Mohon tunggu...
Fitri Haryanti Harsono
Fitri Haryanti Harsono Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Kesehatan Liputan6.com 2016-2024

Akrab disapa dengan panggilan Fitri Oshin. Lebih banyak menulis isu kebijakan kesehatan. Bidang peminatan yang diampu meliputi Infectious disease, Health system, One Health, dan Global Health Security.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Hargai dan Besarkan Jabatan Saat Ini

18 Januari 2020   18:11 Diperbarui: 20 Januari 2020   09:08 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hargai dan besarkan jabatan saat ini yang diampu. (Ilustrasi pexels.com/fauxels)

"Mbak, sudah belasan tahun kerja di media ini, apa enggak pengen naik jabatan? Yah, mungkin cari tempat kerja dengan jabatan yang lebih baik di luar sana," celetukku pada suatu malam selepas meliput rapat komisi di Gedung DPR/MPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat.

Sambil tercenung sejenak, Mita (bukan nama sebenarnya) menjawab, "Iya, seringkali kepikiran sih. Aku udah 10 tahun lebih bekerja di media ini. Dan lama sekali memang kalau urusan naik jabatan. Yang berstatus reporter saja, ada yang usianya 40-an tahun."

Aku menyimak apa yang diucapkan Mita. Dia bekerja di salah satu perusahaan media ternama di Jakarta. Sebagai jurnalis senior yang sudah malang melintang merasakan pahit-manisnya, aku memetik banyak pelajaran darinya.

Dalam dunia profesi aku dan Mita, naik jabatan menjadi editor, koordinator liputan, redaktur pelaksana, wakil pemimpin redaksi, bahkan pemimpin redaksi adalah posisi yang diidam-idamkan. Seiring pengalaman 'jam terbang', koneksi narasumber, dan kemampuan soft skills yang bertambah, naik jabatan pada posisi di atas layak diperoleh.

"Siapa juga yang enggak mau naik jabatan. Gaji juga pasti naik. Lihat orang lain, kok cepat sekali naik jabatan. Teman-teman kita juga sudah banyak yang naik jabatan," ujar Mita sembari mengenakan masker.

Kami pun berjalan kaki menuju Stasiun Palmerah, yang tak jauh dari pintu masuk. Waktu itu hampir pukul 22.00 WIB pada pertengahan Desember 2019. Kendaraan hilir-mudik, ramai.

"Statusku masih juga jadi reporter. Tapi ya Fit, walaupun kepikiran naik jabatan, ada yang lebih penting dari profesi kita ini: Menyelami, mendalami, dan menikmati. Enggak nyangka juga waktu cepat sekali berlalu," lanjutnya.

Dengan langkah pelan, Mita mengungkapkan unek-unek pribadinya. Kuperhatikan dari pendapat yang disampaikannya, ia bukan tipe seseorang yang berfokus pada naik jabatan.

Menghargai jabatan saat ini dan mencintai profesinya, itulah yang digenggamnya erat.

"Aku sangat menikmati pekerjaan ini. Profesi kita terbilang hebat lho. Kita menulis berita, memberitakannya pada publik dan dunia. Kita mengejar narasumber, tokoh publik, dan pejabat untuk konfirmasi berita," tambah Mita dengan sorot mata tajam.

"Dari itu semua, kita berhasil membesarkan nama narasumber. Kita membawa nama mereka sampai dikenal publik. Kita membantu mereka juga untuk publikasi."

Angin sepoi-sepoi malam menerpa. Pepohonan seakan menari lembut disapa angin. Obrolan kami semakin hangat. Aku bersepakat, meski profesi jurnalis berat, harus mengejar deadline, dan running berita, ada sisi menyenangkan.

"Ya, pekerjaan kita termasuk mulia juga," ucapku.

"Iya, sudah pasti. Makanya, soal naik jabatan buat aku ya bukan segalanya. Meski sering kepikiran juga. Menjalin relasi dengan narasumber, bertukar pendapat, ketemu banyak orang setiap harinya. Liputan dari satu lokasi ke lokasi lain, itu yang aku senangi dari profesi ini," ungkap Mita.

Ia melingkarkan syal di leher. Tak tahan dengan udara yang kian dingin. Obrolan malam itu ternyata lebih banyak diisi kalimat-kalimat Mita yang menginspirasi.

"Kadang aku mikir, capek juga ya. Pengen move on tahun depan (2020). Bukan naik jabatan. Tapi mau beralih profesi lain. Bisa enggak ya," tawa Mita memecah malam.

"Semoga ada jalan. Yang penting doa terbaik deh. Kok aku jadi sedih kalau Mbak seandainya udah enggak lagi jadi jurnalis. Enggak ada yang ngajarin aku nanti atau curhat-curhat lucu," ujarku yang dibalasnya dengan tawa yang keras.

Obrolan kami berakhir kala kaki sudah menjejak di Stasiun Palmerah. Kopi menemani waktu kami menunggu KRL Commuter Line arah Tanah Abang. Transit di Stasiun Tanah Abang, menanti KRL ke Bogor.

Jangan Besar karena Jabatan

Jika ada tawaran naik jabatan, siapapun pasti mempertimbangkannya dengan baik. Sebuah kesempatan emas mengemban amanat baru. Ketimbang memikirkan kapan naik jabatan, lebih baik memikirkan kerja keras apa yang bisa kulakukan.

Petikan pelajaran dari Mita, bagaimana menjadikan profesi dan jabatan saat ini dinikmati dengan senang. Aku termasuk jurnalis muda.

Baru lima tahun aku menjalani profesi ini. Masih pemula, harus banyak belajar dan berlatih. Berusaha membesarkan nama baik, menjalin relasi, bekerja sebaik-baiknya, dan menambah prestasi.

"Kelak, naik jabatan yang layak pasti mengiringi seseorang. Kalau sudah rezeki, enggak bakal ke mana tertukar. Meskipun datangnya lama," pikirku meyakinkan diri sendiri.

Sesekali berkhayal, seandainya punya jabatan tinggi. Sekadar khayalan tapi menjadi salah satu pemacu semangat: Aku harus menimba ilmu dan pengalaman lebih banyak.

Terngiang pesan yang kerap disampaikan Almarhum Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho:

Kita jangan besar karena jabatan, tapi di manapun kita di tempatkan, besarkan jabatan itu.

Aku tak pernah bosan membaca kalimat Pak Topo, sapaan akrabnya. Bagi para jurnalis, almarhum Pak Topo sosok inspiratif, yang mana tetap menyampaikan kabar bencana di tengah perjuangannya melawan kanker paru stadium IVB.

Secercah penyemangat, apapun jabatan saat ini, hargai dan besarkan.

"Tak perlu malu, minder karena jabatan yang diampu saat ini. Jabatan yang layak pasti menanti. Dan perjalanan masih panjang, Nak," ucapku mensugesti diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun