"Biar aku yang melakukannya untukmu."
"Kau bisa?" tanyanya dengan nada mengejek.
"Pasti bisa," jawabku meyakinkannya.
"Baiklah. Ini," ia menyerahkan kaleng besar cat itu padaku, "jangan sampai ada noda yang terlewatkan."
Saat suamiku berada di kantor, maka aku bertugas menggantikannya. Mengawasi seluruh dinding dari gangguan-gangguan yang berpotensi menyebabkan noda. Juga menghapus noda yang timbul sesegera mungkin. Lama-lama aku merasa lelah. Ini gila. Benar-benar gila. Mengapa aku harus melakukan semua ini? Suatu hari, aku memutuskan untuk mengakhirinya. Alhasil, suamiku mencak-mencak saat tiba di rumah.
"Ini apa?" ia menunjuk dinding dapur yang dikotori oleh noda kecap.
"Cuma noda kecil. Aku tak sengaja menyentuh dinding itu sehabis makan."
"Kau sudah berjanji padaku!" hardiknya.
"Aku lelah..." aku berusaha menyadarkannya, "bagaimana kalau kita akhiri semua ini?"
Suamiku membanting tas kerjanya ke atas meja makan. "Kau yang ingin menggantikanku. Jangan mengeluh seperti perempuan tua," jawabnya geram.
"Kita memang sudah tua," kataku mengingatkannya.