Mohon tunggu...
FithAndriyani
FithAndriyani Mohon Tunggu... Lainnya - Read and Write

Write your own history

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Satu Hari Ziarah and Silaturahmi

12 Desember 2017   22:22 Diperbarui: 12 Desember 2017   22:34 1128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada hari Rabu (29/11) mahasiswa PAI angkatan 2015 kelas H mengadakan ziarah dan silaturrahmi ke kabupaten Kediri -- Jombang - Mojokerto. Tempat pertama yang kami kunjungi untuk berziarah adalah makam mbah Washil. Kemudian makam pendiri pondok Pesantren Lirboyo dan diakhiri di makam Syekh Ihsan Jampes. 

Di sela ziarah, kami juga besilaturahim ke rumah salah satu anggota yakni saudara Abu, Pondok Pesantren Banin Banat Al-Mubtadi-ien, kediaman dosen pengampu mata kuliah SKI untuk semester 5 ini yakni Ust. M. Imamul Muttaqien yang merangkap menjadi pendamping rombongan, ziarah ke makam Kyai Wahab Hasbullah di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang dan diakhiri di kediaman salah satu anggota kami di Mojokerto yaitu Sukma Qonitah.

Makam Syekh Washil

Syekh Wasil alias Mbah Wasil, sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa ahli dimungkinkan adalah seorang ulama besar dari Persia (Ngerum) yang datang ke Kediri untuk membahas kitab musyarar atas undangan dari Raja Jayabaya. Tokoh inilah yang kemudian berupaya menyebarkan dan mengembangkan agama Islam di Kediri. 

Sebagai seorang ulama besar atau tokoh penting yang berjasa mengembangkan Islam di Kediri maka wajar jika setelah meninggal beliau mendapat penghormatan yang tinggi dari masyarakat. Kompleks bangunan makam Setono Gedong merupakan salah satu wujud penghormatan yang diberikan oleh masyarakat terhadap jasa beliau dalam mengembangkan agama Islam di Kediri.


Syekh Wasil atau Mbah Wasil adalah tokoh penyebar agama Islam di Kediri yang hidup sejaman dengan para Wali Songo. Tokoh ini dimungkinkan memiliki hubungan yang sangat dekat dengan seorang wali, yaitu Sunan Drajat yang merupakan putra kedua dari Sunan Ampel. Untuk mengetahui lebih jauh, silahkan kunjungi http://imamlirboyo.blogdetik.com/2009/10/23/mbah-wasil-kediri-siapa-dia atau artikel terkait mbah Washil lainnya.

Sebelum mencapai makam, kami melewati Masjid Setono Gedong. Bekas bangunan yang terdapat di belakang masjid Setono Gedong sekarang adalah bekas bangunan masjid bukan bekas bangunan candi. Terdapat beberapa indikasi bahwa reruntuhan bangunan tersebut merupakan bekas bangunan masjid.       

Saat memasuki pelataran makam, kami diarahkan oleh penjaga untuk masuk. Setelah melewati teras, terdapat pintu masuk yang tidak begitu tinggi. Peziarah dewasa amupun remaja harus menundukkan kepala agar bisa melewati pintu tersebut. Konon, hal ini mengajarkan peziarah agar tunduk dan ta'dzim kepada Allah, tidak senantiasa mengangkap kepala terus-menerus.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Dari pintu masuk kami berbelok ke arah kanan dan mengambil posisi duduk di luar pagar besi yang mengelilingi makam. Sebagaimana yang dilakukan saat ziarah, kami membaca tahlil yang dipimpin oleh salah satu anggota kami yaitu Muhammad Lathif S.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Kediaman Abu Bakar

Selepas dari Makam Syekh Washil, kami transit terlebih dahulu khususnya silatuahim ke kediaman saudara Abu. Sayangnya kedua orang tua Abu sedang berada di kantor sehingga tidak dapat menyambut dan menemui kami. Berhubung adzan Dzhuhur sudah bekumandang di tengah perjalanan tadi, kami bergantian untuk melaksanakan salat Dzuhur setelah mengisi energi atau makan telebih dahulu.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
PPSM Banin Banat Al-Mubtadi-ien Badal Ngadiluwih Kediri

Kedatangan kami di sana disambut oleh salah satu pengurus. Sayangnya, pengasuh pondok atau bapak K.H. Muhammad Asrori Alfa tidak dapat menyambut kami langsung dikarenakan beliau masih memiliki kepentingan di luar Pesantren. Sehingga kami hanya berbincang sebentar bersama pengurus tersebut sebelum melanjutkan ke destinasi selanjutnya untuk mempersingkat waktu.

Pondok Pesantren Lirboyo

Pondok Pesantren ini merupakan pondok pesantren salafi terbesar yang memiliki lulusan-lulusan handal dan terpercaya. Karena saat itu sudah memasuki masa liburan Maulid Nabi, santri-santri yang berlalu lalang sepanjang jalan yang kami lewati tidak begitu banyak. Saat kami memasuki pelataran makam pendiri Pondok Pesantren Lirboyo, tampak beberapa santri maupun peziarah duduk bersila khidmah dalam bacaannya. Kami pun segera mengambil posisi untuk membaca tahlil bersama yang dipimpin salah satu anggota kami yaitu Ahmad Tajuddin.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Makam Syekh Ihsan Jampes

Karya monumental yang membuat namanya melambung hingga ke mancanegara adalah kitab Siraj at-Thalibin. Kitab tasawuf ini berisikan komentar atas traktat Imam al-Ghazali, pentolan sufi terkemuka abad pertengahan yang wafat pada 1111 Masehi itu.

Kitab Siraj at-Thalibin yang disusun pada 1933 ini tak hanya beredar di Indonesia dan negara-negara Timur Tengah, tetapi juga banyak diminati Barat, seperti Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Australia. Sebagian perguruan tinggi Islam mancanegara bahkan menjadikannya sebagai rujukan resmi. Kitab ini, misalnya, dijadikan kajian oleh mahasiswa pascasarjana Universitas al-Azhar Kairo, Mesir.

Popularitas kitab tersebut pun sampai di telinga penguasa Mesir ketika itu, Raja Faruq.
Pada 1934 sang raja mengirim utusan ke Dusun Jampes untuk menyampaikan keinginannya agar Syekh Ihsan al-Jampesi bersedia diperbantukan mengajar di Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Namun, beliau memilih untuk mengabdi kepada masyarakat di kampung halamannya.

Pembacaan tahlil di makam beliau dipimpin langsung oleh dosen pengampu mata kuliah SKI sekaligus ketua rombongan kami, Ust. M. Imamul Muttaqien.

Kediaman Ust. M. Imamul Muttaqien

Kedatangan kami di kediaman Ust. Imam disambut hangat oleh kedua orang tua beliau. Sembari menikmati camilan yang disediakan, ayah beliau -- Ust. Abdul Ghoffur menyampaikan pesan-pesan kepada kami. Sebagai generasi muda, kami haus akan petuah-petuah dan pengalaman orang lain.

Beliau menyampaikan banyak hal yang kesemuanya itu bertemakan Persatuan dan Kesatuan Umat. Sebagaimana hadits Nabi yang berbunyi "...Umat Islam akan terpecah kelak menjadi 73 golongan." Beliau menjelaskan bahwa umat Islam saat ini sudah terpecah belah. Dan satu golongan yang akan selamat nantinya yaitu orang-orang yang berpegang teguh kepada ajaran Nabi Muhammad SAW. Karena mendekati maulid Nabi SAW, beliau juga mengajak kami untuk memperbanyak shalawat. Karena shalawat yang kita panjatkan kepada Nabi SAW akan kembali manfaatnya kepada kita sendiri. 

Tanamkan rasa cinta kepada Nabi SAW dalam setiap gerakan kita. Seperti halnya orang yang sedang jatuh cinta, setiap apa yang kita lihat senantiasa mengingatkan kita kepada Nabi SAW, sehingga kita akan bershalawat. Allah SWT menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai kekasihnya, tanpanya Allah SWT tidak akan menciptakan langit dan bumi.

Mengenai pesatuan umat, negara kita yakni Indonesia sangat teliti mengatur tatanan masyarakat agar senantiasa menjaga persatuan. Di dalam kehidupan bermsayarakat terdapat komunitas Rukun Tetangga, yang mana mengantarkan masyarakat untuk menjaga kerukunan antar tetangga. Ketika tetangga kita memiliki mobil baru, rasa iri hendaknya kita modifikasi lagi menjadi turut senang akan kebahagiaan mereka. 

Karena kebahagiaan saudara dan tetangga kita adalah kebahagiaan bagi kita juga. Setelah Rukun Tetangga ada Rukun Warga, agar masyarakat yang berada pada RT sekian juga akrab dan bersahabat dengan RT lainnya. Sehingga sila-sila Pancasila yang bertujuan untuk membentuk keharmonisan dan persatuan kehidupan bermasyarakat tercipta.

Selain itu, kami juga berbincang sedikit dengan ibunda Ust. Imam. Beliau menceritakan jika beliau selama menjadi santriwati senantiasa memberikan dedikasi terbaik kepada Nyai. Karena menghormati guru merupakan adab dalam mencari ilmu seperti yang termaktub dalam kitab Ta'lim Muta'allim. Kata lainnya, kita mencari ridlo guru agar ilmu yang kita terima darinya menjadi ilmu yang bermanfaat, tidak sekedar mampir ke kepala dan tidak membawa dampak bagi sekitarnya. Beliau sangat ramah dan lucu. Sosok ibu yang penyayang dan penuh cinta. Sedangkan bapak Ghofur adalah sosok ayah yang berkharisma dan hangat.

Kami pamit kepada beliau-beliau sebelum maghrib datang. Dan perjalanan di Kediri kami akhiri, beranjak menuju kabupaten Jombang diiringi gerimis yang mengembun di jendela mobil.

Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang

Kami tiba di area Pondok Pesantren Bahrul Ulum setelah maghrib. Kami lekas berwudlu untuk menunaikan salat Maghrib di musholla yang berada di luar areal makam. Selepas salat kami melakukan tahlil bersama yang dipimpin oleh salah satu anggota kami yang merupakan ketua kelas yakni Moh. Nauval Muzakky.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Kediaman Sukma Qonitah Gedek - Mojokerto

Setelah menunaikan salat jama' taqdim di musholla yang tersedia di luar areal makam, kami melanjutkan perjalanan menuju Mojokerto. Gerimis setia menemani perjalanan kami bahkan sampai kami tiba di Mojokerto.

Senyum hangat kedua orang tua Sukma menyambut kami. Sebagaimana adat yang berjalan di Indonesia, tuan rumah menyiapkan aneka panganan dan semangkuk bakso. Sungguh, nikmat Tuhanmu manakah yang kau dustakan? Menikmati semangkuk bakso di tengah guyuran gerimis bersama teman dan keluarga sungguh sangat menyenangkan.

Usai menyantap hidangan, beberapa anggota memutuskan istirahat sejenak. Nyaris seharian ke sana kemari lintas kabupaten membuat tubuh lelah. Sebagian lagi menyegarkan badan dengan mandi. Ayah Sukma berbincang-bincang dengan Ust. Imam beserta anggota laki-laki di teras.

Saya dan anggota perempuan mengistirahatkan badan di musholla keluarga. Kami berbincang kecil mereviewperjalanan kami tadi. Karena batere ponsel saya sudah lemah, saya keluar musholla untuk mengisi daya. Karena tidak ada kegiatan, saya ikut nimbrung mendengarkan perbincangan ayah Sukma. Saya tertinggal banyak namun berusaha mendengarkan.

Di seberang rumah Sukma, terdapat bangunan panti anak yatim yang diasuh oleh orang tua Sukma. Beliau berbagi pengalaman bagaimana mengasuh anak panti. Di dalam hati, saya mensyukuri nikmat Allah yang telah saya dapatkan. Beliau memberi pesan agar kita senantiasa all-outketika membantu sesama di jalan Allah. Ketika mengerjakan sesuatu di jalan Allah, kita tidak perlu menghitungnya untuk pamrih. Allah tidak tidur, Allah Maha Mengetahui apa yang hambaNya lakukan. Janji Allah akan selalu ditepati,  faman ya'mal mitsqaala dzarratin khairan yarah, wa man ya'mal mistqaala dzarratin syarran yarah.Berbuatlah kebaikan, tanpa perhitungan dan pamrih. Niatkan apa yang kita kerjakan untuk mencapai ridla Allah.

Wejangan berharga tersebut ditutup dengan doa. Kami pun bersiap untuk kembali ke Malang. Di tengan perjalanan, Ust. Imam memberi sepenggal kalimat hikmah (kebetulan saya berada di dalam mobil yang dibawa Ust. Imam). Ketika kita menolong sesama, lakukan dengan ikhlas dan semampu kita. Terlebih ketika kita mengerjakan permintaan tolong guru. Untuk mencapai ikhlas, terkadang kita diuji. Namun, perkuat tekad tanpa mengeluh. Jika niat atas nama Allah, insha Allah pahala akan didapat.

Karena nyaris seharian melintasi kabupaten Malang -- Kediri -- Jombang -- Mojokerto, Ust. Imam meminta agar transit sebentar di Pasuruan. Saya yang tinggal duduk manis saja kelelahan, apalagi yang bersedia menyetir? Istirahat sesaat itu pun kemudian dilanjutkan agar kami tidak terlalu pagi sampai ke Malang.

Dari perjalanan lintas kabupaten ini, saya menarik kesimpulan:

1. Ziarah makam bukan sekedar membaca tahlil maupun menabur kembang saja. Maksud dari ziarah adalah agar peziarah mengambil pelajaran bahwasanya setiap makhluk bernyawa senantiasa akan mati. Tidak ada yang abadi, kecuali Pemilik dari langit dan bumi.

2. Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan jasa. Menziarahi pendiri Pondok Pesantren mengajarkan bahwa jasa dan perbuatan baik manusia akan dikenang dan didoakan oleh penerus. Maka lakukanlah perbuatan yang berguna di kemudian hari bagi orang-orang sekitar kita. Khoirun naas anfa'uhum lin-naas.

3. 'Aisy kaatiban au mut maktuuban.Makna dari pepatah berbahasa Arab ini kurang lebih adalah hiduplah sebagai penulis atau mati (dalam) tertulis (sejarah). Pepatah ini berkaitan dengan pepatah bahasa Indonesia di poin sebelumnya. 

Yang mana mengajak kita untuk menuliskan karya yang berarti pula menyebarkan ilmu maupun dakwah melalui tulisan. Penulis kitab-kitab yang menjadi acuan Fiqih saat ini sudah lama kembali kepada Allah, namun ilmu beliau senantiasa dibaca bahkan hingga saat nanti. Ilmu yang bermanfaat akan menjadi amal jariyah yang tidak putus meski jasad sudah berkalang tanah.

Jika tidak menulis, maka buatlah sejarah yang mencatat. Meski demikian, tidak lantas menjadikan seseorang agar mengerjakan perbuatan dengan pamrih dikenang sejarah saja. Ketika orang lain tidak mengetahui perbuatan baik seseorang, perbuatannya tidak akan luput dari catatan baik di sisi Allah. Dan hal ini adalah dambaan seorang hamba. Allah mboten sare.

4. Rekatkan tali silaturrahim dengan kerabat dan saudara. Silaturahim dapat memperpanjang umur selain memperluas komunikasi.

Dan masih banyak lagi nilai-nilai yang didapat dari wejangan-wejangan yang telah disampaikan di atas maupun dari apa yang tertangkap selama perjalanan.

Mohon maaf jika terdapat kalimat yang janggal atau kurang tepat. Wallahu a'lam bish-shawaab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun