Mohon tunggu...
Fitri Intan Ayu Rahmawati
Fitri Intan Ayu Rahmawati Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Internasional Semen Indonesia

Semangat Menebar Manfaat :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Menggali Makna Kehidupan Mutualisme di Lautan Lepas, "A Plastic Ocean"

2 Desember 2020   16:50 Diperbarui: 2 Desember 2020   17:11 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

A Plastic Ocean (2016), merupakan Film karya Jo Ruxton dan Adam Leipzig, yang disutradarai oleh Craig Leeson. Dimana film yang berdurasi selama 1 jam 42 menit ini merupakan jenis film dokumenter yakni jenis film yang menceritakan tentang suatu kejadian nyata tanpa adanya rekayasa yang benar-benar terjadi. 

Film ini berisikan petualangan dari Craig Leeson selaku sutradara film dan Tanya Streeter serta tim Ilmuwan Internasional, dimana mereka menjelajahi lebih dari 20 lokasi selama 4 tahun untuk mengungkap penyebab dan konsekuensi polusi plastik di lautan, serta berbagi solusi untuk masalah yang dihadapi. 

Film ini sangat bermanfaat bagi tiap orang yang melihat, sebab di dalam film ini diperlihatkan secara detail tentang sebab, akibat, dampak dan beberapa sudut pandang sehingga menghasilkan pemikiran yang realistis kan kritis terhadap lingkungan maupun habitat di sekitar kita, terlebih lagi di lautan.

Film ini bermulakan saat Craig Leeson beserta tim mendapatkan misi untuk mencari paus biru di lautan Srilanka, tetapi setelah mereka menemukan paus biru tersebut selang beberapa saat mereka disana juga menemukan kumpulan sampah plastik, minyak yang bercecaran, dan serpihan-serpihan kecil yang mengambang bebas ditengah lautan lepas. Hal inilah lantas membuat seluruh tim merasa sedih dan terkejut, sebab lautan Srilanka sudah ditutup selama 30 tahun tetapi yang terjadi malah air lautan disana tercemar dengan sampah plastik dan limbah-limbah yang lain.

Sampah plastik yang timbul dapat berasal dari aktivitas rumah tangga, aktivitas perusahaan, aktivitas masyarakat maupun nelayan yang ada di sekitar lokasi. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran dan tanggung jawab dari pihak terkait dimana mereka terlalu menyepelekan sampah-sampah tersebut dan beranggapan bahwa sampah yang dihasilkan akan dapat terurai dengan sendirinya, bahkan apabila ditimbun tidak akan menyebabkan polusi yang berlebihan. 

Justru hal tersebut lah yang memunculkan bibit-bibit kerusakan maupun masalah baru bagi lingkungan. Terlebih lagi apabila sampah tersebut dibuang ke sungai dan lautan. Lantas apa yang terjadi? Sampah plastik tersebut tidak akan bisa terurai dan akan terus mengambang tak beraturan di lautan hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. 

Apalagi ada sampah minyak yang dibuang di lautan, pasti tidak akan bisa menyatu dengan air di lautan. Hal inilah yang menyebabkan permasalahan baru, dimana sampah-sampah tersebut lama kelamaan akan berubah menjadi partikel-partikel kecil yang mengambang, dimana partikel tersebutlah yang kemudian dikonsumsi oleh ikan-ikan kecil di lautan lepas. 

Kemudian, akan berdampak kepada ikan-ikan yang lebih besar sebab mereka sendiri akan mengkonsumsi ikan kecil sebagai makanan mereka, dan tidak dapat dipungkiri ikan-ikan besar tersebut juga akan memakan sampah plastik yang berukuran besar, yang dengan sengaja/tidak dengan sengaja mereka memakannya karena menganggap plastik tersebut adalah ikan/biota laut lainnya.

Di dalam film dokumenter "A Plastic Ocean (2016)" ini terdapat 3 sudut pandang, sudut pandang yang pertama adalah sebagai manusia. Ya! Mengapa dari sisi manusia yang pertama, sebab manusia adalah sebagai pelaku "utama" dalam hal produksi sampah plastik, karena mereka menciptakan, mengedarkan, dan juga mengkonsumsi. Sehingga, manusia di sini benar dikatakan sebagai bentuk penyebab utama dari kerusakan alam di sekitar mereka setelah alam itu sendiri. 

Terlebih lagi apabila ada manusia yang tidak merasakan tanggung jawab yang harusnya ia lakukan untuk alam sekitar tetapi mereka malah merusaknya secara berkala dan terang-terangan. 

Selain itu, sudut pandang kedua adalah sebagai biota laut. Biota laut di sini berperan sebagai korban dari sampah plastik yang dihasilkan oleh manusia, mereka dengan tidak sengaja apabila menjumpai sampah plastik yang terombang-ambing di lautan, mereka akan memakannya. Sebab, mereka belum terlalu familiar dengan benda baru disekitar mereka, apakah benda ini makanan atau bukan, sehingga mereka pasti menganggapnya sebagai makanan mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun