Mohon tunggu...
Fitriana Kasih
Fitriana Kasih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Malang

weareone

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Media Mengenai Media Penyiaran yang Sering Kali Dilanggar di Indonesia

19 Juni 2021   11:11 Diperbarui: 19 Juni 2021   11:18 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

                Media massa merupakan komponen penting ketika proses komunikasi massa sedang terjadi. Sebagai sarana komunikasi yang bertujuan untuk penyebaran informasi dan gagasan kepada publik, media massa juga memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia di berbagai bidang seperti bidang politik, ekonomi, budaya sosial dan sebagainya.

               Media senantiasa juga menjadi pusat perhatian dalam membahas komunikasi massa. Melalui media, pesan-pesan tersebut bisa disebarluaskan melalui berbagai penjuru, dan dapat mempengaruhi sekaligus mencerminkan budaya masyarakat dimana media tersebut muncul. Cara pandang media ketika menyajikan realitas sangat dipengaruhi oleh sistem politik yang berlaku pada masanya. Hal ini dapat terlihat dari hasil liputan media dalam mengangkat suatu realitas sosial, pembahasan mengenai media massa selalu dikaitkan dengan pers. Media massa merupakan  suatu bagian dari pers itu sendiri.

               Sehingga dalam keadaan seperti ini media mempunyai regulasi. Regulasi yang dimaksud disini adalah regulasi terhadap media massa yang dapat membentuk peraturan pemerintah , keputusan pemerintah,dan Undang-Undang, inilah yang kemudian disebut hukum media massa. Hukum media merupakan hukum yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan media massa sebagai alat komunikasi massa. Hukum media tersebut meliputi hukum media cetak, media penyiaran, film, hukum cyber, dan pers. Ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang tentang masalah isi media, prosedur penggunaan media, kepemilikan media dan sebagainya.

               Seperti yang kita diketahui, kebijakan-kebijakan mengenai hukum media di Indonesia bisa saling bertentangan. Media massa bisa jadi merupakan sektor di mana kontradiksi semacam ini paling jelas dan sering terlihat serta memiliki dampak yang merugikan bagi banyak orang. Tetapi, hal tersebut masih saja diabaikan, misalnya saja Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 yang berupaya mengangkat keberagaman konten dan kepemilikan media massa. Regulasi lain seperti Peraturan Pemerintah No. 49-52 Tahun 2005 yang seharusnya mendukung UU Penyiaran, malah justru merusak nilai-nilai yang ada dengan mengizinkan perusahaan atau kelompok media untuk beroperasi hingga mencakup 75% dari total provinsi di Indonesia. Peraturan tersebut tetap saja berjalan meski DPR telah mempertanyakannya (KPI, 2006). Hasilnya, tidak hanya untuk semangat keberagaman media yang tak tercapai, namun kontradiksi kebijakan ini disengaja ataupun tidak, masih menimbulkan konsekuensi buruk dalam perkembangan media massa di Indonesia.

              Apalagi dizaman yang sudah semakin canggih seperti ini, mudah bagi siapapun untuk mengakses atau bahkan melanggar hukum media yang telah memiliki Undang-Undang dan juga kode etik sendiri. Banyak saja masyarakat yang belum mematuhi atau bahkan mengerti bagaimana proses hukum yang berjalan apabila masih banyak media yang disalahgunakan.

            Di Indonesia sendiri sudah banyak terjadi kasus pelanggaran hukum media mengenai penyiaran. Contohnya saja kasus pada tahun 2018 tentang penghentian sementara progam acara "Pagi-Pagi Pasti Happy" di Trans TV oleh KPI. Keputusan KPI tersebut melarang progam acara itu selama 3 hari yaitu dari tanggal 3 sampai % Desember 2018. Penghentian sementara dari acara progam tersebut berdasarkan Surat Keputusan KPI Pusat No. 623/K/KPI/31.2/11/2018 yang ditanda tangani oleh Ketua KPI Pusat.

            Berdasarkan surat keputisan yang telah dikeluarkan oleh KPI Pusat tersebut, progam acara "Pagi-Pagi Pasti Happy" atau disebut P3H melakukan sejumlah pelanggaran berdasarkan Pasal, anatara lain Pasal mengenai privasi, perlindungan anak, dan klasifikasi Remaja. Secara rincinya surat keputusan yang telah dikeluarkan menyebut P3H melanggar Pasal 9, Pasal 13, Pasal 14 Ayat 2, dan Pasal 21 Ayat 1 Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) serta Pasal 9 ayat 2, Pasal 13 ayat 1dan 2, Pasal 15 Ayat 1, dan Pasal 37 Ayat 4 huruf a Standard Progam Penyiaran (SPS).

            Bentuk pelanggaran yang telah dilakukan progam siaran P3H tersebut antara lain berupa muatan komentar negative yang dilontarkan oleh host atau pembawa acara progam acara tersebut yang membahas kasus Kris Hatta dan Hilda. Progam yang dipandu oleh Uya Kuya, Nikita Mirzani dan Billy Syahputra.

            Komisioner KPI Pusat mengatakan keputusan penghentian sementara terhadap progam acara P3H didasari oleh pertimbangan bahwa progam tersebut tercatat beberapa kali mendapatkan sanksi yang berupa teguran. Terguran pertama pada Februari 2018 sedangkan teguran kedua pada Juni 2018.

            Menurut Komisioner juga, KPI pusat telah melalui Langkah-langkah sesuai prosedur yang ada, yaitu dengan cara melakukan sidang pemeriksaan pelanggaran untuk meminta, klarifikasi, siding penyampaian putusan, termasuk juga memberikan kesempatan kepada pihak Trans TV untuk mengajukan surat banding jika terdapat keberatan terhadap penghentian sementara progam acara P3H tersebut. Komisioner juga berharap, sanksi yang telah diberikan berupa penghentian sementara ini menjadi bahan refleksi serta evaluasi di dalam internal pengelola progam P3H atau pihak Trans TV pada umumnya, sehingga tidak melakukan pelanggaran Kembali agar progam P3H berubah secara signifikan menjadi lebih baik lagi.

            Berdasarkan keterangan dalam surat yang dikeluarkan untuk penghentian sementara progam tersebut, selama Trans TV menjalankan sanksi tidak diperkenankan menyiarkan format sejenis pada waktu siaran yang sama atau waktu yang lain sesuai dengan pasal 80 Ayat 2 SPS KPI tahun 2012.

            Dengan adanya kejadian tersebut diharapkan juga jangan ada lagi privasi, apalagi ditambah dengan statement host yang seringkali saja bukannya menjernihkan persoalan tapi justru memperkeruh suasana saja. Kejadian tersebut termasuk membuka aib seseorang, yang berpotensi menimbulkan konflik, dan itu merupakan pelanggaran apalagi jam tayang progam tersebut merupakan jam bagi anak atau remaja menonton dan akan membuat mereka bisa saja meniru perilaku negatifnya.

            Media penyiaran sebagai bagian dari hukum media menjadi salah satu bagian dari mata rantai system penanggulangan bencana di Indonesia. Di tengah wilayah Indonesia yang memiliki banyak potensi bencana, bencana disini diartikan sebagai sebuah peristiwa atau kejadian yang mengancam atau menganggu kehidupan yang disebabkan oleh banyak factor.

           Tentu antisipasi dan penanggulangan resiko bencana tidak akan dapat dicapai tanpa adanya edukasi yang dimiliki oleh masyakarat agar memiliki kesadaran dalam kesiagaan. Tidak instan memang dan memang memerlukan dukungan oleh semua pihak termasuk peran lembaga penyiaran sendiri sebagai bagian dari hukum media. Hal ini tidak saja berlaku bagi media penyiaran saja, namun seperti media cetak, film, pornografi, hukum cyber, dan juga pers sebagai bagian dari hukum media itu sendiri.

Kita mungkin bisa saja berharap, dengan adanya regulasi yang jelas dan diberikan secara tegas peranan ideal hukum media sebagai sarana pembelajaran dan pendidikan agar masyarakat semakin kian memiliki sikap kritis dan mampu berpikir serta bertindak mandiri agar dapat mencapai segala sesuatu yang diinginkan dengan benar. Dan patutnya kita untuk menaati hukum media yang telah diatur Undang-Undang di Indonesia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun