Mohon tunggu...
Pendidikan

Haruskah Papua Merdeka?

19 Desember 2018   00:23 Diperbarui: 19 Desember 2018   09:34 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di tulis oleh fitrotul ilmiyah #PGSD #FIP #UMJ

Pada akhir September, seorang pembangkang politik dan pemimpin pro-kemerdekaan wilayah yang 'terabaikan' di Indonesia---biasa dikenal dengan nama Papua Barat---mengajukan sebuah petisi kepada PBB untuk memilih kemerdekaan Papua Barat dari Indonesia. 

Petisi tersebut dilaporkan ditandatangani oleh mayoritas penduduk asli Papua sebelum diselundupkan keluar dari wilayah tersebut. Namun PBB menolaknya, menandai sebuah kemunduran dalam gerakan kemerdekaan yang berlangsung beberapa dekade.
Dalam sebuah wawancara email, Greg Earl, kolumnis untuk The Interpreter dari Lowy Institute dan anggota Dewan ASEAN Australia, membahas sejarah gerakan kemerdekaan Papua Barat, nasib petisi di PBB dan bagaimana perjuangan tersebut berkaitan dengan wilayah bekas pendudukan kolonial di Asia Tenggara.
Mengapa orang Papua Barat menginginkan kemerdekaan dari Indonesia, dan bagaimana upaya ini berkembang?

Gregory Earl: Orang Papua dari separuh pulau Papua di Indonesia, yang biasa disebut Papua Barat, merasa telah dirugikan oleh arus imigran yang rutin dari daerah Indonesia yang terpadat selama empat dekade terakhir dan oleh konsesi pertambangan dikeluarkan untuk perusahaan asing oleh pemerintah pusat di Jakarta. Migrasi ini awalnya melibatkan pengorganisasian petani Jawa yang terorganisir ke Papua Barat---yang kemudian disebut provinsi Irian Jaya---oleh pemerintah, namun baru-baru ini telah terjadi migrasi dari pulau-pulau tetangga.
Orang Papua di Indonesia juga merasa memiliki hubungan budaya yang lebih kuat dengan negara tetangga Papua Nugini dan negara-negara lain di timur Pasifik, yang bersama-sama membentuk Grup Melanesia Spearhead.
Ketika Indonesia merdeka dari Belanda pada tahun 1949, wilayah Papua Barat tidak termasuk dalam negara baru, namun tetap berada di bawah kekuasaan Belanda. Setelah Indonesia mencaplok wilayah tersebut pada tahun 1963, gerakan kemerdekaan dimulai. Perlawanan terhadap kontrol de facto di wilayah ini semakin meningkat setelah ditetapkannya Act of Free Choice---Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)---pada tahun 1969, ketika Indonesia memanipulasi dukungan untuk integrasi melalui sebuah referendum yang sangat cacat di Papua Barat.
Pergerakan tersebut telah melalui beberapa fase intensitas tergantung pada dukungan dari luar negara, munculnya pemimpin karismatik dan tersedianya target galvanisasi seperti tambang Grasberg---tambang emas terbesar dan tambang tembaga terbesar kedua di dunia, dioperasikan oleh Freeport McMoRan---untuk meningkatkan kesadaran internasional.
Pemerintah pusat di Jakarta membatasi kunjungan pengamat asing dan wartawan dengan harapan agar "Indonesianisasi" Papua Barat oleh imigran dan pembangunan akhirnya akan mengubah keseimbangan politik di lapangan. Sejak berakhirnya era represif mantan pemimpin negara tersebut, Suharto, Indonesia telah menggunakan proses desentralisasi nasional yang besar untuk mencoba mengatasi keluhan orang-orang Papua dengan memberikan status otonomi khusus ke wilayah tersebut pada tahun 2001 dan menyisakan lebih banyak pendapatan pajak di tangan lokal. Ini juga membagi wilayah tersebut pada tahun 2003 menjadi dua provinsi, Papua Barat dan Papua, untuk memberikan rasa kontrol lokal yang lebih besar. Namun, desentralisasi yang lebih cepat lagi di tingkat pemerintah daerah sekarang menyebabkan inefisiensi administratif dan ketegangan baru di antara kelompok suku atau klan local.
Beberapa hal yang mungkin terjadi jika papua merdeka..
1. Indonesia Akan Kehilangan Salah Satu Pemasukan Besarnya
Hal pertama yang akan terjadi kalau Indonesia kehilangan Papua adalah kita bakal kehilangan salah satu pemasukan konsisten paling besar. Ya, ini adalah tentang Freeport. Meskipun memberikan persentase hasil yang sangat kecil, tapi dana yang masuk dari pengolahan tambang oleh Freeport bisa dibilang besar, yakni triliunan rupiah.
Nah, seumpama Papua benar pergi, maka otomatis Indonesia akan kehilangan pemasukan sebanyak itu. Lantaran sudah berbeda negara, tentunya pemerintah tak berhak lagi ikut campur untuk masalah tambang tersebut. Intinya, ketika Papua hilang maka pemerintah tak berhak untuk melakukan apa pun lagi di sana.
2. Kehilangan Obyek Wisata Kelas Dunia
Tak hanya tambang emas melimpah, Papua juga memiliki spot-spot kelas dunia yang begitu termasyhur namanya. Misalnya salah satunya adalah Raja Ampat. Obyek wisata ini bisa dibilang sangat mahal bahkan untuk ukuran para bule. Makanya, Raja Ampat pun menyumbang banyak pemasukan untuk daerah dan negara.
Sama seperti tambang Grassberg yang penuh emas itu, ketika Papua lepas negara juga tak lagi punya kepemilikan atas aset-aset wisata tersebut. Bukan hanya kehilangan pendapatannya, tapi juga wisatanya secara utuh. Julukan kepingan surga yang didapatkan Indonesia pun cacat karena hilang sudah salah satu penyokong terbaiknya.
3. Indonesia Mungkin Akan Dimusuhi Amerika
Butuh usaha yang lama dan susah bagi Freeport untuk bisa menambang di Papua. Bahkan konon di balik itu sampai ada misi-misi terselubung CIA yang ingin meruntuhkan Bung Karno yang keukeuh tak memberikan tambang Grassberg. Barulah di masa Soeharto, perusahaan tambang ini bisa mendapatkan kontrak untuk mengeruk semuanya.
Nah, seumpama di tengah-tengah berjalannya kontrak ini kemudian Papua memutuskan untuk lepas, kira-kira apa yang akan terjadi? Buruk tentu saja. Kontrak yang ada mungkin bisa putus begitu saja. Karena ini tak lagi antara Indonesia-Amerika, tapi juga melibatkan Papua sebagai negara pemilik yang asli.
Amerika akan rugi besar kalau kontraknya tersebut hangus. Pasalnya mereka akan kehilangan banyak sekali uang dan pemasukan yang jumlahnya tak karuan. Jika hal tersebut terjadi, kemungkinan besar hubungan Indonesia dan Amerika akan sangat buruk.
4. Papua Mungkin Akan Lebih Sengsara
Papua ingin lepas dari Indonesia karena sangat yakin jika ini terjadi mereka akan lebih makmur. Tapi, apakah jika benar putus, hal tersebut akan terjadi? Bisa iya atau tidak. Tapi kemungkinan besar adalah tidak. Papua sama sekali tak siap untuk jadi negara sendiri karena mereka masih banyak kekurangan dalam segala hal. Salah satunya adalah kompetensi orang-orangnya.
Papua butuh SDM mumpuni untuk membuat mereka jadi negara hebat. Tapi, hal yang seperti itu cukup susah di sana. Jangankan kampus level internasional, sekolah SD saja di sana cukup miris kondisinya. Negara harus diatur oleh pemerintahan yang kompeten, kalau tidak yang terjadi adalah kesengsaraan. Yang ditakutkan nantinya rakyat justru tak sejalan dengan pemerintahannya sendiri dan akhirnya yang terjadi adalah perpecahan.
5. Akan Susah Bagi Papua Untuk Jadi Negara Hebat
Modal tambang emas saja belum tentu cukup menjadikan sebuah negara menjadi sangat hebat. Butuh banyak aspek yang perlu diperhatikan tak cuma tentang pemasukan. Nah, kalau dilihat, Papua ada di kondisi mereka hanya unggul soal kekayaan alam saja. Tidak yang lainnya.
Pendidikan bisa dibilang biasa-biasa, pembangunan dan infrastruktur pun begitu-begitu saja. Termasuk juga militer yang sepertinya juga tak terlalu hebat nantinya. Mempertimbangkan hal-hal tersebut, Papua mungkin akan susah untuk mengejar negara-negara lainnya. Di samping itu pula, lantaran tidak benar-benar kuat, akhirnya mereka akan gampang diintervensi. Mungkin oleh Amerika yang jelas masih ngebet dengan emas-emas di sana.
Kira-kira inilah yang akan terjadi jika Papua lepas dari Indonesia. Semuanya rata-rata memberikan dampak yang buruk tak hanya kepada Indonesia tapi juga Papua sendiri. Maka dari itu solusi tengah yang bisa diambil adalah tetap seperti sekarang. Tetap bersama akan membuat keduanya kuat. Hanya perkara waktu saja sampai akhirnya Indonesia jadi negara hebat dan Papua juga jelas akan kena imbasnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun