Sakit hati itu tak akan terelakkan, karena hidup akan selalu mengajarkan kita bahwa untuk mendapatkan yang berharga butuh effort yang lebih. Terkadang, walaupun usaha sudah maksimal, Tuhan belum "mengiyakan" apa yang kita mau, karena Dia hanya mengizinkan kebutuhan kita terpenuhi.
Iri kepada teman, saudara bahkan keluarga itu wajar. Bukankah memang rizqi sudah ada yang mengatur. Memang walaupun gaungan hal tersebut selalu nyata adanya, namun melihat orang lain lebih bahagia, lebih sukses, dan lebih segala, ada rasa iri di hati. Bukankah kita memulai dari garis start yang sama, bahkan aku lebih pintar darimu, bahkan aku lebih mempunyai ketrampilan darimu, dan blab la bla. Keirian memang tidak akan ada habisnya, dan yang kekal adalah ketidakbersyukuran.
Dari seorang teman berucap, Cerita kepada manusia mengenai kehidupanmu  itu akan sia-sia, karena mereka bertanya bukan karena peduli, tapi karena hanya ingin tahu keadaanmu. Dan sebaik-baik tempat bersandar adalah Tuhan.
Kamu sangat berhak memutuskan akan hidup bahagia atau sengsara. Terdepan ataupun tertinggal itu hanyalah masalah waktu, toh jika kamu ingin berkaca dengan orang sukses di dunia ini sebut saja, owner KFC, Dia harus banting tulang, merayap menemukan kehidupan yang layak dan baru mendapatkan hasil di usia tuanya.
Kalau kamu telusuri semua detail hidupmu, yang salah adalah syukurmu. Kadang terlalu banyak mengeluhpun hanya membuat capek. Hitung saja hal baik yang kamu dapat sehari, hitung saja hal yang tidak penting menurutmu namun sebenanya berharga untukmu.Â
Masih bisa bangun, menghirup segarnya udara pagi, perut kenyang, teman-teman yang baik, badan sehat dan lain sebagainya, tentunya jika hal itu hilang, kamu tidak akan bisa melihat bahwa dunia ini tak hanya soal materi, dunia ini tak hanya soal deadline yang bertumpuk dan dunia ini tak hanya melulu mengenai kekepoan kita pada kehidupan orang lain.