Mohon tunggu...
Fitriana Sumadi
Fitriana Sumadi Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa UNISNU Jepara

Jadilah pribadi yang bermanfaat untuk orang lain

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Tradisi "Bodho Apem" di Desa Tanggul Tlare

3 Juli 2019   13:13 Diperbarui: 3 Juli 2019   13:34 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuliner. Sumber ilustrasi: SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com/Rembolle

Tradisi adalah hal yang tidak bisa ditinggal. Begitu gambran sebuah tradisi yang telah melekat di masyarakat. Apapun betuknya, bagaiana sejarahnya, jelas atau tidaknya tetap akan diikuti. Hal ini seakan telah mendarah daging di kalangan masyarakat kita yang seolah-olah menjadi suatu momok besar jika tradisi tersebut tidak dilaksanakan.

Sebagian besar masyarakat Jepara mempuyai tradisi yang khas dan berbeda-beda antara desa satu dengan desa yang lainnya. Salah satu tradisi itu yaitu bodho apem  yang ada di desa Tanggul Tlare yang hanya ada dalam satu tahun sekali. Apakah kalian tahu apa itu apem? Apem merupakan jenis makanan yang terbuat dari campuran tepung beras, santan, gula, aneka campuran buah, boleh juga dikasih pewarna sesuai dengan seleranya masing-masing, serta tambahan bahan lainnya kemudian di kukus dalam bentuk contong yang telah dibungkus dengan daun pisang sehingga tak heran memiliki rasa yang lezat. Namun pernahkah kita memikirkan tentang apa sebenarnya "apem" tersebut? apakah hanya sebagai makanan cemilan saja? Ataukah ada nilai tersendiri yang dimilikinya dibalik rasanya yang begitu lezat?

Di beberapa desa apem memiliki nilai historis yang beranekaragam. Di samping keberadaannya sejak zaman nenek moyang, adapula tradisi yang mewajibkan adanya hidangan makanan ini. Sehingga terdapat suatu tradisi yang disebut dengan apeman  atau bodho apem. Istilah apem sebenarnya berasal dari bahasa Arab, afuan/afuwwun yang memiliki arti ampunan. Kemudian kata afwan selanjutnya bertransformasi menjadi kata apeman sesuai dengan logat orang Jawa. Jadi, dalam filosofi orang Jawa, kue apem ini dijadikan sebagai simbol permohonan ampun atas berbagai kesalahan yang telah diperbuat oleh manusia yang ada di dunia ini.

Bodho apem di desa Tanggul Tlare berbeda dengan yang ada di desa lainnya. Secara umum perayaan bodho apem dilaksanakan  pada bulan apet (Dzulqodah), selain itu, dilihat dari segi bentuknya, mayoritas apem yang sering kita jumpai itu berbentuk bulat seperti kue surabi. Namun apem yang ada di desa Tangul Tlare itu berbentuk contong (seperti es krim) yang dibungkus dengan daun pisang dengan warna hijau atau merah. Nah, perayaan tradisi bodho apem di desa Tanggul Tlare dilaksanakan pada weton Jumat Wage dan diperigati saat musim penghujan telah datang.

Pada pagi harinya, masyarakat khususnya kaum pria menyiapkan berbagai perlengkapan memasak yang akan dibawa ke pantai untuk mengolah kambing yang akan disembelih. Selain itu, pada saat bodho apem masyarakat desa Tanggul Tlare menyembelih seekor kambing yang mana jenis kambing itu tidak boleh asal-asalan dalam arti kambing yang "khusus" dan harus berwarna hitam. Kemudian setelah disembelih, nantinya kepala kambing itu dikubur di pasir pantai. 

Sedangkan dagingnya dimasak kemudian dibagi-bagikan kepada warga yang datang. Selepas sholat Jumat (pukul 13.00) warga berdatangan ke pesisir pantai Tanggul Tlare untuk mengadakan selametan barikan  apem. Tua dan muda saling berkumpul menjadi satu untuk membaca tahlil dan kemudian saling bertukar apem satu dengan yang lain. Entah kenapa selametan ditempatkan di pesisir pantai, mungkin ini dikarenakan pada kondisi pantai yang ada di desa Tanggul Tlare itu semakin harinya terkikis oleh abrasi yang akibatnya pantainya semakin mendekati daratan.

Tujuan dari diadaknnya selametan barikan apem ini yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah serta meminta keselamatan kepada Allah swt. dari segala mara bahaya baik yang telah maupun yang akan datang. Serta mengungkapkan rasa syukur kita atas limpahan nikmat rizki yang telah diberikan Allah swt. kepada kita dan juga untuk menjalin maupun mempererat tali persaudaraan antar sesama manusia.

Oleh Fitriana Sumadi, Mahasiswa FTIK UNISNU Jepara

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun