Minggu malam, di dalam kereta rel listrik (KRL) Jakarta Kota - Bogor, sambil memegang kedua paha, raut gelisah terpancar dari wajah seorang bocah lelaki. Alis turun, sorot mata seakan menahan sesuatu.
Hanya satu kalimat yang ia ucapkan kepada sang ibu, "Mama, Aku mau pipis." Merespons perkataan anaknya, ibunya menjawab, "Iya, nanti. Tahan aja dulu."
Si bocah lelaki, yang kutebak masih duduk di bangku sekolah dasar itu terdiam. Walaupun begitu, ia masih tetap memegang pahanya: menahan pipis.
Aku memerhatikan si bocah lelaki sejak naik KRL dari Stasiun Gondangdia. Keinginan untuk pipis diucapkan bocah tersebut saat KRL menuju Stasiun Pasar Minggu.
Waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB lewat, KRL terus melesat kencang. Udara dingin terasa setiap kali pintu kereta terbuka.
*
Selepas KRL melewati Stasiun Lenteng Agung, bocah lelaki itu kembali berkata, "Ma, beneran ini enggak tahan." Kedua mata si bocah nyaris menangis.
"Ah, kamu mah nge-repotin aja. Ditahan dulu kenapa sih. Sebentar lagi kita juga turun," ujar ibu bocah sembari menepuk pantat. Berharap si anak lekas diam dan mengerti.
Melihat si bocah lelaki, aku pun tak sanggup bila harus menahan pipis. Infeksi saluran kemih yang juga disebabkan kurang minum air putih pernah kualami. Ketika ingin pipis, ya segera aku mencari toilet.
Menuju Stasiun Depok Baru, tangisan si bocah lelaki menyeruak. Untuk ketiga kalinya ia berkata dengan suara cukup keras, "Udah enggak tahan ini, Ma. Mau keluar. Mau pipis sekarang."