Mohon tunggu...
Fithri Washliyah Siregar
Fithri Washliyah Siregar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Pascasarjana Jurusan Biologi Universitas Andalas

Still Learning

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Potensi Mikroba sebagai Biokontrol Patogen pada Padi

13 April 2021   23:13 Diperbarui: 21 April 2021   13:56 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Salah satu komoditas utama dan penghasil makanan pokok di Indonesia adalah padi. Tanaman ini berasal dari Asia dan Afrika bagian barat yang memiliki iklim tropis dan subtropis. 

Padi merupakan tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan, memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan menjadi sumber karbohidrat, serta kandungan gizi lainnya. Selain itu, padi juga memiliki peran penting dalam upaya mewujudkan diversifikasi pangan nasional, melestarikan, dan memperkaya keragaman varietas padi sebagai tindakan strategis dalam pembangunan pertanian. 

Dalam budidaya tanaman padi maka tidak akan terlepas dari ancaman penyakit. Penyakit pada tanaman padi sangat beragam, beberapa di antaranya digolongkan sebagai penyakit penting karena menyebabkan kehilangan hasil panen yang cukup signifikan dalam memengaruhi upaya pemenuhan produksi beras nasional. Jenis penyakit penting tersebut ialah penyakit blas oleh Pyricularia oryzae, hawar daun bakteri oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae, hawar pelepah oleh Rhizoctonia solani, bercak cokelat oleh Drehclera oryzae, dan busuk bulir padi (bacterial grain rot) oleh Burkholderia glumae. Namun, dalam upaya pengendalian penyakit tanaman padi oleh petani masih di dominasi penggunaan pestisida sintetis.

Sebuah studi mengenai pestisida sintetis melaporkan bahwa dampak penggunaannya meninggalkan residu di dalam tanah maupun tanaman, dapat menyebabkan keracunan bagi petani dan konsumen, serta matinya organisme non sasaran (musuh alami). Dikutip dari Kardinan dan Syakir (2010), penggunaan pestisida sintetis juga membutuhkan biaya yang besar mencapai 30-40 % dari total biaya produksi. Selain itu, juga dapat menimbulkan berbagai kerugian, antara lain: timbulnya resistensi, resurgensi hama, munculnya hama sekunder serta pencemaran pada hasil produksi dan lingkungan.

Sekarang ini sudah diketahui bahwa pengendalian hayati akan memainkan peranan penting dalam pertanian pada masa akan datang, karena kekhawatiran terhadap bahaya penggunaan bahan kimia sebagai pestisida, sementara pengendalian hayati masih sangat rendah. Pengendalian hayati pada tanaman padi masih terbatas karena masih sedikit agens hayati potensial yang dapat dikembangkan sebagai teknologi pengendalian.

Aplikasi agens hayati merupakan salah satu alternatif yang dikembangkan dalam rangka peningkatan produksi. Agens hayati dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan mekanisme langsung atau tidak langsung melalui pengendalian penyakit. Studi yang dilakukan oleh Nurkartika et al. pada tahun 2017, menyatakan bahwa mekanisme langsung terjadi melalui fiksasi nitrogen, pelarutan fosfat, serta produksi siderofor, fitohormon, dan 1-aminocyclopropane-1-carboxylate (ACC) deaminase. Sedangkan mekanisme tidak langsung melalui produksi antibiotik, hidrogen sianida (HCN), dan siderofor, kompetisi ekologi niche (lingkungan tumbuh), dan induksi ketahanan sistemik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alan et al. pada tahun 2016, diketahui bahwa agens hayati dari jenis bakteri misalnya Pseudomonas fluorescens, Bacillus subtilis, dan Trichoderma sp., berperan sebagai pemacu pertumbuhan dan pengendali penyakit tanaman. 

Trichoderma sp. sejenis fungi yang termasuk kelas Ascomycetes bisa mengurangi keparahan penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) pada padi, yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). Dimana penyakit ini merupakan penyakit yang tergolong penting dan paling banyak terjadi pada padi Indonesia. Hal ini disebabkan karena HDB dapat mengurangi hasil panen dengan tingkat yang bervariasi, tergantung pada stadium pertumbuhan tanaman yang terinfeksi, tingkat kerentanan kultivar padi, dan kondisi lingkungan.

Menurut laporan Nurmasita (2011), pada musim pancaroba terjadi penurunan suhu dan akan mengakibatkan kelembaban pada struktur tanah yang memudahkan bakteri untuk berkembang. Pemakaian pupuk N yang juga berlebihan dapat menyebabkan munculnya serangan HDB karena kelebihan N dapat mematahkan sistem ketahanan pada tanaman.

Beberapa ahli berpendapat bahwa penyakit hawar daun ini memiliki strain yang berbeda tergantung wilayah dan iklimnya, oleh karena itu penggunaan varietas tahan dalam menanggulangi penyakit HDB cukup efektif dan efisien, aman, murah, dan tidak mencemari lingkungan. Varietas tahan yang dapat diperoleh melalui perakitan varietas dengan menggabungkan gen ketahanan dari tiap varietas padi yang telah beradaptasi pada lingkungan tanam dan berdaya hasil tinggi. Akan tetapi upaya pengendalian HDB di dunia dengan metode ini terkendala oleh kemampuan patogen untuk membentuk strain baru yang lebih virulen sehingga teknologi pencarian varietas yang tahan terhadap HDB menjadi kurang efektif. 

Penggunaan agens hayati yang tepat dapat menjadi alternatif untuk mengendalikan penyakit HDB dan potensi agens hayati yang tersedia dari alam terbuka dapat menjadi solusi dengan mengembangkannya dalam bentuk isolat. Pemanfaatan agens hayati juga diharapkan dapat menggantikan peran pestisida sintetis untuk berperan sebagai biokontrol atau pengendali patogen pada padi.

Penulis : Fithri Washliyah Siregar, S.Si _Mahasiswa S2 Program Studi Biologi, Universitas Andalas

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun