Mohon tunggu...
Fiska Aprilia
Fiska Aprilia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rena Ini Menakjubkan

26 Maret 2018   18:48 Diperbarui: 26 Maret 2018   18:59 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (pixabay)

"Iya Bang, tadi Abang judes banget. Berapa nih Bang 2 lembar foto jadinya?"

"Ah masa, haha. Enggak ah perasaan Eneng aja kali."

"Jadinya berapa ini Bang."

"Jadi seratus lima puluh ribu Neng."

***

Pagi-pagi sekali, Rena telah siap berangkat ke Jakarta, tadinya mau ditemani pamannya saja kesana, Pakde Jojo, sekalian pamannya balik ke rumahnya yang berada di daerah barat Jakarta, tapi akhirnya Ibu ikut juga. Mereka turun di depan mesin tiket parkir untuk kendaraan di mal, Pakde Jojo mengantar mereka hanya sampai situ. Pakde harus segera mengantar furnitur ke beberapa rumah yang membeli furnitur buah tangannya, yang diikat di bak belakang mobil yang mereka tumpangi. Di mobil, Ibu dan Rena duduk di bangku depan sebelah Pakde Jojo, ukuran bangku tak terlalu panjang, cukup desak-desakan, membuat Rena mual dan pusing. Jalan pun macet, berbarengan arus orang berangkat ngantor dari kotanya ke Jakarta. Turun dari mobil matanya malah berbinar mengedip-ngedip, pusingnya ilang seketika. Bendera-bendera bergambar acara kontes sudah berkibar banyak di sisi kanan-kiri ia berdiri, sampai pintu utama mal. Gambarnya para artis papan atas yang lagi naik daun, ditibani tulisan "Will you be the next?." Rena kesenangan. Ia melangkahkan kakinya tanpa beban, Ibu dibelakangnya mencoba mengerjarnya dalam balutan kemeja batik motif buketan, berwarna cerah, cantik sekali. Terdapat banyak kancing penghubung di belahan tengah baju berpola lurus hingga menyentuh ujung kain kemeja, kerahnya kaku mengangkat pundak Ibu tegap, bawahannya rok sepan sebetis, Ibu makin anggun menggunakan sandal bakiak andalan, yang kuat dan coraknya terkesan simpel, dipesan dari Yogya lewat Pakde Jojo yang melipir ke pusat perbelanjaan Malioboro waktu lebaran. Mereka terus berjalan melewati jembatan besar yang menjadi pelataran mal menuju pintu utama mal, dibawah jembatan dialiri kali ciliwung, tak banyak sampah tapi butak.

 Mal itu tak sebesar yang ada di daerahnya, tetapi terlalu besar. Tak ada ujungnya,  menjulang memanjang dipinggir jalan, lalu sisi-sisinya memutar ke belakang membentuk oval, Rena sudah melihat bagian belakang mal ini yang tadi sempat mereka lewati, mengitarinya menggunakan mobil saja memakan lima menit. Kepala Rena terangkat mengamati bangunan raksasa itu, yang terlintas "pasti harga yang dijual di mal ini lebih mahal daripada mal di daerah rumahnya."

Ketika sampai di depan pintu utama, seperti suguhan mal pada umumnya, mereka disambut satpam membawa mesin cek keamanan barang, modelnya macam pentungan yang panjang, tetapi satpam sambil tersenyum ramah, jadi tak menakutkan. Ia hanya segan berasa dicurigai. Pentungan itu berbunyi "semua baik-baik" dalam bahasa semut jadi "tenonenonet" mendekati tas Rena dan Ibu, mereka pun lolos masuk ke dalam mal yang besarnya seperti sungai gangga, imajinasi Rena beterbangan mengingat cerita Mahabrata betapa elok nan besar sungai gangga. Ia yang tadinya lincah tak karuan kini malah menggenggam tangan Ibu takut nyasar. Pada poros mal terdapat panggung mewah, tepat seperti kabar dari koran pagi tadi bahwa panggung itu untuk pengumuman kontestan yang lolos sore nanti saat semua kontestan dalam kontes itu sudah diuji juri, itu berarti Rena akan di tempat ini sampai sore, menunggu kontestan tampil semua.

Melihat kontestan lain berlalu lalang dihadapannya, yang ia kenali lewat nomer urut kontestan yang menempel di dada mereka, Rena jadi minder. Para kontestan itu seperti sudah biasa berkeliling mal, mereka anak-anak kota dengan gaya hidup yang kelihatan sekali tampak berbeda dengan Rena, tertawa terbahak-bahak menggenggam secangkir kopi instan di tangan mereka. Diantaranya ada yang keturunan Tionghoa, berkulit putih dan mulus, pakaiannnya tidak seperti Rena, mereka lebih simpel, berwarna tak mencolok. Dandanan wajah mereka pun pas menyelaraskan kulit putih mereka yang bersinar. Melihat model yang begitu, Rena rasa penampilannya tak masuk daftar lolos. Nyalinya langsung ciut, padahal nomor antrian kontestan saja di meja panita di seberang sana belum tergapai. Ia masih baru mengamati dari kejauhan. Dingin air conditionermembekukan langkahnya berat. Betapa ia gugup melihat sepuluh bilik memutari lantai dasar mal, di dalamnya juri-juri sedang bekerja menilai. Nanti setiap sepuluh nomer urut yang sudah masuk giliran uji, dipanggil panitia menggunakan mikrofon menuju bilik-bilik itu, sehingga para kontestan tak perlu jalan-jalan terlalu jauh dari titik kontes, supaya tidak tergesa-gesa menghampiri bilik.

Rena melihat para konstestan yang segera di uji depan bilik-bilik, memiliki gaya rambut dan model busana menarik semua, mungkin juga membawa bakat yang tak kalah luar biasa. Rena semakin pesimis, seakan-akan beberapa kali mengantungi pengalaman berakting pada acara teater sekolah dan lingkungan  RT tak ada apa-apanya. Kontes jauh meriah berlipat ganda dari yang Rena bayangankan. Terdapat 600 orang kontestan, yang dipilih 50 orang, Rena telah mengecek Google. Tersirat selain usaha, ia pun harus berhadapan pula oleh keberuntungan dari Tuhan, maka tak lupa ia berbaik.

***

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun