Mohon tunggu...
Fitria Putri Balqis
Fitria Putri Balqis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

Halo! Saya menulis tentang isu - isu pendidikan, sosial, politik, budaya, dan lingkungan. Saya percaya bahwa melalui tulisan, kita dapat menginspirasi, mengedukasi, dan mendorong perubahan positif dalam masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sudut Pandang Mahasiswa FKIP terhadap Marketplace Guru

8 Juni 2023   23:58 Diperbarui: 9 Juni 2023   00:00 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Akhir-akhir ini dunia pendidikan dihebohkan dengan kebijakan baru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yakni tentang "Marketplace Guru". Marketplace Guru atau bisa disebut dengan Ruang Talenta Guru adalah ruang dimana tempat penyimpanan database seluruh guru di Indonesia yang memungkinkan untuk diserap oleh seluruh sekolah di Indonesia. Pemerintah membuat kebijakan baru ini bertujuan untuk agar sekolah mampu menyerap tenaga pendidik yang kompeten, kalau yang dulunya ini direkrut melalui tes P3K dan yang lainnya yang secara terpusat, kali ini kehadiran kebijakan ini katanya akan memudahkan untuk tenaga pendidik bisa masuk sekolah, dan bisa mengajar di dunia pendidikan secara bertahap atau sesuai dengan keinginan sekolah itu sendiri dalam merekrut tenaga pendidik. Meskipun kota yang disajikan tetap dari pusat. Jadi, konsep dari Marketplace Guru ini yaitu pola perekrutan yang semula terpusat akan diubah menjadi pengangkatan setiap saat, seperti kita berbelanja di e-commerce. Nantinya, platform tersebut akan berisi informasi mengenai lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan, guru honorer, dan calon guru ASN (Aparatur Sipil Negara). Program itu dinilai mampu meningkatkan kualitas serta kompetensi calon tenaga pendidikan sebelum mengabdikan dirinya di sekolah-sekolah. 

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemenristekdikti) akan membuat marketplace atau lokapasar yang akan digunakan sebagai talent pool tenaga guru. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, mengeluarkan gagasan terkait program "Marketplace Guru" yang bertujuan untuk merekrut guru melalui platform online. Ide Mendikbudristek Nadiem Makarim tersebut dikritik karena dinilai seolah menyamakan guru dengan barang dagangan. Beberapa pihak merasa dirugikan dengan kebijakan marketplace guru ini, di antaranya adalah guru honorer yang merasa dirugikan dengan adanya marketplace guru ini, serta beberapa pengamat pendidikan yang menilai bahwa gagasan pemerintah soal marketplace guru masih perlu dikaji secara mendalam. Menurutnya, banyak hal yang perlu diperhatikan dalam proses seleksi atau rekrutmen guru, salah satunya soal kualitas guru itu sendiri. Marketplace Guru menurutnya hanya bisa menyelesaikan persoalan distribusi guru, padahal itu hanya menjadi salah satu dari banyak masalah pengelolaan tenaga pendidikan di tanah air. Selain itu, Cecep Sumarna, Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, juga meminta Nadiem untuk fokus pada penyelesaian program rekrutmen 1 juta guru yang sampai hari ini masih terbengkalai. Ia turut mengkritisi pembenahan rekrutmen guru dengan sistem marketplace itu bukan solusi yang tepat.  Legislator PAN juga mengkritik kebijakan marketplace guru ini karena dianggap tidak memecahkan persoalan inti, yaitu selisih kuota guru antara pusat dan daerah. 

Dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI yang membahas kesiapan pemerintah pusat dalam mengisi formasi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), Nadiem menjelaskan bahwa terdapat tiga penyebab utama yang menyebabkan rekrutmen guru di Indonesia masih menghadapi kendala. Mengapa? Oleh karena itu Nadiem Makarim membuat kebijakan marketplace guru dengan beberapa alasan. Pertama, terkadang sekolah membutuhkan guru secara mendadak karena adanya alasan tertentu seperti pindah, berhenti, pensiun, atau meninggal dunia. Namun, saat ini rekrutmen guru masih dilakukan secara terpusat dengan frekuensi hanya sekali dalam setahun. Sementara menurut Nadiem, guru merupakan pekerja di sekolah - sekolah yang bisa pindah kapan saja, berhenti, pensiun, atau meninggal dunia kapan saja, mengutip dari kanal YouTube Komisi X DPR RI. Kedua, menurut Nadiem, proses rekrutmen guru saat ini tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah. Penyebab ketiga adalah bahwa pemerintah daerah tidak mengajukan formasi Pegawai ASN yang sesuai dengan kebutuhan yang dihasilkan dari data pusat, seperti jumlah pendidikan yang tercatat dalam Dapodik, dengan berbagai alasan yang ada. Namun tidak sedikit mahasiswa yang keberatan dengan adanya kebijakan tersebut, terlebih adalah mahasiswa jurusan pendidikan, pasalnya menurut mereka kebijakan tersebut dapat menciptakan kesenjangan sosial ekonomi keluarga, siswa dari keluarga dengan pendapatan rendah mungkin menghadapi kendala dalam mengakses guru berkualitas tinggi yang mungkin memerlukan biaya yang tinggi. Hal ini dapat memperkuat ketidaksetaraan dalam pendidikan, di mana siswa dari latar belakang yang lebih beruntung memiliki akses yang lebih baik ke pendidikan tambahan melalui marketplace guru. 

Dalam sudut pandang mahasiswa pendidikan, mereka mengutarakan marketplace guru ini adalah sarana yang efektif untuk menghubungkan sekolah yang ada di Indonesia dengan tenaga kerja seperti guru secara global dengan tujuan memudahkan sekolah mendapat guru yang diinginkan dan sesuai kriteria sekolah. Namun dalam hal ini dapat terdapat argumen pro dan kontra. Dalam sudut pandang mahasiswa yang lain berpendapat bahwa marketplace ini mempersulit pendidikan karena menurutnya guru itu tidak untuk diperjual belikan melainkan untuk mendidik, dan ada juga yang berpendapat bahwa program ini mempermudah guru, misalkan guru itu mempunyai kriteria yang cukup guru itu sangat mudah untuk menjadi PNS.

Lalu bagaimana pendapat mahasiswa tentang dampak yang mungkin akan terjadi pada guru? dalam hal ini pihak sekolah dapat bebas memilih guru dalam marketplace, dampak ini dapat menyebabkan kemampuan guru juga. Dengan adanya kebijakan ini, guru kurang menjalani komitmen terhadap siswanya karena guru dapat berpindah-pindah sekolah dengan cepat. Bagaimana tentang ekspektasi mahasiswa pendidikan fresh graduate yang sudah mengira atau mungkin sudah merencanakan langkah yang akan mereka ambil demi menjadi tenaga pendidik? jika kebijakan sudah seperti ini, yang banyak kita temui hanyalah opini. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun