Umat Islam di seluruh dunia akhir-akhir ini semakin kencang dihujani oleh paham-paham baru keislaman yang meresahkan, tidak terkecuali di negara indonesia ini. Wabah paham-paham tersebut sering kali dengan gampangnya dengan takfir (pengkafiran), tasyrik (pemusyrikan), maupun tabdii' (pembid'ahan) adalah salah satu jenis paham yang menggeliat tumbuh bak jamur di musim hujan. Fenomena tersebut tidak hanya dapat mengeroposi bingkai-bingkai ukhuwah, namun telah melabrak tonggak-tonggak agama yang telah menjadi konsensus ulama dan ummat.
Ajaran Islam sesungguhnya memberikan visi, misi dan motivasi yang substansial agar umat islam senantiasa melahirkan kesadaran yang responsif, adaptif, progresif, bahkan revulatif dalam menghadap tantangan perubahan dan penggeseran. Nahdlatul Ulama misalnya memiliki kesadaran pentingnya kebangkitan (nahdlah) yang merupakan sikap untuk menjauhkan keterpurukan dan ketertinggalan apapun konstalasi dan konteks persoalan yang dihadapinya.
Dengan perpegang teguh pada ajaran Islam serta para ulama yang selalu ditempatkan sebagai pengelola, pengendalian, pengawas, dan pembimbing akan menjadi sumber untuk mengembangkan kesadaran baru, yaitu betapa pentingnya bersikap lebih terbuka menerima perubahan, pergeseran, pembaharuan, menerima pandangan dan cara-cara baru, serta mampu menerima kebenaran dan kebaikan dari pihak lain yang berbeda sikap eksklutif (menutup diri) dan merasa ke-Islamannya paling benar serta berupaya memaksakan kebenarannya pada orang lain akan menjadi bencana bagi masa depan umat Islam.
Memandang pada masa depan, berarti umat islam harus mampu merumuskan kebutuhan-kebutuhan bagi perkembangan dan pembangunan umat Islam dan umat manusia serta mampu menjadi contoh terdepan dalam merealisasikannya nilai-nilai, etika dan moral.