Mohon tunggu...
Fitrah Al  Sidiq
Fitrah Al Sidiq Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa

Memberi dan menerima yang baik-baik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filosofi Teras, Sebuah Seni Bersikap Tegar

3 Desember 2019   01:58 Diperbarui: 3 Desember 2019   03:01 1790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sampul buku Henry Manampiring

 Judul Buku: Filosofi Teras, Filsafat Yunani-Romawi Kuno untuk Mental Tangguh Masa Kini. Penulis: Henry Manampiring. Tahun Terbit: 2019. Penerbit: Penerbit Buku Kompas. Hal: 312 halaman.

Filosofi Teras merupakan sebutan lain dari Filsafat Stoisisme. Yakni, salah satu cabang filsafat Yunani-Romawi Kuno (sekitar 300 tahun SM). Filsafat Stoisisme sendiri mulanya dikembangkan oleh Zeno, seorang filsuf yang awalnya merupakan seorang saudagar kaya raya di Siprus (sebuah pulau di Selatan Turki).

Sebelum menjadi seorang filsuf, suatu kali, dalam perjalanan dagangnya, kapal Zeno karam di perairan Mediterania. Semua barang bawaannya tenggelam. Tetapi, Zeno berhasil menyelematkan diri dan kemudian terdampar di sebuah daerah bernama Athena, tempat para filsuf-filsuf terkenal di dunia.

Di Athena, suatu kali, Zeno mengunjungi salah satu toko buku dan menemukan sebuah buku filsafat yang menarik perhatiannya. Kemudian, ia bertanya kepada pemilik toko, dimanakah ia bisa bertemu dengan filsuf-filsuf seperti penulis buku tersebut.

Kebetulan, saat itu melintaslah Crates, seorang filsuf beraliran Cynic atau yang lebih dikenal sekarang dengan Filsafat Sinisme. Pemilik toko lalu menunjuk kepadanya. Kemudian Zeno pun mengikutinya dan belajar filsafat darinya.

Setelah ditambah belajar dengan filsuf-filsuf lainnya, barulah Zeno menemukan filsafatnya sendiri dan mulai mengembangkannya dengan mengajarkannya di teras-teras bertiang (dalam bahasa Yunani disebut Stoa), semacam alun-alun Yunani Kuno. 

Sejak itu, pengikutnya disebut "kaum Stoa". Dan, karena itulah Henry Manampiring atau Om Piring menamai Filsafat Stoisisme ini dengan Filosofi Teras, lalu menerbitkan buku Filosofi Teras.

Filsafat ini merupakan filsafat yang relevan yang bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, way of life. Dalam buku ini juga ada panduan cara mempraktikkannya. Dalam arti kata lain, filsafat ini tidak hanya teori yang abstrak dan rumit akan tetapi ia juga merupakan salah satu cara pandang dalam berkehidupan.

Filsafat Stoa mengajarkan bagaimana untuk 'hidup selalu selaras dengan alam' (bab tiga). Kita tidak perlu mengkhawatirkan segala sesuatu yang terjadi apalagi yang belum terjadi pada diri kita. Kita harus menanggapi peristiwa-peristiwa yang menimpa kita dengan cara menggunakan nalar bukan emosi.

Contoh kecil, kena macet, keinjak kotoran ayam, ketiban kotoran burung atau makan kacang ternyata isinya tanah. Contoh lain, kenapa saya bisa bertemu dengan orang menyebalkan ini, mengapa saya tertimpa musibah. 

Yang lebih berat, mempertanyakan kenapa saya bisa lahir dalam keadaan finansial seperti ini, apalagi mempertanyakan kenapa kita lahir  ke dunia ini.

Selalulah untuk hidup selaras dengan alam, dengan menggunakan nalar/ rasio bahwa semua pertistiwa tadi bersifat fakta. Semua fakta bersifat netral. Fakta itu sendiri tidak ingin menyakiti kita. Ia tiba tidak melihat kita, apakah kita sedang dalam keadaan baik-baik saja, atau kita sudah dalam keadaan bermasalah. Melawan atau mengingkari peristiwa yang terjadi sama halnya dengan melawan alam.

Filsafat ini juga mengajarkan kita, untuk membagi segala hal yang terjadi menjadi dua kendali, atau 'dikotomi kendali' (bab empat). Bagian pertama, segala sesuatu yang dalam kendali kita. Satu bagian lagi, segala sesuatu yang di luar kendali kita.

Yang dalam kendali kita seperti, pertimbangan, opini, atau persepsi kita. Keinginan kita, juga dalam kendali kita, tujuan kita, segala sesuatu yang merupakan pikiran dan tindakan kita. Yang di luar kendali kita seperti, tindakan, opini, atau persepsi orang lain kepada kita. Cuaca, kondisi lahir, harga saham, nilai tukar rupiah juga termasuk ke dalam sesuatu yang di luar kendali kita.

Intinya, pikiran, emosi dan tindakan kita ada dalam kendali kita, genggaman kita. Dalam contoh tadi, kita harus mengendalikan pikiran kita (bahwa ini fakta), emosi kita (fakta ini diluar tidaklah harus membuat khawatir, sedih, marah, atau lain sebagainya, dan tindakan kita (fakta ini harus dirubah menjadi sesuatu yang baik, positif, bermanfaat dan lain sebagainya). Pemahaman ini mengajarkan bahwa hal-hal ini ngak ngaruh pada kebagaiaan atau pada diri kita, tetapi kalau tidak ada, ya bagus atau lebih baik (unpreferred indifferent).

Filosofi Teras juga mengajarkan bahwa kita untuk mengendalikan interpretasi terhadap peristiwa atau melawan interpretasi otomatis yang datang dari hati  kita ketika mengalami suatu peristiwa (bab lima). 

Maksudnya, terhadap semua peristiwa yang terjadi, kita harus cepat-cepat membuang emosi negatif (marah, iri, sedih, dengki, dendan dan lain sebagainya) yang timbul secara otomatis. Kita harus melihat kembali peristiwa sebagai sebuah fakta, dan emosi negatif tadi bukan fakta. Itu feedback kita sendiri. 

Dan, feedback ini bersifat otomatis. Itulah kenapa ada dua orang mengalami musibah yang sama namun berbeda-beda dalam menanggapinya. Ada orang yang memang sudah terlatih untuk melihat sesuatu tanpa emosi negatif, ada yang belum. Yang belumlah yang menjadi sasaran filsafat ini.

Langkahnya, dalam buku ini dijelaskan dengan konsep S-T-A-R (Stop-Think & Asess-Respond). Stop, berhenti. Think, pikirkan dan assess berarti kasih nilai emosi tersebut. 

Respond sama dengan reaksi. Stop nilai emosi negatif yang timbul. Pikirkan dan nilai emosi tersebut, apakah rasional atau tidak. Lalu respond dengan bijak, adil, jangan kebawa emosi dan berani berbuat yang benar.

Buku ini terdiri dari dua belas bab. Ada 'Survei Khwatir Nasional' (bab satu) garapan penulis buku sendiri. Ada menjadi orang tua dengan memakai prinsip Filsafat Stoisisme (bab sembilan). Juga ada Citizen of the Word (bab sepuluh), cara menjadi warga dunia di saat banyak hal yang di luar kendali kita. 

Juga ada tentang kematian membahas bagaimana cara memandang kematian (bab sebelas). Diceritakan bahwa filsuf beraliran Stoa bermain catur ketika hendak dieksekusi mati.

Pencinta ajarannya sekarang lebih sering disebut dengan Stoic (lihat facebook Stoic Indonesia). Bagi Stoic pemula dinamakan Prokopton/ Progressor atau dia yang sedang berusaha menjadi lebih baik. Semoga pendahuluan ini menjadi pintu memasuki memahami Filosofi Teras. Dari Filosofi Teras ke Filsafat Stosisime yang lebih mendalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun