Suatu hari ada teman yang berkata begini "lebih membanggakan loh kalau sudah menginjak eropa daripada hanya sekadar ke negara asia, pandangan orang sama kita pasti lebih baik"
Setelah dia berujar demikian, saya jadi memikirkan beberapa pertanyaan yang selalu dapat saya jawab dengan baik untuk diri saya sendiri.
Apa manfaatnya memamerkan hal itu kepada dunia? Apakah memang sudah waktunya saya ke sana? Padahal saya sudah tahu bahwa ada beberapa tujuan atau kepentingan yang lebih saya utamakan daripada sekadar memuaskan diri atau memamerkan keadaan status pada diri saya kepada orang lain.Â
Pada usia yang masih muda, fokus utama saya bukan melipir ke luar negeri ke tempat-tempat eksotis, namun ada tujuan lain yang baik untuk diri saya dan masa depan saya.Â
Apa tujuannya saya harus sekadar jalan-jalan ke Eropa? Healing? Show up? Flexing? Kalau untuk hal-hal itu, belum saatnya saya melipir. Khawatir kalau usia makin bertambah, selalu sibuk, maka nanti tidak bisa sampai ke Eropa? Atau bahkan bukan rejekinya saya menginjak tanah Eropa.Â
Lantas saya pun merenung, ngapain? Lagi-lagi ngapain? Tujuannya apa untuk diri saya sendiri? Apakah saya akan bahagia dan lebih sejahtera jika sudah ke Eropa? Lantas, biarlah dunia berkata apa. Biarlah teman saya berkata apa. Biarlah..
Hadirnya media sosial telah menunjukan betapa mudahnya orang-orang ke luar negeri. Paket tur yang ditawari berbagai agensi perjalanan ke luar negeri menjamur dan bersaing merebut perhatian kaum muda masa kini. Perburuan tiket pesawat dan hotel selalu laris dengan promo yang baru dibuka 1 jam sudah habis terjual.Â
Pameran agen tour wisata luar negeri selalu ramai disesaki orang-orang yang FOMO dengan penawaran menarik para agen perjalanan. Apalagi promo aplikasi pemesanan tiket wisata, penginapan, hingga pritilannya juga tidak kalah menarik isi dompet masyarakat yang sangat gemar berburu penawaran eksotis dari aplikasi tersebut.
Banyak orang rela berutang demi berlibur ke luar negeri, makan enak, membeli pakaian dan tas bermerek, hingga hidup tampak mewah. Media sosial merupakan wadah untuk memamerkan kehidupan yang tampak indah dan mewah tersebut. Hal ini bukan tanpa sebab. Berlibur ke luar negeri, makan dan menginap di restoran fancy, serta memakai pakaian dan menenteng tas mahal menjadi kebanggaaan yang memuaskan keinginan untuk mendapatkan validitas atau pengakuan dari orang lain.Â
Tombol like dan komentar di media sosial serta ajang pamer story yang ditonton banyak orang menjadi suatu kepuaasan bagi mereka yang melakukannya. Segala hal mewah yang semu tampak nyata di media sosial. Ini hanya untuk memuaskan diri semata dan mendapat tanggapan heboh dari orang yang mengenalnya.