Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Saksi

26 Agustus 2018   10:51 Diperbarui: 26 Agustus 2018   12:18 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: elaineou.wordpress.com

Ketika Akasha mengunjungiku siang ini, rentang waktu telah membuat kami terlihat asing satu dengan lainnya. Sosok gadis kecil pemurung yang suka menyendiri telah menjelma menjadi sosok gadis ceria yang menawan. 

Puncak kepala gadis itu hanya sedikit di bawah pintu. Sepasang mata bundarnya dipayungi bulu mata lentik yang berbaris. Rambutnya mengombak hingga ke punggung. Sementara itu-bertolak belakang dengan dirinya-aku justru semakin rapuh dan menua.

Sewaktu Akasha memasuki teras dan mengetuk pintu, kenangan bertahun-tahun lalu kembali mengetuk ingatanku. Kala itu, Akasha senang duduk berlama-lama di bawah pohon asam jawa yang berada di depanku. Hampir tak ada teman yang menghampirinya. Mungkin kemurungan Akasha membuat mereka merasa enggan. Pernah suatu kali, seorang anak lelaki mencoba mengajaknya bermain bersama anak-anak lain. Tetapi, Akasha hanya menggeleng lalu membisu setelahnya. Sejak itulah, tidak ada lagi anak yang berusaha menyapa saat ia sedang duduk di bawah pohon asam jawa.

Kemurungan Akasha memang ada sebabnya. Orangtuanya jarang pulang. Akasha seolah sebatang kara. Hanya ada pengasuh, pengurus rumah, dan setumpuk mainan. Mungkin itu sebabnya, mengapa Akasha lebih senang bercakap-cakap dengan pohon asam jawa di depan rumahnya. Kebiasaannya itu membuat pengasuh dan pengurus rumah merasa khawatir.

"Akasha, tidak baik berbicara dengan pohon. Bermainlah dengan anak-anak lain," nasihat pengasuhnya pada suatu hari.

Akasha hanya menjawab, "Pohon ini sahabatku. Cuma dia yang mengerti aku."

Mendengar jawaban itu, sang pengasuh memarahinya. Tetapi, Akasha malah protes dan menyuruh pengasuhnya pergi. "Jangan ganggu aku!" bentak Akasha pada perempuan yang sudah mengasuhnya sejak masih bayi merah itu.

Setelah kemarahan itu, pengasuh dan pengurus rumah bersepakat untuk menyadarkan Akasha. Mereka mengurungnya di dalam kamar. Mereka bahkan mengancam akan menebang pohon itu jika Akasha masih bersikeras. Untuk pertama kalinya, Akasha mengamuk bagai banteng terluka. Akasha menendang dan mencakari daun pintu. Ia juga melempari pintu itu dengan apa saja yang bisa diraihnya. Pengasuh dan pengurus rumah kebingungan. Mereka tidak tahu harus bagaimana untuk meredakan kemarahan Akasha.

Suatu hari, kemarahan Akasha surut dengan sendirinya. Akasha mulai menurut dan bersikap manis pada pengasuh dan pengurus rumah. Karena itu, mereka membebaskan Akasha dari kamarnya. Akasha berhenti berbicara dengan pohon asam jawa. Ia bahkan mulai bermain dengan anak-anak lain. Semua orang merasa gembira dengan perubahan sikapnya itu.

"Apa kabarmu?" sapa Akasha. Bibirnya yang dipoles lipstik merah muda tersenyum.

Aku tersadar dari dari lamunan. Akasha sungguh berbeda. Masa lalu seolah telah lenyap dari dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun