Mohon tunggu...
fitrah hayati
fitrah hayati Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

Melukis rasa dalam sejuta aksara

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menulis di Kompasiana, Menemukan Surga Harapan

24 Oktober 2022   00:58 Diperbarui: 24 Oktober 2022   02:27 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Illustrasi : Freepik

Melanjutkan tentang artikel Diary yang pernah saya tulis ' Menulis, Penawar Luka KDRT' . Banyak hal yang saya ingin ceritakan pada pembaca kompasiana. Perjuangan menulis ini sangatlah tidak mudah bagi saya. Banyak rintangan yang saya lalui. Tapi dengan kerja keras dan doa, apa yang kita impikan Insya Allah bisa tercapai. 

Menulis memang telah menjadi hobi saya sejak masih duduk di bangku SD. Di setiap halaman belakang buku catatan pelajaran pasti saya menuliskan sesuatu, dulu saya belum mengerti apa itu puisi, cerpen apalagi artikel. Dahulu saya sering mendapatkan bullian tentang tubuh saya yang tidak terawat. Saat itu saya tak punya tempat untuk mencurahkan apa yang saya rasakan. rasa sedihnya hanya bisa saya pendam sendiri. suatu ketika, seingat saya saat saya duduk dibangku kelas 4 SD. Kakak saya yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi di Padang membawakan saya sebuah majalah. Majalah itu adalah majalah Bobo, sebuah majalah dengan sampul majalah bergambar seekor kelinci berpakaian tengah tersenyum. Saya sangat bahagia menerima majalah itu. Satu persatu tokoh dalam majalah lekat dalam benak saya, seolah-olah mereka benar-benar hidup dalam pikiran saya. terutama cerita kisah di Negeri Dongeng. Saya benar-benar jatuh cinta dengan majalah ini. 

Foto : Dok. Tokopedia
Foto : Dok. Tokopedia

 

Akibat sering di buli, saya lebih sering menghabiskan waktu dirumah untuk membaca. Saya selalu meminta kakak saya membelikan majalah Bobo jika ia pulang kerumah. Pada saat kakak saya sudah bekerja di kepulauan Mentawai, saya harus membeli sendiri majalah Bobo kesayangan saya. Saya mendapat informasi kalau ada  bundelan Bobo yang dijual di Pasar. jarak pasar dan rumah cukup jauh. Saya mengumpulkan uang jajan agar dapat bisa pergi dan membeli bundelan Bobo. Setiap bulan hal itu saya lakukan. Uang ampau lebaran pasti saya belikan majalah Bobo. 

Ketika menempuh pendidikan di perguruan tinggi, tempat yang paling sering kunjungi adalah Toko Buku Gramedia. Saya betah berlama-lama ditempat ini. Setiap saya memiliki uang lebih, saya akan pergi ke Gramedia membeli beberapa buah buku. ketika pertama kali menjajakan kaki ke Jakarta. Tempat yang pertama saya tanyakan pertama kali kepada saudara saya " Dimana Toko Buku Gramedia ? " 

Dalam masa perkuliahan seorang teman baik saya mengajak saya untuk ikut kelompok belajar kepenulisan, nama kelompok itu diberi nama ' Yamin Akbar '. Semua dari anggota diharapkan bisa menulis di media massa. Hampir semua anggota, tulisannya dimuat. entah itu puisi, cerpen, opini atau artikel telah dimuat di media lokal bahkan ada yang tembus sampai ke koran nasional. bahkan teman yang mengajak saya ikut perkumpulan kepenulisan telah menerbitkan satu buah buku. 

Saya yang punya sifat Insecured, tidak percaya diri belum bisa menerbitkan satu tulisan saja. saya telah mengirimkan berbagai tulisan ke berbagai media masa lokal maupun nasional. bahkan saya pernah mendatangi langsung kantor sebuah koran lokal dan satpam menyuruh saya pergi ke ruang redaksi. Tapi hasilnya nihil, puisi saya, cerpen saya dan artikel saya tak satupun dimuat.  

Sampai menikahpun, keinginan jadi penulis masih melekat kuat dalam benak saya. Ketika saya mengatakan keinginan saya untuk menulis pada suami. Suami saya menjanjikan sesuatu yang menjadi harapan besar saya. " saya akan ajak kamu ke Kompas- Gramedia di Jakarta ". Tapi sampai kami bercerai, harapan itu tidak pernah terwujud. Sejak awal menikah suami saya tidak mengizinkan saya berlama lama memegang laptop karena kuatir saya akan melalaikan tugas saya menjaga bayi kami. Ketika kami berpisah, hal pertama yang saya minta darinya adalah mengembalikan notebook acer milik saya yang selama ini ia simpan. Ia sampaikan kalau notebook itu sudah rusak parah tak terpakai lagi. hati saya sangat hancur. di situ banyak sekali file-file artikel, puisi cerpen yang sudah saya tulis. bahkan ada yang sudah berbentuk novel. 

Paska bercerai, saya belum punya uang untuk membeli sebuah notebook atau laptop. Tapi saya terus berusaha mencari media tempat saya menulis. Setidaknya sebuah komputer dengan program words. Seorang sepupu mengatakan ia punya komputer yang tidak bisa nyala lagi. ia meminta saya untuk memperbaikinya. Dengan susah payah saya membawa PC itu ketempat servis yang jaraknya cukup jauh dari rumah. Saya harus kecewa mendengar ucapan tukang servis komputer yang mengatakan bahwa cpu yang saya bawa tidak berfungsi.  usaha saya tidak berhenti sampai disitu. ketika berkunjung kerumah teman dan menceritakan kalau saya sangat butuh sarana untuk menulis. ia meminjamkan laptop anaknya yang perlu diperbaiki. Saya kembali lagi ketempat yang sama. tapi lagi lagi jawaban si tukan servis membuat saya kecewa, biaya perbaikannya hampir mendekati angka satu juta.  saya memiliki uang sejumlah itu tapi disaat yang sama anak kedua saya butuh biaya untuk masuk SD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun