Mohon tunggu...
Firza Maulana
Firza Maulana Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa S1 Komunikasi

Whoever controls the media, This means they control the mind.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bicara Keadilan Itu Ekspektasi, sebab Realitas Terjadi Hanya Diskriminasi

2 Februari 2020   07:34 Diperbarui: 2 Februari 2020   07:31 1617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: jawapos.com

Kasus-kasus permasalahan dalam negeri selalu menindas rakyat kecil dan membungkam pebangkang yang ingin kritisi apapun kebijakan penguasa yang ditetap pasti.

Ada konspirasi antara pemegang kekuasan dan teknis penyalur informasi sehingga penipuan paling pasti itu adalah penguasa sebab punya fasilitas untuk memanipulasi.

Faktanya dalam pemberitaan electronic dan online, ada celah untuk korupsi bermain, ada deskriminasi yang terjadi, ada rakyat Yang ditindas, ada pemaksaan atau pemalsuan ancaman demi betulnya penguasa dan salahnya rakyat jelata.

Jelas analisis itu bisa keluar dalam pandangan melihat kasus Lutfi Alfiandi pemuda yang fotonya viral karena membawa bendera dalam aksi demo pelajar STM, ia mengaku dianiya oknum penyidik saat ia diminta keterangan di polres Jakarta pusat.( Sumber: Narasi trans7dan CNN indonesia)

Namun untuk menghilangkan rasa dan untuk simpati bahwa penguasa itu baik, penawaran keadilan diberikan melalui agenda suara, seolah olah itu nyata, namun realitas deskriminasi serta hilangnya kesejahteraan semakin memburuk, demokrasi menurun.

Persoalan semacam ini harusnya hilang di republik hingga keakraban dalam bernegara kembali, karena agar supaya ada kedamaian dalam bernegara, tetapi sekarang justruh hukum melindungi makin tidak bisa diadili karena deskriminasi.

Padahal jika dikaji ulang, hukum menjamin sehinga ada keistimewaan bagi masyarakat, baik itu dalam hak asasi manusia bagi setiap warga nergara, Dan bebas berpendapat sebagai demokrasi sebuah negara.

Diakhir persoalan semacam ini, ada pesimisme dimasyakarat dengan keadaan republik yang sekarat, yang akan berimbas pada perpecahan sesama warga negara, itu jelas di sebuah fenomena demo Gebenur DKI Jakarata Anies Baswedan, Selasa(14/1/2020) bahwa segelintir rakyat mengaku tidak puas dengan hasil kerja Gebenur, sehingga terjadi banjir dan menuntut rugi. 

Sedangkan pembela Anies agar terus menjadi Gebenur DKI Jakarta justruh lebih banyak dari demo aksi Indonesia bergerak.
Sehingga fenomena viral  tersebut disambut hangat oleh fakta-fakta yang ada, seperti: Ust. Haikal Hassan "Ada dendam di pilpres lalu! Dan Ada Yang diam soal jiwasraya, perkosaan, kpu, hasto dan natuna. Tapi kok rame soal banjir?."

Perpecahan semacam inilah yang terus menjadi sorotan dalam negeri, kebencian yang tumbuh pasti akan melahirkan dendam yang tidak henti. Artinya masyarakat selalu dijadikan tempat untuk penguasa berpolitik yang jauh dari nilai politik yang semestinya, melibatkan masyarakat awam dalam keuntungan pribadi akan menimbulkan kegagalan Baru dalam menciptakan masyarakat bersatu.

Milineal ingin agar ada nilai yang kembali pada negara sekarang ini, karena setiap pemberitaan dalam negeri yang kian memburuk, rasa yang muncul pada generasi penerus harapan bangsa sangat ingin bertangung jawab penuh dalam menjaga kedamaian dalam negeri, jangan memikirkan diri sendiri, baik penguasa atau rakyat kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun