Mohon tunggu...
dafit
dafit Mohon Tunggu... Freelancer - manusia

Hutan, gunung, sawah, lautan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Masa Lalu, Bisakah Jadi Masa Depan?

24 Mei 2023   06:00 Diperbarui: 24 Mei 2023   06:22 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pixabay/edar-609103

Aku dipertemukan dengan situasi yang tak terduga. Rasa cinta yang pernah padam dalam hatiku tiba-tiba tumbuh kembali, seperti api hitam yang membara dalam api merah. Ini adalah kisah tentang bagaimana cinta dapat menemukan jalannya kembali ke dalam hidup.

Aku pikir aku telah melupakan cinta itu, bahwa aku telah membiarkannya berlalu dan memulai lembaran baru. Aku berusaha untuk mengabaikannya, mengubur perasaan itu dalam-dalam dan mencari sesuatu dalam dimensi lain. Namun, takdir ingin bersenda gurau, membawa seseorang yang membuatku terpesona dan membuatku merasakan getaran yang akrab. Getaran yang sebenarnya sudah tak asing, seperti pernah ku khatamkan sebelumnya.

Setiap kali aku melihatnya, hatiku gemetar (lagi) setelah sekian lama tertidur. Senyumannya menyapu segala keraguan dan ketidakpastian dalam diriku. Setiap kali dia bicara, suaranya memenuhi ruangan dengan kelembutan dan kesyahduan. Seakan aku terbawa dalam aliran energi positif yang dia pancarkan.

Lama kelamaan, rasa cinta itu mulai tumbuh kembali, mengisi celah-celah yang pernah kosong dalam hati. Aku merasakan kehangatan dan keinginan kuat untuk berada di dekatnya, untuk berbagi momen-momen berharga bersamanya (lagi). Aku ingin tahu segala tentangnya, tentang impian-impian, kejadian-kejadian yang membentuk dirinya, kisah yang belum pernah dia bagi dengan siapapun, dan cerita-cerita yang aku lewatkan.

Namun, ada ketakutan yang melingkupi hati. Aku takut untuk mengungkapkan perasaanku, takut untuk menempatkan hatiku pada risiko lagi, atau bahkan risiko itu yang enggan mendekat. Aku masih ingat bagaimana rasa cinta yang tumbuh sebelumnya, perlahan padam dan meninggalkan bekas luka dalam diriku. Aku tidak ingin mengalami kekecewaan yang sama lagi, tapi juga tak ingin mengecewakan dia lagi.

Namun, dalam ketakutan itu, ada keberanian yang tumbuh. Aku tidak ingin hidup dalam penyesalan dan bertanya-tanya, "apa jadinya jika...". Aku ingin memberikan diriku kesempatan untuk mencoba, untuk mengungkapkan perasaanku dengan jujur dan tulus. Aku tahu bahwa cinta adalah perjalanan yang berisiko, tetapi juga memberikan kesempatan untuk kebahagiaan yang tak terduga.

Aku ingin memberanikan diri untuk membuka hatiku dan mengungkapkan perasaan ini. Aku mengirimkan pesan tentang isi hatiku yang terdalam, dengan harapan bahwa dia menerima dengan baik dan menanggapinya dengan perasaan serupa.

Aku ingin memberanikan diri untuk kemudian aku bisa menunggu dengan campuran perasaan gugup, harap, dan ketidakpastian. Satu-satunya aktifitas "menunggu yang menyenangkan." Aku berusaha untuk tetap positif, mengingat bahwa apa pun hasilnya, aku telah memberikan diriku kesempatan untuk mencintai dan dicintai. Aku berharap bahwa cinta ini akan menemukan jalannya, memberi warna dalam hidupku dan membawa kebahagiaan yang nyata. Semoga aku bisa memberanikan diri.

Ini bagian penting dalam kisah ini, karena aku dapat menuangkan setiap perasaan yang mengalir dalam perjalanan cintaku yang tumbuh kembali. Meski tanpa aku utarakan. Sementara itu aku tidak peduli soal itu. Aku ingin menikmati kebersamaan ini dengan penuh rasa syukur, itu saja. Sementara, itu sudah cukup.

Setiap hari, aku merasa semakin terhubung dengannya. Waktu yang kami habiskan bersama adalah saat-saat yang penuh dengan tawa, kehangatan, dan keintiman. Kami berbagi minat dan nilai-nilai yang sama, dan hal itu semakin menguatkan rasa keterhubungan di antara kami.

Tapi di saat yang sama, ada juga keraguan yang melingkupi hatiku. Aku bertanya-tanya apakah perasaanku akan terbalaskan, atau apakah perasaan ini hanya bersifat satu arah. Aku merasa rentan dan takut akan kemungkinan penolakan atau kekecewaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun