Mohon tunggu...
Fitrah Ilhami
Fitrah Ilhami Mohon Tunggu... Musisi - Penulis buku, personil nasyid Fatwa Voice, seorang guru

Penulis buku, personil nasyid Fatwa Voice, guru, dengan situs blog: fitrahilhamidi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mabuk yang Halal

19 Desember 2018   05:15 Diperbarui: 19 Desember 2018   05:23 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mabuk===
Agak berat sebenarnya mengajak anak ini perjalanan jauh. Tapi kalau tak diturutin kasihan juga. 
Namanya Lailatus Sakinah. Dipanggilnya Tukinem. Namun karena gak pantes, akhirnya dipanggil Ila saja. Kata ibu, beliau memberikan nama itu pada anak ini karena lahir di Malam yang Tenang. Padahal aslinya aku tahu sendiri, malam waktu dia lahir, dia nangis gak karuan. Bikin berisik rumah bersalin. Gak ada tenang-tenangnya sama sekali. 
Dia anak ibu yang nomer... Bentar aku hitung dulu. Nomer lima. 
Saat tahu aku diundang mengisi seminar di Bekasi, dia langsung bilang, 
"Cak, aku ikut. Aku lagi nganggur. Plis. Pingin refreshing aku, Cak."
Sebenarnya dari awal aku pingin banget ngajak anak ini, tapi mengingat dia suka mabuk, aku jadi berfikir berulang-ulang. 
Ya anak ini suka mabuk. Mabuk yang halal. Setiap naik mobil, dia akan langsung mabuk dan muntah-muntah. Bapak sampai males ngajak Ila kalau jalan-jalan ke luar kota. 
Bahkan saking parnonya naik kendaraan beroda empat itu, hingga mendengar kata 'mobil'  disebut, wajahnya langsung pucat. 
Suatu hari aku bilang padanya, 
"Dek, jalan-jalan ke Malang, yuk."
Ila langsung sumringah, "Ayok."
"Tapi naik mobil."
Wajahnya pucat seketika. "Gak bisa naik motor aja tah, Cak?" 
"Kalau gitu kamu yang berangkat sendiri naik motor."
"Aku gak bisa naik motor, Cak."
"Berarti gak usah ikut."
"Cacak, loooohhh." 
Heran aku. Jackie Chan aja butuh bertahun-tahun latihan agar bisa nguasai jurus mabuk. Lah, anak ini gak pake latihan langsung ahli mabuk.
***
Aku masih ingat, dulu waktu kami akan mudik Idul Fitri ke Madura, Ila langsung bergelanyut ke kakek kami yang saat itu sedang ada di rumah. Kakek kami bekerja sebagai tukang becak. 
"Mbah Kung," begitu ucap anak yang suka bikin masalah ini. "Aku ikut Mbah Kung aja ke Maduranya, ya. Mbah Kung berangkat pake becak kan?" 
Gantian wajah kakek kami yang pucat. Beliau pasti membayangkan sakitnya rasa kram di betis saat harus mengengkol becak sejauh 100 kilometer. Dari Surabaya ke Sampang, Madura. 
"Mbah Kung mending bobo di rumah aja ya, La." Begitu kakek kami menjawab tawaran cucunya. Tawaran penuh derita. 
Sempat kami sekeluarga tanya ke Ila, gimana kalau nanti punya suami. Gak bisa dong jalan-jalan pake mobil?
"Aku gak mau beli mobil, kok. Mau beli Tossa aja. Gak mabuk."'
Kasihan banget suamimu nanti, Dek. Niat bawa keluarga jalan-jalan, malah dikira sales air lagi nganter galon ke toko-toko. 
***
"Cak, aku ikut ke Bekasi, ya? Pingin tahu luar kota. Biar gak di rumah terus. Pingin refreshing." Ila mengiba. 
Pingin refreshing katanya? Yang ada malah bikin perjalanan jadi deg degan karena bawa anak yang tiba-tiba menggelepar di mobil. 
Tapi takut dia kecewa, aku jawab, "Bilang Ibu dulu. Kalau boleh, ayo ikut."
"Yeeaaay..." Ila langsung bersimpuh ke Ibu. "Bu, aku boleh ikut Cacak ke Bekasi, ya."
"Tapi kamu nanti mabuk, Nak."
"Gapapa, aku kuat-kuatin."
Hidup ini emang berat, Dek. Makanya harus dikuat-kuatin. 
"Ya, Bu?"
Ibu akhirnya mengangguk perlahan. Dan itu membuat Ila lompat-lompat kegirangan.
Restu sudah didapat, aku pun (terpaksa) memperbolehkannya ikut. Meski kebayang bagaimana nanti kalau dia mabuk saat berada di kereta dan di mobil. 
Minggu, 09 Desember lalu, kami berangkat dari stasiun Pasar Turi. Rencana turun di Indramayu dulu, ke rumah mertua, istirahat tiga hari untuk kemudian lanjut ke Bekasi pakai mobil mertua. 
Sebelum naik kereta,  aku sudah mewanti-wanti Ila kalau sampai mabuk di perjalanan, bakal aku turunin paksa ke stasiun terdekat. Aku gak mau bawa orang puyeng. Dia memukul pundakku.
"Jahat."
Aku tertawa. 
Alhamdulillah, mungkin karena sudah aku ancam, dia gak muntah. Tapi aku tahu dia menanggung beban berat. Sampai untuk tidur pun dia gak bisa nyenyak. Salah tingkah. Ini pertama kali dia naik kereta. 
Kami sampai di Indramayu esok harinya. Dan tiga hari selanjutnya bersiap ke Bekasi. Naik mobil. Dan itu Horor bagi dia. Wajah dia itu kayak orang mau disiksa. 
Kalau orang mau rekreasi atau perjalanan jauh kan biasanya bawa kamera buat foto-foto, bantal leher, atau headset. Tujuannya jelas; buat gaya-gayaan. 
Lah, Ila mau rekreasi yang dibawa malah kantong kresek. Jaga-jaga kalau di mobil mual, katanya. 
Suka-suka kau lah, Bocah. 
Dan bisa ditebak. Selama perjalanan Indramayu - Bekasi, anak ini udah mirip sama pribahasa 'Hidup Segan Mati Nanti Aja'. Dia nutup hidung sambil nyenderin kepala ke sisi pintu. Tak henti Ilaa tanya dengan suara parau, 
"Cak, sudah sampai mana? Masih lama sampainya?"
Padahal kami baru cuma melewati satu kecamatan. 
Di perjalanan dia juga sulit diajak ngobrol. 
"Dek, gimana, seneng ndak?"
Dia jawab pakai cara Nisa Sabyan, tapi yang versi fals, "Hmmm hmmm hmmm..." 
"Mau berhenti dulu?"
"Hmmm hmmm hmmm... " dia mulai ngeluarin senjata penyelamatnya; kantong kresek!
Ya udah akhirnya aku gak mau ngajak dia ngobrol. 
Kami sampai di Bekasi 4 jam kemudian. Setelah keluar dari mobil, aku melihat Ila seperti orang yang abis keluar dari penjara. Seneng banget. 4 jam serasa 4 abad.
Anehnya,  setelah itu dia langsung bugar. Langsung foto-foto di kamar hotel. Ndeso, kayak cacak nya. 
"Cak, abis ini kita jalan-jalan lagi yuk. Ke Lippo Mall."
"Ayok."
"Jalan kaki bisa?" gitu sambungnya. 
Pertanyaan itu bikin gantian aku yang puyeng. Karena jarak dari hotel ke Lippo Mall, terhitung setengah jam naik mobil. Kalau jalan kaki, bisa jantungan aku. 
Akhirnya aku cuma jawab,  "Jalan kaki gundulmu."
Dia langsung pura-pura tidur di kasur.
***
Indramayu, 17 Desember 2018Fitrah Ilhami
Penulis 8 buku.
www.fitrahilhami.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun