Mohon tunggu...
Fitriah Junita
Fitriah Junita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Blogger

Go on and inspire others.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Jatah Rezeki Kita Berbeda

19 Mei 2021   13:32 Diperbarui: 19 Mei 2021   13:53 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Betapa hebatnya Allah menciptakan dunia ini begitu lengkap. Diisinya bumi dengan manusia beserta hewan dan tumbuhan. Langit dengan gugusan bintang dan benda langit lainnya. Ilmu pengetahuan yang beragam. Serta segudang ciptaan lainnya yang tanpa sadar mewarnai liku perjalanan hidup kita sebagai salah satu penduduk bumi ini. 

Pengembaraan tentu memberikan pelajaran, salah satunya tentang rezeki. Sesuatu yang tak pernah habis dibahas di berbagai sesi. Dengan definisinya yang terus berkembang, rezeki menjadi hal yang jelas masuk daftar idaman manusia mana pun di dunia. Hanya saja, kita kerap keliru memaknai rezeki. Ditambah dengan tumbuhnya sifat materialistis di kebanyakan orang, definisi rezeki jadi kian sempit. 

Kita tak bisa menyalahkan bila pada akhirnya manusia jadi sulit untuk tenang saat pemahaman soal rezeki ini masih dimaknai sebatas pada hal yang sifatnya materiil. Berapa banyak digit gaji, pekerjaan seperti apa yang mendukung harga diri, serta hal lain yang kerap menjadi obyek kegelisahan kia hari ini. 

Kalau kita mau coba menarik garis tengah tentang rezeki, sebenarnya ia adalah sesuatu yang bisa dinikmati. Tidak hanya soal bagaimana ia bisa dimiliki. Apalah arti kita punya sesuatu tapi tak dinikmati. Itu bukan rezeki namanya. Seperti saat kita ditraktir makan teman di sebuah resto, itu adalah bagian rezeki. Kita mungkin tak punya uang untuk membeli makanan tersebut, tapi kita tetap bisa menikmati makanan itu.

Tidak sedikit juga orang yang memiliki rezeki beragam tapi tak semuanya bisa dinikmati. Seorang yang punya mobil tapi tak bisa dikendarai sendiri karena sakit, tentu bukan rezeki. Ada lagi yang punya uang banyak, tapi ternyata uangnya tak bisa asal digunakan sebab dia takut kekurangan. Itu juga bukan rezeki.

Setelah memaknai rezeki menjadi lebih luas, tak jarang kita pernah bertanya-tanya, "Aku udah tahu rezeki itu bentuknya luas, tapi kenapa masih elum tenang ya pas lihat temen punya ini itu dan aku nggak?" Di sinilah tantangannya. Setiap kita belajar sesuatu, tentu ada tantangan seberapa kita memaknai dan mampu menjadikan sesuatu mindset yang berakar di pikiran kita. Terlebih hal sensitif seperti rezeki ini. Kita berusaha berprasangka baik namun keresahan itu tidak lantas hilang.

Kita tidak menampik bahwa setiap jiwa Allah berikan rezeki yang berbeda. Tidak ayal bila ada saja momen di mana kita jadi suka mengukur jatah ktia dengan orang lain. Merasa jatah mereka lebih pantas dialihkan ke kita. Begitu juga mereka. Bila tak diatasi segera, pasti akan jatuh pada prasangka buruk. Menganggap Allah tak adil.

Kita sudah paham bahwa setiap manusia memiliki keadaan yang berbeda, termasuk dalam pembagian rezeki. Allah bagikan seperti itu tentu sudah sesuai dengan kadar kita. Sesuai menurut Dia tentu tidak sama dengan logika kita. Jadi, jangan disamakan, ya. Kedua, dari sana Allah ingin kita belajar saling memanfaatkan rezeki yang ada. Dalam artian kita bisa saling membantu satu sama lain. Bukan saling membandingkan yang nanti berakhir pada iri dan dengki.

Ketiga, Allah juga ingin mengetahui seberapa besar kadar syukur dan sabar pada setiap hamba sesuai jatah rezekinya masing-masing. Syukurkah mereka yang diberi kelapangan, sabarkah mereka yang mengalami kesempitan. Sebab sabar saja tidak cukup mudah dilakukan, apalagi syukur. Banyak ayat-Nya yang menjelaskan perihal ini. Mungkin terdengar klasik, tapi kalau diselami lebih dalam makna syukur dan sabar tentu praktiknya tidak akan sesederhana itu.

Jatah rezeki bisa berbeda, tapi semua bisa mendapat peluang pahala yang sama besarnya.

Dan satu hal, Allah menurunkan ketenangan pada tiap orang yang mampu menjalani dengan baik ujian itu sesuai dengan jatahnya. Itu mutlak. Jadi, jangan takut merasa diabaikan saat kurang, jangan merasa di atas angin saat lebih. Pada dasarnya, semua mengalami ujiannya masing-masing. Baik atau tidaknya tentu yang sesuai dengan maunya Allah. 

So, semangat belajar lagi, ya! 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun