita baru seumur jagung, tetapi Arumi tidak mau menerima kenyataan, dia cinta mati sama aku Cup. Arumi sangat terpukul, dan dia menyebar gosip bahwa aku telah memperkosa dia. Aku putuskan untuk berhenti kuliah, aku tak tahan menghadapi gosip dan tingkah Arumi yang semakin menjadi-jadi. Meski sebenarnya aku tidak pernah menyentuh Arumi seujung kuku pun. Semua hanya cerita karangan Arumi, tapi hampir semua mahasiswa membenarkan pengakuan Arumi. Entah, mungkin karena Arumi adalah anak semata wayang dari Dekan Universitas kita dulu. Apalah arti kebenaran sesungguhnya jika semua bisa di putar balikkan dengan uang? Yang salah menjadi benar, sedang yang benar menjadi salah.”

“Oo..iya,iya..aku inget sekarang, dulu memang sempet aku denger isu yang ga enak tentang kamu. Oh, ternyata itu hanya karangan Arumi saja. Parah bener ya tuh anak. Tapi, ya sudahlah biarlah Le, itukan dulu. Dan kamu pun sudah menjelaskan semuanya sama aku. Aku percaya sahabat kecilku tak mungkin menodai seorang perempuan dengan mudah”

“Nuhunnya Cup, tapi sekarang Dhenok dimana? Susah pisan dihubungi.”

“Emmm..gimana ya Le, gini aja deh nanti 2 minggu lagi, kamu anter aku ke Desa Rangkat ya?bisa kan?”

“Gimana ya Cup, sebenernya abdi teh ga bisa ninggalin lama-lama kebun juga sawah euy. Meskipun aya buruh, da ari ga ada mandornya mah atuh bisa kacau kerjaan mereka. Abah sudah tua, moal mungkin terus-terusan nga-mandoran.”

“Ya…ga usah lama-lama, kamu cukup tinggal satu hari aja di Desa Rangkat. Ok? Itung-itung kamu liburan.”

“Siiplah kalau begitu, isukkan siang abdi balik heula ka Garut, ke 2 minggu deui abdi ka Bandung, terus nganter kamu ka Desa rangkatnya?”

“Iya..Le…udah yu, kita keliling Bandung pake motor kamu. Sekalian pulang, kalau aku sampai pulang tengah malem bisa kena omel lagi.”

----------------------------To Be Continue-----------------------

Artikel terkait, silahkan ditengok ya...

=> http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2012/10/28/l-vs-b-low-vs-b-499124.html

=> http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2012/10/29/durian-runtuh-504384.html

13540069561544976909
13540069561544976909

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun