****
Mungkin aku akan merasa bahagia jika dulu kamu yang mengajakku ke sini. Tapi ke sini bersamanya membuat dia akan merasakan pahitnya luka. Kamu pasti tahu bagaimana nanti aku akan sibuk dengan menonton rekaman kenanganku denganmu. Karena di tempat ini, di stasiun Lamongan ini dan pada senja kisah kita bermula. Aku telah melukisnya dengan kenangan kita. Baik itu senang ataupun sedih. Bahkan tentang rindu-rindu yang menjalar di setiap akhir pekan.
***
"Mau lauk apa?"
"Otak-otak mas sama dadar." tanpa sadar menyebutkan kata dadar aku kembali mengingatmu. Kamu sangat suka dadar.
"Makan di sini enak kan? Kita bisa makan sambil melihat orang datang dan pergi dari dalam stasiun. Kamu tahu bahwa stasiun adalah tempat di mana airmata menggenang. Menetes saat ditinggal pergi ataupun sebaliknya, menetes karena meninggalkan. Atau bisa jadi karena pertemuan." Dia tersenyum dan kembali memasukan sesuap nasi ke dalam mulutnya. Aku makan sedikit demi sedikit tak ada nafsu untuk makan.
"Selain itu makan di sini, kita dapat melihat warna senja di langit stasiun dan juga...." dia menggantung kalimatnya membuatku urung memasukan nasiku ke dalam mulut.
"Dan juga apa?" tanyaku penasaran.
"Dan juga mengenang masa lalu," ucapnya santai.
Tapi wajahku menegang seketika, badanku terasa panas dan detak jantungku memompa dengan kencangnya. Bagaimana dia bisa tahu padahal aku sudah menguncinya rapat-rapat bahkan diriku pun tak ku biarkan membukanya kembali.
"Kamu bisa cerita semuanya kepadaku. Meskipun tidak dapat sepenuhnya membebaskanmu tapi setidaknya itu akan mengurangi rasa bersalahmu."