Mohon tunggu...
Fitri Hidayati
Fitri Hidayati Mohon Tunggu... Pendidik -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri di Balik Kostum

14 Mei 2018   15:26 Diperbarui: 14 Mei 2018   15:29 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Decak kagum saling memuji mewarnai kelas alam pagi ini . Para siswa tampak antusias menjalani penilaian drama kali ini . Wajah-wajah ceria dibalut kostum sesuai tokoh yang mereka perankan. Tak nampak wajah tegang atau sibuk menghafal. Semua anak sangat siap dan tampak menikmati .

" Assalamu alaikum." Sapaku sambil menebar senyum ke seluruh siswa.

" Wa alaikum Salam." Serempak mereka menjawab tampak kompak.

" Pagi anak-anak,  gimana penilaian sudah siap kita mulai?"

" Siap Buuu." Suara mereka menggema menyusup di antara taman sekolah yang asri.

Di antara siswa yang berdiri berkelompok, Zeda berkelebat mencari celah jalan  maju menghampiriku . Tampak ada sesuatu yang ingin dia sampaikan.

" Maaf Bu, kelompok saya terpaksa tidak bisa tampil hari ini. Mohon izin untuk tampil besuk pagi ya Bu."

" Loh ada apa Zeda, Ibu lihat teman sekelompokmu sudah siap?"

" Mohon maaf, kostum saya belum jadi. Baru besuk pagi Bu."

Aku menghela napas panjang. Kuperhatikan wajah Zeda tampak merasa bersalah. Aneh, tak biasanya dia seperti ini. Zeda siswa yang pandai dan sangat disiplin. Tak pernah dia  menunda dalam menyelesaikan tugas . Sebagai pengurus OSIS dan ketua kelas dia mempunyai pribadi dan tanggung jawab yang baik.

" Zeda, Ibu kan tidak pernah mempersulit kalian. Kemarin Ibu sampaikan untuk menggunakan kostum yang ada saja. Boleh pinjam dari keluarga maupun teman. Tidak perlu pengadaan kostum. Jangan membebani orang tua."

" Mohon maaf Bu, kelompok kami ingin tampil maksimal. Mohon Ibu izinkan. Semoga kami tidak mengecewakan.

Belum sempat aku menjawab, Alvian memprotes dengan lantang.

" Mohon maaf Bu, saya tidak setuju. Tidak boleh ada pengecualian. Tidak hanya kelompok Zeda yang ingin tampil maksimal.  Semua kelompok juga ingin menampilkan yang terbaik. Sebaiknya kita kembalikan pada kesepakatan awal. "

Penilaian aku tangguhkan sementara. Kami segera mendiskusikan secara cepat. Kesepakatan baru yang kami peroleh, kami tetap melanjutkan penilaian dengan cara mengundi urutan maju. Undianpun dilakukan dan ternyata kelompok Zeda mendapat urutan tampil paling akhir.

Riuh tepuk tangan menggema menandai berakhirnya penampilan tiap kelompok. Penampilan mereka  maksimal dan sangat menghibur tak terasa sudah sampai pada kelompok lima.  Namun saat cerita mereka berakhir bersamaan denganitun pula  bel istirahat berbunyi. Zeda tampak lega karena kelompok mereka bisa menangguhkan penampilannya esok pagi.

Setelah menutup pelajaran, siswa segera berhamburan untuk berganti pakaian. Sebagian langsung ke kantin. Zeda tampak masih menungguku. Tampaknya dia ingin berbincang empat mata.

" Ibu, terima kasih sudah mengizinkan Zeda tampil besuk Bu. Mohon maaf sudah membuat Ibu repot."

" Oh, nyantai aja Mas, bukankah ini juga merupakan kesepakatan teman-temanmu."

" Zeda mohon maaf bila selama ini banyak mengecewakan Ibu."

" Oh, ya. Ibu juga mohon maaf atas segala salah . Juga makasih banget Mas Zeda sudah sering membantu Ibu."

" Sama-sama Bu. Maakasih atas bimbingannya selama ini. Zeda tak mungkin bisa membalasnya."

Kami terus berbincang, menyusuri taman sekolah yang sudah mulai panas.  Kami berpisah di depan kantor guru. Sekali lagi Zeda menjabat tanganku dan menciumnya dengan sangat sopan.

" Permisi Bu, semoga Ibu sehat selalu."

Aku mengangguk sambil tersenyum. Mengantarkannya sampai berlalu hingga punggungnya lenyap di balik tikungan .

Hari ini udara sangat panas. Tak terasa aku terlelap hingga menjelang mahgrib. Bergegas aku mandi dan langsung bersiap shalat mahgrib. Baru saja kukenakan mukena tiba-tiba lampu padam. 

Oh...gelap pekat. Mendadak angin bertiup kencang menhempaskan pintu depan. Sekelebat aku lihat bayangan seorang pemuda melintas di depan rumah kemudian hilang ditelan gelap malam. Aku tak ambil pusing siapa dia, namun sepertinya aku kenali postur tubuhnya. Segera aku tutup kembali pintu dan segera menjalankan shalat Maghrib.

Baru saja aku mendapat satu rokaat, terdengar ponselku berdering. Kuabaikan hingga aku selesai shalat. Lima panggilan tak terjawab dari nomor tak kukenal. Aku lempar ponselku, namun rasa penasaran tiba0tiba menyergap.Segera aku buka WA ternyata beberapa deret pesan masuk. Pesan baru masuk dalam waktu yang bersamaan. Tak sabar segera kubuka salah satu pesan. Rasa penasarankku makin menjadi saat kubaca kalimat pertama. " Innalillahi wainnailaihi rojiun." Merinding bulu kudukku.

Beruntung lampu telah nyala. Aku ulangi lagi membaca pesan yang tertera di laayar.

" Innalillahi wainnailaihi rojiun. Telah menghadap Allah SWT, Ananda Zeda Pradana karena kecelakaan saat berenang . Kecelakaan terjadi sekitar pukul 16.45. Jenasah baru diketemukan pukul 17.45 . Semoga amal ibadahnya diterima Allah dan kesalahannya diampuni-Nya. Aamin"

Aku tertegun tak mampu berkata-kata. Masih kuingat jelas semua ucapannya tadi pagi. Sebuah isyarat yang tak terbaca, Karna kematian merupakan rahasia Allah. Di balik kostum istimewa yang kau janjikan, tersimpan misteri yang tak tersibak. 

Hanya doa mengiring kepergianmu Zeda, semoga Allah menempatkanmu di tempat yang baik, terampuni segala dosa dan menerima segala amal baikmu. Semoga husnul khotimah. Aamiin YRA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun