Mohon tunggu...
Fithroturrohmah
Fithroturrohmah Mohon Tunggu... Relawan - Mahasiswa

Menulis untuk kita. Menulis untuk bangsa. Menulis dengan cinta Ig : fiiith_

Selanjutnya

Tutup

Nature

Langkah Pemuda untuk Planet Ketiga

30 April 2020   10:25 Diperbarui: 30 April 2020   10:26 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash


Sejak konferensi PBB mengenai Lingkungan dan Pembangunan yang pertama pada 1992, telah diakui bahwa mencapai pembangunan berkelanjutan akan membutuhkan keikutsertaan aktif dari semua sektor masyarakat. Kaum muda merupakan salah satu yang termasuk dalam “Kelompok Utama” sebagai bentuk partisipasi luas dalam kegiatan PBB yang berhubungan dengan misi tersebut.  Sebagian dari kita mungkin sudah menyadari bahwa telah nampak kerusakan-kerusakan di bumi dengan tingkat kekhawatiran yang bermacam-macam. Berbagai pencemaran lingkungan—meningkatnya limbah industri, maraknya penebangan pohon ilegal, kebakaran hutan. perburuan satwa liar, pemborosan penggunaan air, kurang bijak dalam penggunaan energi, bahkan sampai bentuk yang paling sederhana yaitu membuang makanan—telah menjadi dampak nyata dari perkembangan kehidupan manusia di planet ini.

Sehubungan dengan hal di atas maka, misi dari 193 negara yang tertuang dalam 17 poin dokumen SDGs (Sustainable Development Goals) yang dirilis pada 25 September 2015, menunjukkan banyaknya peluang kaum muda untuk turut serta menyukseskan tujuan tersebut. Permasalahan mengenai bumi kita memang tak hanya berpihak pada pemudi pemudi saja, namun yang dibutuhkan kini memang aksi nyata yang berawal dari mereka sebagai penggerak perubahan. Selain itu, kaum muda yang gandrung dikenal sebagai generasi milenial merupakan aset berharga yang dimiliki setiap negara dalam mencapai setiap tujuan, tak terkecuali tujuan internasional. Ciri-ciri utama kaum muda seperti kreatif, informatif, mempunyai passion dan produktif, serta akrab dengan dunia komunikasi, media, dan teknologi digital; menjadi potensi yang ditunggu-tunggu sebagai bekal menuju masa depan lebih baik.

Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, generasi milenial lebih mempunyai pemikiran yang open minded sebab dilahirkan dan dibesarkan pada saat gejolak ekonomi, politik, dan sosial melanda Indonesia. Sehingga, mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekelilingnya. Apalagi dengan adanya perkiraan bonus demografi yang dimulai pada tahun 2020 ini maka, secara otomatis jumlah generasi milenial mendominasi generasi sebelumnya. Menurut Susenas 2017, jumlah generasi milenial mencapai sekitar 88 juta jiwa atau 33,75 persen dari total penduduk Indonesia. Proporsi tersebut lebih besar dari proporsi generasi sebelumnya seperti generasi X yang (25,74 persen) maupun generasi baby boom+veteran (11,27 persen). Demikian juga dengan jumlah generasi Z baru mencapai sekitar 29,23 persen. Oleh karena itu, sudah jelas bahwa sangat dibutuhkan peran kaum muda dalam menghadapi kenyataan tentang kerusakan bumi ini.

Seperti yang tertera dalam 17 poin SDGs, terdapat tiga tujuan utama yang bersinergi terhadap permasalahan planet bumi yaitu poin 13, 14 dan 15.

Tujuan 13 berupaya untuk menangani salah satu tantangan yang saat ini mengancam upaya pengembangan dan eksistensi kita sebagai manusia—perubahan iklim

Tujuan 14 berupaya untuk melestarikan dan menggunakan sumber daya lautan secara berkelanjutan

Tujuan 15 merupakan tujuan holistik yang berupaya melindungi, mengembalikan dan mendorong penggunaan ekosistem terestrial yang berkelanjutan, mengelola kelestarian hutan, melawan penggurunan, menahan dan mengembalikan degradasi lahan dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati.

Berdasarkan pemaparan sebelumnya maka, kaum muda sudah harus mulai bertindak konstruktif dengan menawarkan pelbagai solusi untuk menangani persoalan tersebut yang bisa dilakukan dari hal-hal kecil di lingkungan sekitar dan dalam kehidupan sehari-hari.

Pertama, melalui teknologi. Seperti yang diketahui banyak orang dan tentunya dirasakan oleh kaum muda itu sendiri, bahwa generasi milenial menggunakan teknologi tidak hanya untuk berhubungan antar sesama tetapi juga untuk belajar. Hampir semua orang di dunia yang didominasi oleh kaum muda adalah pengguna gadget dan internet. Seperti salah satu contoh yang didasarkan riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), bahwa 65 persen dari total pengguna internet Indonesia didominasi oleh pengguna di Pulau Jawa. Jadi, aktivitas seseorang yang dilakukan dalam dunia maya baik itu positif maupun negatif sudah pasti dapat dilihat oleh seseorang di wilayah yang jauh berbeda, apalagi jika setiap konten dapat memengaruhi pikiran dan hati mereka. Katakanlah sebuah contoh seperti mengadakan kampanye kecil-kecilan mengenai lingkungan yang disampaikan melalui media sosial para pemuda, cara itu akan memiliki dampak positif yang setidaknya dapat menyadarkan pemirsa dari pada tidak melakukannya sama sekali. Hal tersebut senada dengan hasil studi yang dilakukan oleh Deal dkk (2010) dan Papp dan Matulich (2011), studi yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Blackburn (2011) menyimpulkan bahwa generasi milenial bertindak sebagai “agen perubahan” dalam hal pengadopsian alat-alat teknologi baru. Selain itu, contoh seperti pembuatan petisi serta pengadaan donasi yang ditujukan untuk penyelamatan keberadaan flora dan fauna langka bisa menjadi solusi cerdas yang ditawarkan kaum muda dalam pemanfaatan teknologi. Sebutlah hal itu dengan Dana Hijau, yakni setiap orang mempunyai kuota untuk berdonasi dan selanjutnya bisa dengan bebas memilih kategori mana yang ingin dituju, sehingga bisa dikatakan bahwa setiap orang dapat memegang minimal satu hewan/tumbuhan untuk dilindungi. Dalam hal ini perlu adanya kerjasama positif antara pemuda dengan lembaga resmi pemerintahan agar cara tersebut dapat ditindaklanjuti dan dikelola dengan amat baik.


Kedua, organisasi. Dengan menanggapi permasalahan lingkungan hidup, kini banyak komunitas atau organisasi lingkungan yang di dirikan atau di gerakan oleh kaum muda. Kaum muda yang memiliki semangat belajar tinggi dan sangat mengharapkan pengalaman hidup yang berati telak sudah menjadikan semua itu sebagai latar belakang berdirinya komunitas-komunitas lingkungan. Melalui aktivitas positif semacam itu, pemuda dituntut untuk memahami keadaan sekitar dan mulai membuat aksi nyata terhadap lingkungannya. Bahkan jika hal tersebut sering diimplementasikan dalam keseharian maka, secara tidak langsung akan tumbuh mental dan kebiasaan yang mendukung perubahan baik. Sehingga akan semakin banyak orang yang memerhatikan gaya hidup mereka, mulai menyelami data-data ilmiah tentang keanekaragaman hayati, dan bahkan berkeinginan keras untuk mengurangi dampak perubahan iklim.


Berdasarkan kedua solusi di atas, kita dapat menarik satu garis besar yang menjadi benang penghubung di antara semuanya, yakni membumikan bahasa ‘peduli lingkungan’ pada masyarakat. Itulah yang menjadi langkah konstruktif terakhir yang amat berat untuk dapat hidup di tengah-tengah manusia di planet ketiga dari tata surya kita. Masyarakat bumi diharapkan tidak hanya memanfaatkan organ telinga mereka dalam menyerap informasi tentang dampak pengrusakan, tetapi juga dapat menggunakan akal mereka untuk bagaimana memulai suatu aksi penting yang berpengaruh terhadap perubahan besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun