Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Mak Ratap

4 Februari 2016   15:17 Diperbarui: 5 Februari 2016   04:41 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi di lorong sempit itu diawali suara keluhan panjang seorang perempuan yang terdengar dari sebuah rumah petak. Mak Ratap. Para tetangga memanggilnya demikian. Perempuan berumur empat puluhan itu mulai berkeluh kesah tentang apa saja. Mulai dari cucian yang menumpuk, anak-anak yang harus berangkat sekolah, rumah yang berantakan, hingga biaya kebutuhan hidup yang terus meningkat. Maklum saja, suaminya hanya seorang buruh lepas dengan upah tak seberapa.

Akhir-akhir ini, omelan Mak Ratap semakin nyaring. Pasalnya, suaminya sudah seminggu tak bekerja karena tenaganya tak dibutuhkan lagi. Otomatis, kondisi keuangan rumah tangga semakin memprihatinkan. Biaya hidup lima orang sekaligus biaya sekolah tiga orang anak terancam. Semua itu membuat kepalanya pusing sejak bangun pagi.

“Bang, bangunlah! Kau tak pergi cari kerja?” tanyanya pada suaminya yang sedang berbaring di dipan.

“Sebentar lagilah.”

Mak Ratap mulai jengkel. “Beras sudah mau habis. Uang sekolah anak-anak menunggak. Harusnya kau lebih berusaha!”

Suaminya beranjak bangun dan menatapnya. Rambutnya ikalnya nampak kusut. “Jadi maksudmu, selama ini aku kurang berusaha?”

Baru saja Mak Ratap mau menjawab, ketiga anaknya berpamitan untuk berangkat sekolah. Mak Ratap menahan ucapannya sebentar. Setelah anak-anaknya berlalu, ia menumpahkan kekesalannya.

“Berusaha apanya? Kau hanya tidur malas-malasan saja!” serang Mak Ratap. “Bulan depan kita harus bayar kontrakan rumah. Uang sewa baru terkumpul separuh. Terus, dari mana kita harus cari sisanya?”

“Tapi seminggu ini aku sudah cari kerja,” jawab suaminya membela diri. “Kau pikir, cari kerja itu gampang?”

Mak Ratap berkacak pinggang. “Semua orang juga tahu kalau cari kerja itu susah. Tapi kerja itu bukan jatuh dari langit! Nggak bakalan datang kalau nggak dicari!” bantah Mak Ratap tak mau kalah.

“Aarggghhh!” teriak suaminya. “Lebih baik aku pergi sekarang. Sebelum aku jadi gila di rumah ini!” Suaminya menyambar handuk dan pergi ke belakang. Lima belas menit kemudian, terdengar suara pintu rumah petak itu dibanting keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun