Mohon tunggu...
Fiska Aprilia
Fiska Aprilia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rena Ini Menakjubkan

26 Maret 2018   18:48 Diperbarui: 26 Maret 2018   18:59 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (pixabay)

Nyatanya kali ini ia berhasil. Ia berjalan diantara orang-orang yang duduk menghadap panggung, dengan senyuman. Ia melihat Ibu dari atas panggung. Semua orang di mal hingga lantai atas seperti melihat ke arahnya. Ia tersenyum. Setelah turun dari panggung ia langsung memeluk Ibu, teringat betapa Ibu berdoa khuyuk di seperempat malamnya tadi malam.

***

Rena datang ke sebuah asrama yang disediakan untuk kontestan selama dikarantina berbulan-bulan.

Dua minggu masa karantina, rintang penuh rintangan ia lewati dengan mudah, ia  tersaring terus lolos seleksi. Ia berusaha tanpa Ibu, karena Ibu baru boleh menemuinya lagi setelah dua minggu dikarantina, begitulah peraturan kontesnya.

Setelah dua minggu berjalan, Ayah dan Ibu sering datang mondar-mandir ke asmara, membawa makanan yang jumlahnya banyak sekali, digenggam dua tangan Ayah berat-berat naik bus, Ibu selalu ikut mendampingi. Kalau kemalaman mereka rela menginap dimanapun ngedeprak. Pernah ada kejadian sampai tidur di pos satpam. Sejak itu, Pakde Jojo meminta Ayah telepon saja ke handphone-nya kalau sudah kemalaman, agar ia yang datang menjemput mereka ke rumahnya untuk menginap, yang memang jaraknya lumayan jauh dari asmara, melewati tol Jakarta yang panjang.

 Dalam proses karantina yang ia dan kontestan lain lakukan latihan rutin setiap hari, dibimbing coachatau pengajar akting, untuk mematangkan bakat mereka, serta untuk persiapan penampilan mereka yang dipentaskan sekaligus diuji dalam suasana kontes yang dibungkus menjadi acara teve bergengsi tiap minggu malam, pada channel teve swasta. Pada akhir acara mereka diseleksi. Bagi yang lolos, maka berlanjut dalam persaingan hingga mencapai juara tunggal, bagi yang belum berkesempatan menurut Tuhan, maka berhenti mengikuti alur kegiatan kontes itu.

Dalam karantina, bukan hanya bakat yang diasah, tetapi segala unsur kehidupan dipersiapkan. Diharapkan membentuk seniman tanah air yang bisa jadi teladan banyak orang. Kedisplinan dan kesopanan Rena paling diuji, seperti saat matahari masih mengumpat, ia dituntut sudah bangun, untuk siap-siap mandi, ibadah, dan bersih-bersih tempat tidur sendiri, kalau tidak mengikuti aliran waktu bersama teman-teman seperjuangan, ia akan terlambat sarapan yang sudah disajikan tim penyelenggara jam setengah delapan pagi. Pernah satu, dua kali, dia telat, lalu tidak mandi, langsung makan, agar tak ketinggalan sarapan yang hanya diberi waktu sampai jam setengah sembilan saja oleh tim penyelenggara. Sesampai di ruang makan asrama, ia mendapati kesan sinis dari pihak tim penyelenggara, hingga kontestan lain, yang sebetulnya itu pun bukan sebuah bentuk kesopanan, tetapi kalau dipikir-pikir mereka semua sama, tim penyelenggara pun sarapan di waktu yang telah dibatasi di asrama, karena mereka semua harus bersegera menjalani kegiatan masing-masing, Rena latihan akting setelah itu di gedung depan asrama, sementara tim penyelenggara pun bekerja keras mengurusi kegiatan selanjutnya mendukung acara kontes yang disorot teve maupun tidak.

***

Waktu terus bergulir, ia menyadari beradaptasi dengan para kontestan itu perlu, agar ia semakin bebas berkembang di lingkungan itu. Dia seorang anak pemalu, dan sulit bersikap biasa dalam lingkaran obrolan teman-teman barunya, lebih banyak diam, sambil memerhatikan watak teman-temannya. Bila ada waktu tepat yang lebih intim, barulah ia mulai membuka diri, mendekati satu per satu orang dalam kelompok itu, setelah itu, bisa melesat menjadi yang terseru diantara mereka. Sifat bawaan Rena yang humoris, dan agak cuek kalau sudah kenal, terkesan rendah hati dan bisa membuat siapa saja disebelahnya merasa nyaman, sehingga mudah diterima dalam pertemanan. Terkecuali teman baru di karantina yang satu itu, namanya Danis. Bukan karena ada masalah apa-apa, hanya saja ia lupa meluangkan waktu kepada Danis untuk mengakrabkan diri. Sehingga ketika sedang berkelompok, Danis menyangka Rena orangnya sok asik, ingin menguasai lingkup pertemanan mereka yang sudah lebih dulu Danis kenal. Kesan pertama yang terbangun seperti itu sangat buruk, jadi di hari-hari selanjunya mereka segan kalau dekat, dan ngedumel sendiri kalau jauh. Suasana yang terbangun seperti itu dalam asrama yang megah dan berfasilitas lengkap, menjadi tak sedap hawanya.

Rena dipanggil oleh coach, Danis menatap tajam sorot mata Rena penuh keyakinan bahwa ia tak boleh diremehkan, Rena agak sedikit takut, hatinya nyeri. Ia melangkahkan kaki ke tengah karpen meragu, ia disekelilingi para kontestan yang duduk dibangku. Model latihan yang seringkali diterapkan coachagar sesama kontestan dapat menerka-nerka penampilan kontestan lain dan dapat saling bertukar pembelajaran.

 Di tengah-tengah karpet Rena sudah siap. Coach yang duduk dibangku ukuran lebih tinggi, yang bersinggung dengan pintu masuk ruangan berteriak "satu dua tiga action!" Rena seketika memerankan tokoh yang didapati di naskah, suaranya hidup menggertak, matanya tajam ke berbagai sudut. Sesungguhnya yang ia tampilkan terlalu lepas dari pembelajaran yang disampaikan coach, fokusnya buyar mementingkan sajian yang memukau, agar tak ada celah Danis menghinanya.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun